“Allah-lah yang menciptakan Langit Ruang Angkasa (Samāwāti)
dan Bumi (Ard) dan segala apa yang
ada diantara keduanya dalam enam masa”, QS As-Sajdah 32:4.
Evolusi
Alam dalam Perspektif Al-Quran
S
|
etelah menjelajah
bukti-bukti observasi dan teori ilmiah tentang evolusi Alam Semesta, menarik
juga untuk meninjau aspek religius untuk diperbandingkan dengan aspek ilmiah
itu. Walaupun hal ini masih bersifat interpretasi yang masih dapat diperdebatkan.
Menurut Al-Qur’an, alam (langit dan bumi) diciptakan Allah dalam enam masa (QS
41:9-12), dua masa untuk menciptakan langit sejak berbentuk dukhan (campuran
debu dan gas), dua masa untuk menciptakan bumi, dan dua masa (empat masa sejak
penciptaan bumi) untuk memberkahi bumi dan menentukan makanan bagi penghuninya.
Ukuran lamanya masa ("hari", ayyam) tidak dirinci di dalam
Al-Qur’an.
Belum ada
penafsiran pasti tentang enam masa itu. Namun, bedasarkan kronologi evolusi
alam semesta dengan dipandu isyarat di dalam Al-Qur’an (QS 41:9-12 dan QS
79:27-32) dapat ditafsirkan bahwa enam masa itu adalah enam tahapan proses
sejak penciptaan alam sampai hadirnya manusia. Lamanya tiap masa tidak
merupakan fokus perhatian.
Masa pertama
dimulai dengan ledakan besar (big bang) (QS 21:30), langit dan bumi
asalnya bersatu) sekitar 10 - 20 milyar tahun lalu. Inilah awal terciptanya
materi, energi, dan waktu. "Ledakan" itu pada hakikatnya adalah
pengembangan ruang yang dalam Al-Qur’an disebut bahwa Allah berkuasa meluaskan
langit (QS 51:47). Materi yang mula-mula terbentuk adalah hidrogen yang menjadi
bahan dasar bintang-bintang generasi pertama. Hasil fusi nuklir antara
inti-inti Hidrogen menghasilkan unsur-unsur yang lebih berat, seperti karbon,
oksigen, sampai besi.
Masa yang ke dua
adalah pembentukan bintang-bintang yang terus berlangsung. Dalam bahasa Al-Qur’an
disebut penyempurnaan langit. Dukhan (debu-debu
dan gas antarbintang, (QS 41:11) pada proses pembentukan bintang akan
menggumpal memadat. Bila intinya telah cukup panasnya untuk memantik reaksi
fusi nuklir, maka mulailah bintang bersinar. Bila bintang mati dengan ledakan
supernova unsur-unsur berat hasil fusi nuklir akan dilepaskan. Selanjutnya
unsur-unsur berat yang terdapat sebagai materi antarbintang bersama dengan
hidrogen akan menjadi bahan pembentuk bintang-bintang generasi berikutnya,
termasuk planet-planetnya. Di dalam Al-Qur’an penciptaan langit kadang disebut
sebelum penciptaan bumi dan kadang disebut sesudahnya karena prosesnya memang
berlanjut.
Inilah dua masa
penciptaan langit. Dalam bahasa Al-Qur’an, big bang dan pengembangan
alam yang menjadikan galaksi-galaksi tampak makin berjauhan (makin
"tinggi" menurut pengamat di bumi) serta proses pembentukan bintang-bintang
baru disebutkan sebagai "Dia meninggikan bangunannya (langit) lalu menyempurnakannya", (QS 79:28)
Masa ke tiga dan
ke empat dalam penciptaan alam semesta adalah proses penciptaan tata surya
termasuk bumi. Proses pembentukan matahari sekitar 4,5 milyar tahun lalu dan
mulai dipancarkannya cahaya dan angin matahari itulah masa ke tiga penciptaan
alam semesta. Proto-bumi (‘bayi’ bumi) yang telah terbentuk terus berotasi yang
menghasilkan fenomena siang dan malam di bumi. Itulahlah yang diungkapkan
dengan indah pada ayat lanjutan pada QS 79:29, “dan Dia menjadikan malamnya gelap gulita dan
menjadikan siangnya terang benderang”.
