“Dan sesungguhnya (copy) Al-Qur’an (yang ada di Bumi) itu (aslinya
ada) dalam Ummul Kitab (Induk Al-Kitab yang terpelihara) di sisi Kami (di dalam Lauh
Mahfūzh), benar-benar (bernilai) tinggi dan penuh
hikmah (di dalamnya). [QS Az-Zukhruf 43:4]
Lauh Mahfūzh (لَوْحٍ مَحْفُوظٍ)
adalah Kitab ("Super Server") tempat Allah menuliskan segala dan seluruh catatan (recording), scenario (programming), dan cetak biru (flow charting) kejadian (phenomenon) [1] di Alam Semesta dan
pengendaliannya. Allah Pengendali (Rabb Al-‘Ālamīn)
seluruh Alam Ciptaan-Nya termasuk Manusia, biasanya selalu kita tuliskan
dibelakangnya yaitu Subhana Wa Ta’ala.
Subhana, maknanya “Yang Maha
Sempurna”. Terlepas dari segala ketidak sempurnaan-Nya atau ketidakadacacat-Nya
yang disebut Al-Qudus. Ta’ala, maknanya
“Yang Maha Tinggi lagi Mulia”. Dzat-Nya, Dia yang tak terjangkau bagi
pengetahuan kita. Dia yang tak mampu dilihat dan dijangkau kehadiran-Nya oleh
kita yang “awam lagi lemah” ini, karena Kemaha Tinggian dan Kemaha Mulian Zat-Nya.
Kecuali melalui kaca mata iman berupa Al-Qur’an Al-Karim dan Al-Hadits yang
menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan-Nya dan Ciptaan-Nya serta asal dan
tujuan dari di ciptakannya Alam Semesta dan “Tujuan dan Peranan Manusia”
ciptaan-Nya. Selanjutnya dipahami melalui “Aqli” ayat-ayat Kauniyah-Nya Yaitu Alam
Semesta-Nya Jagat Besar – Universe,
dan Jagat Kecil-Biologis dan partikel
inti atom, zarrah. Melalui “Naqli”
ayat-ayat-Nya yang terdapat di Kitab Suci Al-Qur’an melalui terjemahan; Tafsir para
Mufasirin; dan Ulil-Albab. [2]
L
|
auh Mahfūzh
disebut di dalam Al-Qur'an sebanyak 13 kali diantaranya adalah dalam surah
Az-Zukhruf menjelaskan makna yang dalam dari isi Al-Qur’an dan
keterpeliharaannya dijaga sesuai dengan yang ada di Lauh
Mahfūzh,
“Dan sesungguhnya (copy) Al-Qur’an (yang ada di Bumi) itu (aslinya
ada) dalam Ummul Kitab (Induk Al-Kitab yang terpelihara) di sisi Kami (di dalam Lauh
Mahfūzh), benar-benar (bernilai) tinggi dan penuh
hikmah (di dalamnya). [QS Az-Zukhruf 43:4]
Dalam surat Qāf yang menjelaskan apa
yang “ditelan” Bumi dari “tubuh manusia” itu, maksudnya adalah, ketika manusia mati, lantas dikubur, menjadi tanah kembali (kecuali tulang dan tengkoraknya). Hal ini dipertanyakan oleh yang tidak mempercayai bahwa hal seperti itu dapat di "bangkitkan kembali". Yaitu hidup untuk dimintai pertanggungan jawab atas perbuatannya selama hidup sebelum matinya (perhatikan pula ayat sebelumnya dari surat yang sama yaitu ayat 2 dan 3). Nah, proses bangkit atau kejadiannya kembali seperti itu memang sudah di "program" (dicatat) di Lauh Mahfūzh,
“Sungguh,
Kami telah mengetahui apa yang ditelan Bumi dari (tubuh) mereka, sebab pada
Kami ada Kitab (yaitu "program" - proses kehidupan yang akan dimintai pertanggungan jawabnya dan dibalasi sesuai dengan amal perbuatannya) yang terpelihara baik (dalam arsip-Nya)”. [QS Qāf 50:
4]
Dalam surat An-Naml yang menjelaskan apapun peristiwa di
