Allah-lah yang menciptakan Langit Ruang Angkasa (Samāwāti)
dan Bumi (Ard) dan segala apa yang
ada diantara keduanya dalam enam masa, QS As-Sajdah 32:4.
Wahai Tuhan-ku!
Segala Puji Bagi-Mu, Engkau yang telah Menciptakan (Mendirikan)
Langit dan Bumi dan diantara keduanya.
Dan Segala puji Bagi-Mu, yang telah Merajai (Memerintah) Langit
dan Bumi dan diantara keduanya.
Dan Segala puji Bagi-Mu yang telah Memberikan Tenaga Hidup (Cahaya)
Langit dan Bumi dan diantara keduanya.
PENGANTAR
M
|
emahami ’Ruang dan
Waktu’ dalam kaitannya dengan surat ke-32 , As-Sajdah ayat ke-4 seperti
tersebut diatas dimana penciptaan Langit Ruang Angkasa dan Bumi dan segala apa
yang ada diantara keduanya dalam ”enam masa”. Nah ”enam masa” itu adalah ukuran
”Waktu” dan isi-nya terletak dalam ”Ruang” yaitu Langit Ruang Angkasa dengan
segala isi-nya.
Dalam memahami apa itu
”Ruang dan Waktu” dan hubungan dengan tingkat-tingkat atau proses-proses
penciptaan Alam Semesta dengan segala isinya, penulis hadirkan pakarnya, yaitu
Dr. T.
Djamaluddin. Dia adalah seorang Peneliti
Bidang Matahari dan Lingkungan Antariksa, LAPAN Bandung. Bahasa dalam
pembahasannya diungkapkan dengan ”dummies
style”. Artinya orang awam pun diusahakan untuk dapat mengerti apa yang
dimaksudkannya. Selamat menyimak. □ AFM
RUANG DAN WAKTU 1
S
|
ejarah ruang dan waktu tidak terlepas dari
sejarah Alam Semesta. Ruang dan Waktu terbentuk bersamaan dengan pembentukan
Alam Semesta. Tidak ada Ruang di luar Alam Semesta. Dan tidak ada Waktu sebelum
ada Alam Semesta. Namun, dalam kajian fisika definisi Waktu telah
disederhanakan, tidak tepat lagi dengan pemahamanan manusiawi. Kadang sulit
difahami dengan nalar awam.
Dalam kehidupan sehari-hari, pengalaman
manusiawi terbagi dalam dua kelompok: Hal-hal yang objektif yang dapat dikenali
dengan pancaindera tersebar dalam Ruang. Sedangkan hal-hal subjektif (ide,
pemikiran, kesadaran diri, emosi, dan sejenisnya) tersebar dalam Waktu. Tidak
dapat digambarkan dalam dunia nyata, tetapi mengungkapkan Waktu masa lalu,
sekarang, dan akan datang. Dalam fisika, Waktu disederhanakan hanya apa yang
tampak pada arloji atau pengukur waktu lainnya (misalnya, detak jantung, jumlah
ayunan bandul, rotasi bumi, atau getaran atom).
Artikel ringkas ini sekilas mengulas sejarah
Alam Semesta yang juga sejarah Ruang dan Waktu. Dimulai dengan bahasa universal
untuk memahami bagaimana alam bercerita tentang sejarah dirinya. Kemudian
sekilas mengenal posisi kita – manusia – di Alam Semesta yang sebenarnya
“secara fisik” tidak ada artinya dibandingkan dengan keluasan Alam Raya.
Upaya memahami sejarah lahirnya Alam Semesta
beserta evolusinya diulas dengan hasil-hasil sains terbaru diungkapkan secara
ringkas mulai dari Alam Semesta secara keseluruhan sampai tata surya dan bumi.
Juga diulas evolusi Alam Semesta dalam persepsi Al-Qur’an. Walau tidak dibahas
secara mendalam, ulasan tentang evolusi alam dimaksudkan juga untuk meluruskan
antipati ummat terhadap sains karena kontroversi yang bersumber dari analisis
yang keliru.
Evolusi (termasuk evolusi makhluk hidup) adalah
keniscayaan di alam yang sering disalahartikan dan dirancukan banyak orang
hingga banyak ditentang kaum “agamawan” yang tidak faham. Analisis sosiologis
digunakan untuk membantah teori sains, suatu hal yang tidak tepat. Terakhir,
untuk memaknai penjelajahan intelektualitas berbasis sains tersebut, diulas
sekilas makna ikhlas dari pemahaman sejarah Ruang dan Waktu.
Bahasa Universal
D
|
alam astronomi, bahasa universal adalah “cahaya”
atau lebih umumnya gelombang elektromagnetik (EM), termasuk sinar-X, sinar
ultra violet, sinar infra merah, dan gelombang radio. Semua benda langit
bercerita tentang dirinya dengan pancaran gelombang EM. Fisika dan matematika
menjadi juru bahasanya.