Masa pemadatan
kulit bumi agar layak bagi hunian makhluk hidup adalah masa ke empat. Bumi yang
terbentuk dari debu-debu antarbintang yang dingin mulai menghangat dengan
pemanasan sinar matahari dan pemanasan dari dalam (endogenik) dari peluruhan
unsur-unsur radioaktif di bawah kulit bumi. Akibat pemanasan endogenik itu
materi di bawah kulit bumi menjadi lebur, antara lain muncul sebagai lava dari
gunung api. Batuan basalt yang menjadi dasar lautan dan granit yang menjadi
batuan utama di daratan merupakan hasil pembekuan materi leburan tersebut.
Pemadatan kulit bumi yang menjadi dasar lautan dan daratan itulah yang nampaknya
dimaksudkan penghamparan bumi pada QS 79:30, "Dan bumi sesudah itu (sesudah penciptaan
langit) dihamparkan‑Nya."
Menurut analisis
astronomis, pada masa awal umur tata surya gumpalan-gumpalan sisa pembentukan
tata surya yang tidak menjadi planet masih sangat banyak bertebaran. Salah satu
gumpalan raksasa, 1/9 massa bumi, menabrak bumi menyebabkan lontaran materi
yang kini menjadi bulan. Akibat tabrakan itu sumbu rotasi bumi menjadi miring
23,5 derajat dan atmosfer bumi lenyap. Atmosfer yang ada kini sebagian
dihasilkan oleh proses-proses di bumi sendiri, sebagian lainnya berasal dari
pecahan komet atau asteroid yang menumbuk bumi. Komet yang komposisi
terbesarnya adalah es air (20% massanya) diduga kuat merupakan sumber air bagi
bumi karena rasio Deutorium/Hidrogen (D/H) di komet hampir sama dengan rasio
D/H pada air di bumi, sekitar 0.0002. Hadirnya air dan atmosfer di bumi sebagai
prasyarat kehidupan merupakan masa ke lima proses penciptaan alam.
Pemanasan matahari menimbulkan fenomena
cuaca di bumi: awan dan halilintar. Melimpahnya air laut dan kondisi atmosfer
purba yang kaya gas metan (CH4) dan amonia (NH3) serta sama sekali tidak
mengandung oksigen bebas dengan bantuan energi listrik dari halilintar diduga
menjadi awal kelahiran senyawa organik. Senyawa organik yang mengikuti aliran
air akhirnya tertumpuk di laut. Kehidupan diperkirakan bermula dari laut yang
hangat sekitar 3,5 milyar tahun lalu berdasarkan fosil tertua yang pernah
ditemukan. Di dalam Al-Qur’an QS 21:30 memang disebutkan semua makhluk hidup
berasal dari air.
Lahirnya
kehidupan di bumi yang dimulai dari makhluk bersel tunggal dan tumbuh-tumbuhan
merupakan masa ke enam dalam proses penciptaan alam. Hadirnya tumbuhan dan proses
fotosintesis sekitar 2 milyar tahun lalu menyebabkan atmosfer mulai terisi
dengan oksigen bebas. Pada masa ke enam itu pula proses geologis yang
menyebabkan pergeseran lempeng tektonik dan lahirnya rantai pegunungan di bumi
terus berlanjut.
Tersedianya air, oksigen, tumbuhan, dan kelak
hewan-hewan pada dua masa terakhir itulah yang agaknya dimaksudkan Allah
memberkahi bumi dan menyediakan makanan bagi penghuninya (QS 41:10). Di dalam
QS 79:31-33 hal ini diungkapkan sebagai penutup kronologis enam masa
penciptaan, "Ia memancarkan dari padanya mata airnya, dan (menumbuhkan) tumbuh‑tumbuhannya.
Dan gunung‑gunung dipancangkan‑Nya dengan teguh, (semua itu) untuk kesenanganmu
dan untuk binatang‑binatang ternakmu".
Bagaimana akhir
alam semesta? Kosmologi (cabang ilmu yang mempelajari struktur dan evolusi Alam
Semesta) masih menyatakan sebagai pertanyaan yang terbuka, belum ada jawabnya,
mungkin terus berkembang atau mungkin pula kembali mengerut. Namun Al-Quran
mengisyaratkan adanya pengerutan Alam Semesta, seperti terungkap pada QS
21:104. "Pada hari kami gulung langit, seperti menggulung lembaran-lembaran
kertas (makin mengecil) seperti Kami telah menjadikan pada awalnya, begitulah
kami mengulanginya."
