TATANAN MASYARAKAT
DALAM AL-QUR’AN (II)
----- Perubahan Sosial -----
Oleh: A. Faisal Marzuki
PERUBAHAN SOSIAL
asul Allah Muhammad saw ketika menerima wahyu yang perintah atau larangan beliau
terapkan, karena firman Allah ‘Azza wa
Jalla itu sudah sangat dipastikan berguna bagi manusia. Dia pencipta
manusia, tentu Dia amat mengetahui apa yang diperlukan bagi manusia. Aisyah radhiallahu anhu, istri Rasul saw menyebutkan bahwa Rasul saw adalah Al-Qur’an berjalan.
Kepercayaan Rasul saw kepada firman
Allah tidak terperikan. Buahnya adalah kurang dari dua decade berhasil membangun bangsa di Jazirah Arab menjadi
bangsa yang berperadaban (civilized nation) sebagaimana yang disebutkan
oleh Thomas Carlyle.
Sebelumnya bangsa Arab itu adalah bangsa yang jahiliyah
(bangsa yang tiada beradab, uncivilized) seperti: ● membunuh bayi
perempuan, ● meminjamkan uang dengan bunga yang mencekik leher, ● melakukan tuna
susila (adultery) hal yang biasa
dimana-mana, ● rasialis dalam kekabilahan, ● yang kuat memangsa yang lemah,
● menyembah berhala, ● tidak menghargai wanita dan orang tua dan orang lanjut
usia, ● mabuk-mabukan yang tingkahnya membahayakan keamanan dan ketertiban
masyarakat lingkungannya, ● berbangga-bangga akan kabilahnya. Hal-hal tersebut
adalah biasa dilakukan pada zaman sebelum Rasul Allah Muhammad saw menanganinya.
Sifat-sifat negatif yang merusak itu diganti
dengan sifat-sifat positif dan membangun seperti: ● menganjurkan dan memberikan
santunan (bantuan) kepada orang yang membutuhkan), ● keeratan hubungan
keluarga, ● persaudaraan sesama manusia, ●saling mempercayai, ● menghargai orang
tua dan orang lanjut usia, ● menyantuni fakir miskin, ● berdakwah dalam semangat
tidak ada paksaan dalam beragama, ● tiada menista sekalipun dengan binatang
(peliharaan), ● harga menghargai dalam bermasyarakat. Inilah yang disebut masyarakat
yang berperadaban itu (civilized).
Nilai-nilai ini dikalangan peradaban barat
disebut sebagai secular realms (ranah dunia).
Dalam bahasa peradaban Al-Qur’an disebut kesalehan sosial di dunia yang merupakan buah dari kesalehan
kepada Allah (yang dikenal oleh bangsa Barat sebagai religious). Bagi ajaran Islam tiada ada pemisahan antara
masalah-masalah keduniaan (kesalehan sosial, ajaran horizontal Islam) dengan
masalah-masalah keakhiratan (kesalehan dalam beribadat mahdah, ajaran vertical
Islam, religious dalam
terminology Barat). Kedua hal itu bagai sisi-sisi seperti mata uang logam yang
tidak dapat dipisahkan. Karena pelaksanaan ajaran Islam di dunia adalah
jembatan (intermediate goal) munuju hidup ke akhirat (ultimate goal).
DASAR-DASAR PERUBAHAN SOSIAL
asar-dasar perubahan sosial diambil dari Firman
Allah swt surah [QS Surat ke-16, An-Nahl
ayat 90sampai dengan ayat 93 sebagai berikut yang artinya:
Sesungguhnya
Allah menyuruh (kamu): ● Berlaku
adil dan ● Berbuat kebajikan, ● Memberi bantuan kepada kerabat, Dia
melarang (melakukan): ● Perbuatan
keji, ● Kemungkaran, dan ● Permusuhan. Dia memberi: ● Pengajaran kepadamu agar kamu dapat
mengambil pelajaran. [90]
● Dan tepatilah janji dengan Allah apabila
kamu berjanji, dan janganlah kamu melanggar sumpah setelah diikrarkan, sedang
kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah itu). Sesungguhnya
Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. [91]
● Dan janganlah kamu seperti seorang
perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi
cerai-berai kembali. ● Kamu
menjadikan sumpah (perjanjian)mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan
adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. ● Allah hanya menguji kamu dengan hal itu,
dan pasti pada hari Kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu
perselisihkan itu. [92]
● Dan jika Allah menghendaki, niscaya Dia
menjadikan kamu satu umat (saja), tetapi Dia menyesatkan siapa yang Dia
kehendaki dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Tetapi kamu
pasti akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan. [93]
Al-Qur’an yang merupakan firman Allah.