Langit yaitu Alam Ruang Angkasa Raya yang "Tampak Nyata" oleh sains (ilmu pengetahuan manusia) sebanyaknya kurang dari 1 persennya. "Tidak Tampak" tapi dapat di deteksi disebut "Energi Gelap" sebanyak 73 persen. Sisanya sebanyak 27 persen kurang, sebagai materi "Tak Tampak" disebut sebagai "Materi Gelap". Mengenai masalah ini dapat diikuti blog kami dalam tema "Penciptaan Alam Semesta Dalam Enam Masa". Dan di Bumi pada umumnya, dan khususnya
apa-apa yang dilakukan manusia sejak kedatangan Adam as dan ummat kemudiannya sampai di akhir zaman. Semuanya terdapat
catatan (sejarah) segala perbuatan manusia di segala kurun zamannya, tidak ada
yang luput dari kamera video-Nya dan arsip tertulis di sisi-Nya,
“Dan
tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi di Langit (Alam Semesta dengan segala
isinya yang sudah terang maupun yang gelap bagi Sains) dan di Bumi (yang
tercatat dalam pra-sejarah dan sejarah yang dilakukan oleh ahli sejarah – historian maupun yang tidak tercatat),
melainkan (semua tercatat) dalam Kitab Yang Jelas (di Lauh
Mahfūzh – “arsip video dan catatan super server” di sisi-Nya)”. [QS An-Naml
27: 75]
Nama
lain dari Lauh Mahfūzh berdasarkan Al-Qur'an adalah sebagai
berikut:
●
Induk Kitab, أم الكتاب, Ummu al-Kitāb ●
Kitab Yang Terpelihara, كِتَابٍ مَّكْنُونٍ, Kitābim Maknūn, seperti yang disebutkan
dalam surat Al-Wāqi'ah ayat 78 ● Kitab
Yang Nyata, كِتَابٍ مُّبِينٍ, Kitābim Mubīn, seperti yang disebutkan
dalam surat An-Naml ayat 75 ●
Sebuah Kitab, Fī Kitāb, seperti yang disebutkan dalam
surat Al-Hajj ayat 70.
Ayat-ayat
yang disebutkan diatas adalah untuk menegaskan kepada Nabi Muhammad saw, tentang keluasan ilmu Allah.
Sekalipun Nabi Muhammad saw yang
dituju dalam ayat-ayat tersebut, tapi juga termasuk di dalamnya seluruh umatnya
mesti mengetahuinya juga. Seakan-akan Allah mengatakan kepadanya, “Apakah
engkau tidak mengetahui wahai (umat) Muhammad! Bahwa ilmu Allah itu amat luas,
meliputi segala apa yang ada di Langit (Alam Semesta dengan segala Ruangan dan
Isi di dalamnya), dan di Bumi (segala apa yang ada dilangit (atmosfir) Bumi,
pada dataran Bumi dan di dalam Bumi). Kesemuanya itu tidak ada sesuatupun yang
luput dari ilmu-Nya, walaupun barang itu sebesar zarrah atau lebih kecil lagi dari itu. Bahkan Dia mengetahui segala
yang tergores di dalam hati manusia.
Semua ilmu Allah itu tertulis di Lauh
Mahfūzh, ialah suatu Kitab yang di dalamnya disebutkan segala yang ada. Dimana
kitab itu telah ada dan lengkap dengan data tercatat (data yang sangat
komprhensif dan akurat berupa cetak biru Ruang Alam Semesta dengan segala
isinya) sebelum Allah swt menciptakan
Langit dan Bumi. Menurut Abu Muslim Al Asfihani, yang dimaksud dengan Kitab
dalam ayat ini, ialah pemeliharaan sesuatu dan pencatatannya dengan sempurna.
Tidak ada sesuatu yang tidak terdapat di dalamnya. Hal inilah yang merupakan
ilmu Allah. Pengetahuan yang amat sempurna dan pencatatan yang lengkap tentang
segala sesuatu serta penetapan hukum yang akan dijadikan bahan pengadilan di
akhirat kelak tidaklah sukar bagi Allah. Dia menetapkan sesuatu di akhirat
nanti dengan seadil-adilnya, karena segala macam yang dijadikan bahan
pertimbangan telah ada pada-Nya tidak ada yang kurang sedikitpun.