Ikhlas
Bersama Ruang dan Waktu
T
|
eori relativitas
telah menyatukan ruang dan waktu dalam dunia empat dimensi, dunia ruangwaktu
(ditulis bersambung sebagai satu kata). Dan secara matematis dirumuskan kuadrat
selang ruangwaktu = kuadrat selang waktu – kuadrat jarak ruang. Tanda minus
berbeda dengan anggapan awam untuk ruang dan waktu (menggunakan
"dan", ruang dan waktu sebagai hal yang terpisah) yang terbiasa
dengan rumus phytagoras: kuadrat jarak = kuadrat selang sumbu x + kuadrat
selang sumbu y. Dalam dunia ruangwaktu, jarak bintang ke mata kita
adalah "nol". Karena, misalnya, jarak bintang (jarak ruang) 4 tahun
cahaya. Cahaya bintang tersebut mencapai mata kita dalam waktu 4 tahun juga
(selang waktu). Jadi, selang/jarak ruangwaktu bintang tersebut adalah 0.
Dalam dunia ruang
dan waktu (mengikuti hukum Newton, non-relativistik) senantiasa kita berjalan
ke masadepan secara perlahan dengan kecepatan satu hari tiap harinya. Tetapi
kita juga bisa berjalan ke masa depan dengan lebih cepat lagi ke tempat yang
sangat jauh, misalkan dengan pesawat antariksa berkecepatan mendekati cahaya.
Inilah perjalanan relativistik, mengikuti hukum relativitas. Dalam perjalanan
relativistik, waktu berjalan relatif lebih lambat daripada waktu dalam keadaan
berdiam tidak ikut dalam perjalanan. Hal ini sudah terbukti pada partikel
berenergi tinggi. Waktu luruh (berubah menjadi partikel lainnya) partikel Muon
sebenarnya dalam keadaan diam hanya sepersejuta detik. Namun dalam perjalanan
dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya, waktu luruhnya teramati oleh
detektor yang diam bisa mencapai 50 kali lipat.
Apa makna
batiniah dari semua fakta fisik ini? Kita tidak bisa mundur ke masa lalu. Kita
senantiasa maju menuju masa depan. Semakin cepat kita maju, semakin jauh jarak
tempuh kita menuju masa depan. Kita tetap merasa muda pada saat orang malas
merasa tua. Kita senantiasa berubah, berevolusi dengan kerangka waktu yang jauh
lebih pendek dari evolusi alam. Tentunya, evolusi yang kita harapkan adalah
evolusi menuju perbaikan kualitas dan kuantitas. Kualitas iman yang makin
mantap, kualitas pribadi yang makin mapan, kualitas hidup yang makin sejahtera,
dan kualitas keluarga yang makin bahagia. Kuantitas ilmu yang makin bertambah,
kuantitas amal yang makin meningkat, kuantitas rizki yang makin bermanfaat, dan
kuantitas pengikut yang mendo’akannya. Ruang amal kita semestinya berekspansi,
meluas, dan makin variatif. Persahabatan dan jaringan kerja selayaknya terus
bertambah. Ruang gerak kreatif-inovatif seharusnya makin terbuka.
Lalu apakah fisik
jasmaniah dan batiniah kita dibiarkan berevolusi mengikuti alur perkembangan
ruang dan waktu kita tanpa tuntunan? Semestinya tidak dibiarkan lepas tanpa
kendali. Penyesatan dan pencemaran qalbu bisa mengubah segalanya keluar dari
jalan yang diridhai-Nya. Taqarrub,
pendekatan diri kepada-Nya adalah penuntunnya. Kebersihan jiwa yang ikhlas
semestinya yang melandasi perjalanan ruang dan waktu kita. Ikhlas bermakna
bersih dari segala pamrih selain dari mengharap ridha-Nya. Billahit Taufiq wal-Hidayah. □
Kembali
ke: Ruang
dan Waktu I
Sumber:
https://tdjamaluddin2.wordpress.com/2006/09/05/ruang-waktu/
□□□