Diturunkan untuk membangun umat. Dalam wadah tatanan sebuah masyarakat. Yakni,
membangun dunia dengan menegakkan nizham (tatanan, sistim bangunan
peradaban masyarakat). Al-Qur’an yang datang sebagai ajaran dakwah (seruan,
panggil, ajakkan) kepada umat manusia. Bersifat alamiyyah (universal)
dan insaniyyah (kemanusiaan).
Artinya tidak mengkhususkan hanya kepada
golongan warna kulit, atau status sosial seperti kabilah (marga dan suku) dan
asal bangsa. Melainkan berdasarkan keyakinan dalam ikatan kemanusiaan yang
universal (yaitu anak cucu keturunan Adam as), dan ashabiyya (fanatisma,
kokoh dan kekeh dalam keyakinan itu) sebagai firman Allah Yang Maha Kasih, lagi
Maha sayang menyebutkan yang artinya:
Dan berbuat baiklah (kepada semua orang dan
lingkungan hidup), sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. [QS
Al-Qashash 28:77]
Wahai Manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal (lita'aarafuu)
satu sama lainnya. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
ialah orang yang paling bertaqwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti. [QS
Al-Hujuraat 49:13]
Dari titik tolak seperti ayat tersebut diatas
itu, Al-Qur’an datang dengan membawa mabadi (prinsip-prinsip) yang akan
menguatkan tali-tali hubungan jamaah dari sebuah jamaah yang ada. Dengan
demikian Al-Qur’an menjadi penenang setiap individu, masyarakat dan bangsa.
Dengan tsiqoh (kepercayaan penuh) dalam hubungan positif dan membangun mu’amalah
(sistim sosial), dalam tekad yang di ikat dalam janji (dan semua perjanjian).
Disebutkan pada kata adl (adil) yang menjadi penopang setiap individu, masyarakat
dan bangsa sebagai kaidah yang baku dalam pergaulan sehari-hari. Sedikitpun
tidak boleh dirasuki hawa-nafsu. Tidak terpengaruh oleh belas kasihan dan rasa
benci. Tidak akan tertukar dengan keturunan dan nasab. Tidak berdasarkan kaya
atau miskin, kuat atau lemah. Akan tetapi, semua berjalan di atas relnya
berdasarkan satu neraca untuk semuanya. Dan timbang dengan satu timbangan yang satu
pula, untuk semua. Pisau bukan hanya satu sisi yang tajam kebawah saja, akan
tetapi juga tajam ke atas. Itulah disebut adil sebagaimana firman Allah ‘Azza
wa Jalla dalam Surah ke-4, An-Nisā' ayat 135 menyebutkan yang artinya:
Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu
penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri
atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa) kaya atau
miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatan (kebaikannya). Maka janganlah engkau
mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Jika kamu memutar
balikkan (kata-kata dalam kesaksian) atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah
Allah Maha Teliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan.
Dilanjut ketulisan berikutnya. [Bersambung]. □ AFM
Tatanan Masyarakat Dalam Al-Qur’an
Bahan Bacaan:
1.
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur'an (Di Bawah Naungan Al-Qur'an), Jilid 7,
Gema Insani Press, Jakarta, 2003.
2.
Prof. Dr. Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah (HAMKA), Juz 14, Penerbit Pustaka
Panjimas, Jakarta 1987.
3.
Rasul Muhammad saw, Tokoh Besar Peringkat Pertama Yang Mempengarui Dunia, A.
Faisal Marzuki.
4.
Kutipan Ayat Al-Qur’an Dalam Masalah Keadilan Hukum Terbesar Dalam Sejarah, A.
Faisal Marzuki. □□
|
Tujuan mewujudkan blog ini adalah untuk mengenal Islam lebih jauh lagi. Dinul Islam dihadirkan Allah Pencipta Alam Semesta untuk membimbing zaman. Gunanya agar manusia tetap damai, selamat, sejahtera di Dunia dan di Akhirat mendapatkan Surga Adnan. Ruang lingkup yang dikemukakan disini hanya tema-tema diseputar Ajaran Islam Dalam Tinjauan Keaqidahan, Kemanusiaan,dan Kemoderenan.