Monday, May 19, 2014

Islam & Struktur Berfikir






ISLAM DAN STRUKTUR BERFIKIR
SEBUAH PANDANGAN DASAR CARA BERFIKIR
Oleh: A. Faisal Marzuki



MELIHAT, MEMAHAMI, MENYIKAPI
DAN DASAR PIJAKAN BERFIKIR

S
atu gado-gado. Yang satu lagi Jalan. Dua kata yang beda. Beda bukan hanya susunan huruf dan mengucapkan saja, melainkan arti bahkan nilai yang dikandungnya completely different. Gado-gado, yaitu segalanya bercampur disitu. Misal gado-gado makanan. Segala sayuran dicampur disitu. Bahkan kalau mau yang bukan sayuran juga bisa masuk. Satu lagi jalan, yaitu jalan atau tempat menempuh ke suatu tujuan. Sebagai contoh di setasiun kereta api Union Station di Washington DC kita hendak pergi ke New York City. Karena dalam stasiun kereta api itu jalur kereta apinya banyak, maka kita mau pilih jalur kereta api yang ke New York City. Ketika itu mata kita mulai awas, pikiran kita bekerja, jangan sampai salah pilih kereta. Kita baca tandanya, malah kita tanya lagi kepada petugas stasiun untuk memastikannya. Setelah pasti dapat sesuai dengan apa yang kita maui, baru kita duduk di atas kereta yang akan membawa ke tempat yang di tuju.

Jadi,   kalau kita tidak teliti; Mata kita tidak jeli; Pikiran kita tidak digunakan; Tidak mau bertanya untuk memastikannya, kita akan sesat. Karena banyak jalur kereta dalam stasion itu dan hanya satu yang benar. Jadi dalam hal ini berfikir secara gado-gado ini tidak pada tempatnya, bahwa dunia jalannya tidak satu. Berfirmanlah Allah ’Azza wa Jalla yang artinya sebagai berikut:

Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (jalan lurus - ke surga, jalan sesat - ke neraka). [QS Al-Balad 90:10]

Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan (sekali-kali jangan pilih) dan ketakwaannya (pilihlah dan rengkuh kuat-kuat jangan sampai lepas). [QS Asy-Syams 91:8]

Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur (patuh, mengikuti jalan lurus) dan ada pula yang kafir (ingkar, menolak jalan lurus). [QS Al-Insan 76:3]

Menjadi muslim kita mesti cerdik, inteligen. Yaitu berhati-hati jangan salah pikir, dan salah memahami. Dengan hal itu artinya masalah hidup di dunia ini jangan pukul rata saja. Apalagi memandang soal serupa. Serupa tidaklah selalu serupa. Ada serupa, tapi tak sama. Demikianlah kita melihat agama-agama atau juga ideologi-ideologi bahkan faham-faham filsafat sebagai firman Allah swt yang menggambarkannya sebagai berikut:

إن الدين عند الله الإسلام وما اختلف الذين أوتوا الكتاب إلا من بعد ما جاءهم العلم بغيا بينهم ومن يكفر بآيات الله فإن الله سريع الحساب
innad dīna ’indallāhil islām wamakhtalafal ladzīna utul kitāba illā mim ba’di mā jā-ahumul ’ilmu baghyam bainahum wamayyakfur bi-āyātllāhi fainnallāha sarī’ul hisāb.

Sesungguhnya agama di sisi (diridhoi) Allah ialah (hanya) Islam. Tidak berselisih orang-orang yang telah diberi Kitab (ialah Kitab-kitab yang diturunkan sebelum Al-Qur’an), kecuali setelah mereka memperoleh ilmu (bahwa yang ditunggu-tunggu dalam Al-Kitab mereka telah datang yaitu Muhammad yang membawa Kitab Al-Qur’an agar mereka mempercainya), (tapi) karena kedengkian di antara mereka (mereka tidak mau mempercayainya, ingkar). Barang siapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah (yang ada di dalam Al-Qur’an, yang keasliannya dijaga-Nya), [1] maka sungguh Allah sangat cepat perhitungan-Nya. [QS Āli ’Imrān 3:19]

Dipertegas lagi dalam firman Allah swt yang artinya:

Barang siapa yang mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi. [QS Āli ’Imrān 3:85]

Lantas bagaimana hubungan kita dengan selain agama Islam dalam soal IBADAH. Mari perhatikan firman-Nya yang artinya:

●Katakanlah (Muhammad), "Wahai orang-orang yang kafir! ● Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, ● dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah, ● dan aku tidak pernah menjadi peyembah apa yang kamu sembah, ● dan kamu tidak pernah (pula) menjadi peyembah apa yang aku sembah. ● ”UNTUKMU AGAMAMU, DAN UNTUKKU AGAMAKU”. [QS Al-Kāfirūn 109:1-6]

Jadi dalam beribadat masing-masing, tidak bisa dicampur aduk seperti gado-gado. Masjid bagi mereka yang beragama Islam. Gereja bagi yang beragama Nashrani. Sinagog bagi yang beragama Yahudi dst. Masing-masing sudah ada tempatnya, sesuai dengan kepercayaannya masing-masing. Karena keyakinan, aqidah.

Jadi jangan sampai ada yang terbetik bahkan berfikiran boleh toleransi dalam masalah keyakinan (aqidah). Yang ada dan boleh adalah saling menghormati keyakinan masing-masing. Itulah yang dimaksudkan ”Untukmu agamamu, dan untukku agamaku”.

Kewajiban ibadah kita kepada selain Islam ialah berdakwah (mengajak untuk mengikuti ajaran Islam dan memilih agama Islam):

Kemudian jika mereka membantah engkau (Muhammad) katakanlah, "Aku berserah diri kepada Allah dan (demikian pula) orang-orang yang mengikutiku". Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi Kitab (Yahudi, Nasrani) dan kepada orang-orang buta huruf (Musyrik, Pagan, dan atheis), "Sudahkah kamu masuk Islam?" Jika mereka masuk Islam, berarti mereka telah mendapat petunjuk, tetapi jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan. Dan Allah Maha Melihat hamba-hamba-Nya. [QS Āli ’Imrān 3:20]

Lantas bagaimana dengan hubungan diluar ibadah, yaitu hubungan pergaulan hidup biasa yaitu, hubungan muamalah (sosial antar manusia) yang diatur dalam ajaran Islam.

Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama, dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.

Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim. [QS Al-Mumtahanah 60:8,9]



MENYIKAPI SUATU MASALAH


Katakanlah (Muhammad): "Terangkanlah kepadaku jika Allah mencabut pendengaran dan penglihatan serta menutup hatimu, siapakah tuhan selain Allah yang kuasa mengembalikannya kepadamu?" Perhatikanlah, bagaimana Kami menjelaskan berulang-ulang (kepada mereka) tanda-tanda kekuasaan (Kami), tetapi mereka tetap berpaling. [QS Al-An’ām 6:46]


B
anyak kata-kata yang berkaitan dengan menggunakan akal (berfikir, berakal), mengerti dan merenung, dan perumpamaan (analogy, methapor) serta empiris (pengalaman orang atau masyarakat atau bangsa atau antarbangsa pada masa lalu) disebutkan dalam Kitab Suci Al-Qur’an. Juga dalam melihat sesuatu yang menjadi objek sangat penting sekali (masalah yang sederhana maupun kompleks). Karena kalau tidak clear menjadi salah mengerti (sesat).

Maka dalam menghadapi hal-hal seperti diatas, potensi kemampuan yang ada di diri manusia itu minta dilibatkan seperti akal, mata, telinga dan hati. Akal berkemampuan untuk berfikir (terutama yang bersifat benda kongkrit atau abstrak). Mata berkemampuan untuk melihat bentuk benda konkrit. Telinga berkemampuan untuk mendengar suara benda konkrit; Dan hati berkemampuan untuk merasa dan menyadari (consciousness, mind) baik berupa objek yang bersifat benda konkrit, benda abstrak maupun gaib (transcendental, beyond reality). Kesemua yang ada pada diri manusia seperti tersebut diatas itu ada tempat-tempat dan cara-cara penggunaannya untuk dapat mengenali dan kemudian memahaminya. Demikianlah tergambarkan hal-hal seperti itu dalam firman Allah swt seperti berikut ini yang perlu kita simak sebaik-baiknya:

Katakanlah (Muhammad): "Terangkanlah kepadaku jika Allah mencabut pendengaran dan penglihatan serta menutup hatimu, siapakah tuhan selain Allah yang kuasa mengembalikannya kepadamu?" Perhatikanlah, bagaimana Kami menjelaskan berulang-ulang (kepada mereka) tanda-tanda kekuasaan (Kami), tetapi mereka tetap berpaling. [QS Al-An’ām 6:46]

Shaleh berkata: "Hai kaumku, bagaimana pikiranmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan diberi-Nya aku rahmat (kenabian) dari-Nya, maka siapakah yang akan menolong aku dari (adzab) Allah jika aku mendurhakai-Nya. Sebab itu kamu tidak menambah apa pun kepadaku selain daripada kerugian. [QS Hūd 11:63]

Biasanya hal-hal yang kompleks dan abstrak atau untuk memudahkan touching the heart (consciousness, kesadaran).  Allah menggunakan kata atau uraian yang bersifat methapor [2], allegory [3], paraphrase [4] quotation [5] sebagai berikut:

Syu'aib berkata: "Hai kaumku, bagaimana pikiranmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya aku daripada-Nya rezeki yang baik (patutkah aku menyalahi perintah-Nya)? Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang. Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali. [QS Hūd 11:88]

Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang laki-laki yang Kami berikan wahyu kepadanya di antara penduduk negeri. Maka tidakkah mereka bepergian di muka bumi lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka (yang mendustakan rasul) dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memikirkannya? [QS Yūsuf 12:109]

Dan sesungguhnya telah Kami buat dalam Al-Qur'an ini segala macam perumpamaan untuk manusia. Dan sesungguhnya jika kamu membawa kepada mereka suatu ayat, pastilah orang-orang yang kafir itu akan berkata: "Kamu tidak lain hanyalah orang-orang yang membuat kepalsuan belaka". [QS Ar-Rūm 30:58]

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. [QS Āli ’Imrān 3:190,191]



PENUTUP

S
TRUKTUR BERFIKIR dalam ISLAM yang penulis telah uraikan seperti diatas, sebenarnya para ulama masa silam dan juga masa kini pada umum untuk memahami ajaran Islam baik yang terdapat dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah mereka mempelajari pula yang disebut Mantiq atau Syllogisme [6] Yaitu sebagai alat bantu untuk dapat memahami ajaran-ajaran dan ilmu-ilmu Islam, disamping adanya keterlibatan taufiq atau hidayah dari Allah ‘Azza wa Jalla  melalui ‘hatibatin’ manusia beriman yang bersih. Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat hendaknya, terutama menghadapi situasi-situasi galau, ambigu. Kalau tidak juga membantu, maka bertanyalah kepada orang yang tahu dan bijak. Billahit Taufiq wal-Hidayah. □ AFM



Catatan Kaki:
[1] إنا نحن نزلنا الذكر وإنا له لحافظون  Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al- Qur'an, dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya. [QS Al-Hijr 15:9]
[2] Metaphor: Kata kiasan, kata perumpamaan
[3] Allegory: Menguraikan sesuatu dengan uraian simbolik
[4] Paraphrase: Menguraikan sesuatu dengan kalimat lain
[5] Quotation: Kutipan-kutipan berdasarkan sesuatu yang sebagai alasan atau contoh.
[6] Mantiq (Syllogisme) adalah alat atau dasar yang penggunaannya akan menjaga kesalahan dalam berpikir. Lebih jelasnya, Mantiq adalah sebuah ilmu yang membahas tentang alat dan formula berpikir, sehingga seseorang yang menggunakannya akan selamat dari cara berpikir salah.
Dalam tataran ini ahli fikih, Syafi’i sangat berjasa dengan teori yang dirumuskannya, sebagai dasar teoritis Sunnah dan pembentukan analogi atau qiyas sebagai metode rasional untuk mengembangkan hukum fikih. Sementara itu konsensus ulama (ijma’) juga diterima Syafi’i sebagai bentuk kebiasaan masyarakat. Maka, titik tolak fikih berkat Syafi’i ada empat yaitu Kitab Suci, hadits Nabi SAW, ijma’ dan qiyas. □□

Blog Archive