“Dan
tidaklah engkau (Muhammad) berada dalam suatu urusan, dan tidak membaca suatu
ayat dari Al-Qur’an, serta tidak pula kamu melakukan suatu pekerjaan, melainkan
Kami menjadi saksi atasmu ketika kamu melakukannya. Tidak lengah sedikitpun
dari pengetahuan Tuhanmu biar pun sebesar zarrah
baik di Bumi ataupun di Langit. Tidak ada suatu yang lebih kecil dan yang lebih
besar daripada itu, melainkan semua tercatat dalam Kitab Yang Nyata (Lauh
Mahfūzh)”. [QS Yunus 10:61]
Allah swt menyeru Rasul-Nya dan umat manusia yang menaatinya, bahwa pada saat Rasulullah saw melaksanakan urusan yang penting yang menyangkut masyarakat pada saat membacakan ayat-ayat Al-Qur’an yang mengatur semua urusan itu dan pada saat manusia melaksanakan amal perbuatannya tidak ada yang terlepas dari pengawasan Allah. Dia menyaksikan semua amal perbuatan itu pada saat dilakukannya. Yang termasuk urusan penting dalam ayat ini ialah segala macam urusan yang menyangkut kepentingan umat seperti urusan Dakwah Islamiyah, yaitu mengajak umat agar mengikuti jalan yang lurus dengan cara yang bijaksana, dan suri teladan yang baik, membangunkan kesadaran umat agar tertarik untuk melakukan perintah agama, dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Termasuk pula
urusan pendidikan umat dan cara-cara merealisir pendidikan itu, hingga menjadi
kenyataan yang berfaedah bagi kesejahteraan umat. Disebutkan pula bahwa
ayat-ayat Al-Qur’an yang dibaca itu mencakup semua urusan berdasarkan pola-pola
pelaksanaannya, tidak boleh menyimpang daripadanya, karena urusan segala umat
secara prinsip telah diatur dalam Kitab itu. Kemudian disebutkan, semua amalan
yang dilakukan oleh hamba-Nya, agar kaum muslimin tergugah hatinya, untuk
melakukan perbuatan yang telah digariskan oleh wahyu yang diturunkan pada
Rasul-Nya, dan mempedomani fungsi isi dari wahyu itu dalam urusannya
sehari-hari, serta menaati Rasul karena apa yang diucapkan, dan dikerjakan
Rasul itu menjadi suri teladan yang baik bagi seluruh umat. Dalam ayat itu,
Allah swt menandaskan, bahwa segala
macam amalan yang dilakukan oleh hamba-Nya, tidak ada satu pun yang terlepas
dari ilmu Allah meskipun amalan itu lebih kecil dari benda yang terkecil, atau
pun urusan itu maha penting, sehingga tak terkendalikan oleh manusia.
Disebutkannya, urusan yang kecil dari yang terkecil, dan urusan yang maha
penting agar tergambar dalam hati para hamba-Nya, bahwa ilmu Allah itu begitu
sempurna sehingga tidak ada satu urusan pun yang terlepas dari ilmu-Nya,
bagaimanapun remehnya urusan itu dan bagaimana pentingnya urusan itu, walaupun
urusan itu, di luar kemampuan manusia. Ilmu Allah tidak hanya meliputi segala
macam urusan yang ada di bumi, yang kebiasaannya urusan ini dapat dibayangkan
oleh mereka secara mudah. Juga meliputi segala macam urusan di langit, yang
urusannya lebih rumit dan lebih sukar tergambar dalam pikiran mereka. Hal ini
untuk menguatkan arti dari keluasan ilmu Allah, sehingga terasalah keagungan
dan kekuasaan-Nya. Di akhir ayat ini Allah swt
menyatakan dengan tandas bahwa tidak ada satu urusan pun melainkan tercatat
dalam Kitab Yang Nyata yaitu Lauh Mahfūzh. Maksudnya segala macam
urusan itu, semuanya terkontrol dan terkendali, serta terkuasai, oleh ilmu
Allah Yang Maha Luas itu, dan tercatat dalam Kitab-Nya yang bernilai tinggi dan
sempurna uraiannya. Allah swt
berfirman, “Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib tak ada yang
mengetahuinya kecuali Dia sendiri...” [QS Al-An'ām 6:59]
Allah
telah mencatat segala kejadian-kejadian di dalam Lauh Mahfūzh,
dari permulaan zaman sampai akhir zaman. Baik berupa kisah Nabi dan Rasul, azab
yang menimpa suatu kaum, pengetahuan tentang wahyu para Nabi dan Rasul, tentang
penciptaan alam semesta dan lain-lain. Sekalipun, jika kita tidak melihat
segala sesuatu, semua itu ada dalam catatan Lauh Mahfūzh.
