Tuesday, May 27, 2014

Tatanan Masyarakat Dalam Al-Qur'an (II)







TATANAN MASYARAKAT
DALAM AL-QUR’AN (II)
-----  Perubahan Sosial  -----
Oleh: A. Faisal Marzuki


PERUBAHAN SOSIAL


R
asul Allah Muhammad saw ketika menerima wahyu yang perintah atau larangan beliau terapkan, karena firman Allah ‘Azza wa Jalla itu sudah sangat dipastikan berguna bagi manusia. Dia pencipta manusia, tentu Dia amat mengetahui apa yang diperlukan bagi manusia. Aisyah radhiallahu anhu, istri Rasul saw menyebutkan bahwa Rasul saw adalah Al-Qur’an berjalan. Kepercayaan Rasul saw kepada firman Allah tidak terperikan. Buahnya adalah kurang dari dua decade  berhasil membangun bangsa di Jazirah Arab menjadi bangsa yang berperadaban (civilized nation) sebagaimana yang disebutkan oleh Thomas Carlyle.

Sebelumnya bangsa Arab itu adalah bangsa yang jahiliyah (bangsa yang tiada beradab, uncivilized) seperti:  ● membunuh bayi perempuan, ● meminjamkan uang dengan bunga yang mencekik leher, ● melakukan tuna susila (adultery) hal yang biasa dimana-mana, ● rasialis dalam kekabilahan, ● yang kuat memangsa yang lemah, ● menyembah berhala, ● tidak menghargai wanita dan orang tua dan orang lanjut usia, ● mabuk-mabukan yang tingkahnya membahayakan keamanan dan ketertiban masyarakat lingkungannya, ● berbangga-bangga akan kabilahnya. Hal-hal tersebut adalah biasa dilakukan pada zaman sebelum Rasul Allah Muhammad saw menanganinya.

Sifat-sifat negatif yang merusak itu diganti dengan sifat-sifat positif dan membangun seperti: ● menganjurkan dan memberikan santunan (bantuan) kepada orang yang membutuhkan),  ● keeratan hubungan keluarga, ● persaudaraan sesama manusia, ●saling mempercayai, ● menghargai orang tua dan orang lanjut usia, ● menyantuni fakir miskin, ● berdakwah dalam semangat tidak ada paksaan dalam beragama, ● tiada menista sekalipun dengan binatang (peliharaan), ● harga menghargai dalam bermasyarakat. Inilah yang disebut masyarakat yang berperadaban itu (civilized). 

Nilai-nilai ini dikalangan peradaban barat disebut sebagai secular realms (ranah dunia). Dalam bahasa peradaban Al-Qur’an disebut kesalehan sosial di dunia yang merupakan buah dari kesalehan kepada Allah (yang dikenal oleh bangsa Barat sebagai religious). Bagi ajaran Islam tiada ada pemisahan antara masalah-masalah keduniaan (kesalehan sosial, ajaran horizontal Islam) dengan masalah-masalah keakhiratan (kesalehan dalam beribadat mahdah, ajaran vertical Islam, religious dalam terminology Barat). Kedua hal itu bagai sisi-sisi seperti mata uang logam yang tidak dapat dipisahkan. Karena pelaksanaan ajaran Islam di dunia adalah jembatan (intermediate goal) munuju hidup ke akhirat (ultimate goal).


DASAR-DASAR PERUBAHAN SOSIAL

D
asar-dasar perubahan sosial diambil dari Firman Allah swt surah [QS Surat ke-16, An-Nahl ayat 90sampai dengan ayat 93 sebagai berikut yang artinya:

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu): Berlaku adil dan Berbuat kebajikan, Memberi bantuan kepada kerabat, Dia melarang (melakukan): Perbuatan keji, Kemungkaran, dan Permusuhan. Dia memberi: Pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. [90]

Dan tepatilah janji dengan Allah apabila kamu berjanji, dan janganlah kamu melanggar sumpah setelah diikrarkan, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. [91]

Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai-berai kembali. Kamu menjadikan sumpah (perjanjian)mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Allah hanya menguji kamu dengan hal itu, dan pasti pada hari Kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu. [92]

Dan jika Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat (saja), tetapi Dia menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Tetapi kamu pasti akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan. [93]

Al-Qur’an yang merupakan firman Allah. Diturunkan untuk membangun umat. Dalam wadah tatanan sebuah masyarakat. Yakni, membangun dunia dengan menegakkan nizham (tatanan, sistim bangunan peradaban masyarakat). Al-Qur’an yang datang sebagai ajaran dakwah (seruan, panggil, ajakkan) kepada umat manusia. Bersifat alamiyyah (universal) dan insaniyyah (kemanusiaan).

Artinya tidak mengkhususkan hanya kepada golongan warna kulit, atau status sosial seperti kabilah (marga dan suku) dan asal bangsa. Melainkan berdasarkan keyakinan dalam ikatan kemanusiaan yang universal (yaitu anak cucu keturunan Adam as), dan ashabiyya (fanatisma, kokoh dan kekeh dalam keyakinan itu) sebagai firman Allah Yang Maha Kasih, lagi Maha sayang menyebutkan yang artinya:

Dan berbuat baiklah (kepada semua orang dan lingkungan hidup), sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. [QS Al-Qashash 28:77]

Wahai Manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal (lita'aarafuu) satu sama lainnya. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti. [QS Al-Hujuraat 49:13]

Dari titik tolak seperti ayat tersebut diatas itu, Al-Qur’an datang dengan membawa mabadi (prinsip-prinsip) yang akan menguatkan tali-tali hubungan jamaah dari sebuah jamaah yang ada. Dengan demikian Al-Qur’an menjadi penenang setiap individu, masyarakat dan bangsa. Dengan tsiqoh (kepercayaan penuh) dalam hubungan positif dan membangun mu’amalah (sistim sosial), dalam tekad yang di ikat dalam janji (dan semua perjanjian).

Disebutkan pada kata adl (adil) yang menjadi penopang setiap individu, masyarakat dan bangsa sebagai kaidah yang baku dalam pergaulan sehari-hari. Sedikitpun tidak boleh dirasuki hawa-nafsu. Tidak terpengaruh oleh belas kasihan dan rasa benci. Tidak akan tertukar dengan keturunan dan nasab. Tidak berdasarkan kaya atau miskin, kuat atau lemah. Akan tetapi, semua berjalan di atas relnya berdasarkan satu neraca untuk semuanya. Dan timbang dengan satu timbangan yang satu pula, untuk semua. Pisau bukan hanya satu sisi yang tajam kebawah saja, akan tetapi juga tajam ke atas. Itulah disebut adil sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla dalam Surah ke-4, An-Nisā' ayat 135 menyebutkan yang artinya:

Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa) kaya atau miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatan (kebaikannya). Maka janganlah engkau mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Jika kamu memutar balikkan (kata-kata dalam kesaksian) atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Maha Teliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan.
 
Dilanjut ketulisan berikutnya. [Bersambung]. □ AFM



Tatanan Masyarakat Dalam Al-Qur’an
(klik->)   (I)   (II)   (III)   (IV)   (V)   (VI)   (VII)



Bahan Bacaan:
1. Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur'an (Di Bawah Naungan Al-Qur'an), Jilid 7, Gema Insani Press,  Jakarta, 2003.
2. Prof. Dr. Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah (HAMKA), Juz 14, Penerbit Pustaka Panjimas, Jakarta 1987.
3. Rasul Muhammad saw, Tokoh Besar Peringkat Pertama Yang Mempengarui Dunia, A. Faisal Marzuki.
4. Kutipan Ayat Al-Qur’an Dalam Masalah Keadilan Hukum Terbesar Dalam Sejarah, A. Faisal Marzuki. □□

Blog Archive