Menurut
Tafsir Qurtubi, semua takdir makhluk Allah telah ditulis-Nya di Lauh Mahfūzh,
bisa saja dihapus atau dirubah oleh Allah swt
atau Allah swt menetapkan sesuai
dengan kehendak-Nya. Kemudian yang dapat merubah takdir yang tertulis dalam Lauh
Mahfūzh itu hanya do’a dan perbuatan atau usaha kebajikan.
Muhammad saw bersabda: “Tiada yang bisa merubah takdir selain do’a dan tiada
yang bisa memanjangkan umur kecuali perbuatan baik". [HR At-Tirmidziy dan
Ibnu Majah; dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albaniy]
Lauh
Mahfūzh akan kekal selamanya karena ia termasuk makhluk yang abadi,
selain Lauh Mahfūzh makhluk abadi adalah 'Arsy, Surga, Neraka dan
lain-lain yang dikehendaki-Nya yang Dia lebih tahu.
Para Jin Mencuri Berita
Allah telah menjadikan Lauh Mahfūzh ini sebagai tempat untuk menyimpan segala rahasia di Langit dan di Bumi. Jin dari golongan setan akan berusaha untuk mencuri segala rahasia yang tertulis didalamnya, untuk menipu manusia. Disamping itu, mereka juga memiliki tujuan untuk memainkan ‘aqidah manusia. Sebab itu Allah swt melarang manusia untuk mengetahui ramalan nasib, karena peramal itu dibantu oleh Jin. Dan, Jin itu akan membisikkan hasil curian itu kedalam hati peramal. Jika ada syaithan yang berusaha mencuri berita, maka malaikat penjaga Lauh Mahfūzh akan melemparkan bintang ke arah pencuri berita tersebut. Pelemparan ini yang terkadang kita lihat dengan adanya bintang jatuh yang mengeluarkan semburan api atau terlihat semacam meteor.
“Dan
sesungguhnya Kami telah menciptakan gugusan bintang-bintang (di langit) dan
Kami telah menghiasi langit itu bagi orang-orang yang memandang (nya), dan Kami
menjaganya dari tiap-tiap syaithan yang terkutuk, kecuali syaithan yang
mencuri-curi (berita) yang dapat didengar (dari malaikat) lalu dia dikejar oleh
semburan api yang terang”. [QS Al-Hijr 15:16-18]
Tidak
banyak diketahui tentang Lauh Mahfūzh dan para ulama jarang
menjabarkannya dengan detail, karena ia adalah urusan alam ghaib (rahasia Allah).
Dalam Al-Quran pun, Lauh Mahfūzh di sebut secara sepintas saja,
tanpa penjelasan lebih lanjut. Sebagai contohnya dalam satu peristiwa yang amat
bersejarah, ahli tafsir menyatakan Lauh Mahfūzh disebut berkaitan
dengan Nuzul Al-Quran dari Lauh Mahfūzh ke Baitul Izzah (Langit Dunia)
secara sekaligus yang terjadi dalam bulan Ramadhan (kemudiannya di wahyukan ke
Rasul Muhammad saw secara berangsur
sesuai dengan keperluannya (Asbabul Nuzul) selama 23 tahun. Dengan itu
disamping memudahkan untuk di hafal, dipahami pula isinya. Dalam hubungan
kegunaannya sebagai “Petunjuk (Al-Huda)” yaitu Operating Manual (Panduan
Hidup). Ini diperlukan agar hidup (menjalankan hidup) sebagai
“Khalifah-Khalifah” Pemakmur Kehidupan di Bumi [3] (bukan Perusak Kehidupan di
Bumi) yaitu suatu kegiatan dalam rangka menjalankan ibadah kepada-Nya. [4]
Sejauh ini, kita telah menyaksikan
kesimpulan sains (ilmu pengetahuan) tentang Alam Semesta dan asal-usul makhluk
hidup [5]. Kesimpulan ini adalah bahwa keseluruhan Alam Semesta dan kehidupan
itu sendiri diciptakan dengan menggunakan cetak biru informasi yang telah ada
sebelumnya.
Kesimpulan
yang dicapai sains modern ini sungguh sangat bersesuaian dengan fakta
tersembunyi yang tercantum dalam Al-Qur’an yang diturunkan pada 14 abad yang
lalu. Dalam Al-Qur’an, Kitab yang diturunkan kepada manusia sebagai Petunjuk,
Allah menyatakan bahwa Lauh Mahfūzh (Kitab Yang Terpelihara)
telah ada sebelum penciptaan Alam Semesta. Selain itu, Lauh Mahfūzh juga berisi
informasi yang menjelaskan seluruh penciptaan dan peristiwa di Alam Semesta. Lauh
Mahfūzh berarti terpelihara (mahfūzh), jadi segala sesuatu yang tertulis
di dalamnya tidak berubah, kadaluarsa atau rusak. Dalam Al-Qur’an, ini disebut
sebagai Ummul Kitāb (Induk Kitab), Kitābun Hafīdz (Kitab Yang Memelihara atau
Mencatat), Kitābun Maknūn (Kitab Yang Terpelihara) atau sebagai Kitab saja. Lauh
Mahfūzh juga disebut sebagai Kitābun Min Qabli (Kitab Ketetapan) karena
mengisahkan tentang berbagai peristiwa yang akan dialami umat manusia. □ AFM
Catatan
Kaki:
[1] Kejadian: phenomenon: happening; fact; situation;
circumstance; experience; episode.
[2]
Ulil Albab pengertiannya dapat dilihat dalam blog kami sebagai berikut:
Kedudukan Ulul Albab 1
Kedudukan Ulul Albab 2
Ulil Albab adalah Intelektual Muslim
Kedudukan Ulul Albab 1
Kedudukan Ulul Albab 2
Ulil Albab adalah Intelektual Muslim
[3] Pemakmur Bumi: Dia (Allah)
telah menciptakan-mu (manusia) dari bumi (tanah) dan menjadikan-mu (manusia)
pemakmurnya. [QS Hūd 11:61]
Catatan:
Mengenai pengertian tanah yakni, kandungan dzat-dzat biologis dari tanah atau
saripati dzat hidup dari tanah.
[4] Diciptakan untuk beribadah
kepada-Nya: Aku (Allah) tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka
beribadah kepada-Ku (Allah Maha Pencipta, Creator).
[QS Adz-Dzāriyāt 51:56]
[5] Asal Usul makhluk hidup
selain manusia, dapat dimengerti kalau itu melalui proses evolusi. Sedang
manusia (manusia khalifah) diciptakan melalui proses penciptaan
langsung - creation oleh Allah Maha
Pencipta (Creator). Artinya tidak
melalui proses evolusi (seperti yang diyakini oleh beberaba saintis berdasarkan
hipotesa atau teori Charles Darwin) sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla: “Sesungguhnya Aku
(Allah) hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” [QS Al-Baqarah 2:30].
Manusia Khalifah ini cerdas (tidak seperi Homo
Sapiens yang ada dikenal mendekati seperti manusia) karena “manusia
khalifah” diajarkan segala macam ilmu sesuai dengan keperluan tugas
khalifahnya. Dan Dia (Allah) mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda,
fungsi dan kegunaan – nature dari
benda-benda itu) seluruhnya. [QS Al-Baqarah 2:31]
Teks
terjemahan ayat Al-Qur’an sumbernya dari:
Al-Qur’an
Tafsir Per Kata Di Sarikan Dari Tafsir Ibnu Katsir, Pustaka ALFATIH
Sumber:
Studi Ilmu-Ilmu Qur’an,
terjemahan dari Mabāhits fī ‘Ulūmil Qur’an, Manna’ Khalīl al-Qattān PP
Al-Irsyad Al-Islamiyyah.
Anatomi Diri – Telaahan Qur’anik, A. Faisal Marzuki,
Rockville, Maryland (1999).
The Qur’an – Text, Translation and Commentary,
Abdullah Yusuf Ali, Published by Tahrike Tarsile Qur’an, Inc., Elmhurst, New
York 11373-1115 □□□