Objek yang sangat panas, seperti pada peristiwa
tumbukan materi yang sangat kuat akibat tarikan Lubang Hitam (Black Hole),
bercerita tentang dirinya dengan pancaran sinar-X. Dengan fisika dapat
ditafsirkan bahwa objek itu sangat panas dan dapat dikaji apa yang mungkin
menyebabkannya. Objek-objek yang sangat dingin, seperti "embrio"
bintang (protostar), bercerita banyak kepada astronom dengan pancaran
sinar infra merah dan gelombang radio. Galaksi-galaksi yang sedang berlari
menjauh memberikan pesan lewat spektrum cahayanya yang bergeser ke arah merah (red
shift).
Sayangnya, sebagian besar materi di alam semesta
tak memancarkan gelombang EM tersebut. Itulah yang dinamakan
"dark matter" (materi gelap). ‘Materi gelap’ itu mencakup objek
raksasa yang runtuh ke dalam intinya (misalnya Black Hole atau Lubang Hitam yang menyerap semua cahaya),
objek seperti bintang namun bermassa kecil hingga tak mampu
memantik reaksi nuklir di dalamnya (yaitu objek katai coklat), atau partikel‑partikel
subelementer. Penemuan di penghujung abad 20 baru lalu bahkan lebih mengagetkan
(karena tidak terduga sebelumnya) para pakar kosmologi sendiri: Ternyata hanya
4% isi alam semesta yang kita kenali materinya (materi barionik, terbuat dari
proton dan netron). Selebihnya 23% ‘materi gelap’ (non-barionik) dan 73% berupa
‘energi gelap’ (dark energy, istilah baru dalam kosmologi modern).
‘Materi gelap’ ini ibarat orang bisu. Kita
tak dapat mendengar kisah mereka tetapi kita yakin mereka
ada dihadapan kita. Kita hanya bisa menangkap isyarat‑isyarat yang
diberikannya. Isyarat‑isyarat tak langsung itulah yang ditangkap oleh para
astrofisikawan untuk mendengar kisah "materi
gelap". Isyarat-isyarat itu bisa berupa pancaran sinar‑X dari
bintang yang berpasangan dengan Black Hole atau dari efek gravitasi pada
objek di dekatnya.
Sekedar contoh, inilah cara Black Hole bercerita bahwa dirinya ada. Pancaran sinar-X yang kuat
bisa bercerita bahwa di sana ada obyek yang sangat panas. Dengan telaah fisika
kemudian diketahui bahwa panas itu terjadi karena ada materi dari suatu bintang
yang sedang disedot oleh benda yang kecil bermassa sangat besar yang menjadi
pasangannya. Materi yang jatuh pada bidang yang sempit di sekitar benda
penyedot itulah menimbulkan panas yang sangat tinggi yang akhirnya memancarkan
sinar-X. Dari isyarat-isyarat lainnya disimpulkan bahwa penyebab perpindahan
materi itu adalah sebuah Black Hole
yang sedang menyedot materi dari bintang pasangannya, seperti teramati pada
objek Cygnus X-1.
Kini di awal abad 21, ‘materi gelap’ makin gelap
lagi. Observasi astronomi masih sulit mendeteksi keberadaannya, karena mulai
bergeser ke pengertian yang lebih sempit sebagai materi non-barionik. Hanya
fisika partikel yang kini diharapkan menjadi ‘juru bahasanya’ dari
ungkapan-ungkapan abstrak matematis. Dari tiga jenis partikel anggota ‘materi
gelap’, baru netrino yang sedikit dikenali. Selebihnya masih dianggap materi
hipotetik: axion dan neutralino.
Evolusi Alam Semesta
N
|
aluri manusia selalu ingin mengetahui asal usul
sesuatu, termasuk asal-usul alam semesta. Berbagai hasil pengamatan dianalisis
dengan dukungan teori-teori fisika untuk mengungkapkan asal-usul alam semesta.
Teori yang kini diyakini bukti-buktinya menyatakan bahwa alam
semesta ini bermula dari ledakan besar (Big Bang) sekitar 13,7
milyar tahun yang lalu. Semua materi dan energi yang kini ada di alam terkumpul
dalam satu titik tak berdimensi yang berkerapatan tak berhingga. Tetapi ini
jangan dibayangkan seolah‑olah titik itu berada di suatu tempat di
alam yang kita kenal sekarang ini. Yang benar, baik materi, energi, maupun
ruang yang ditempatinya seluruhnya bervolume amat kecil, hanya satu titik tak
berdimensi.
Tidak ada suatu titik pun
di alam semesta yang dapat dianggap sebagai pusat
ledakan. Dengan kata lain ledakan besar alam semesta tidak
seperti ledakan bom yang meledak dari satu titik ke segenap
penjuru. Hal ini karena pada hakekatnya seluruh alam turut serta dalam
ledakan itu. Lebih tepatnya, seluruh alam semesta mengembang tiba‑tiba secara
serentak. Ketika itulah mulainya terbentuk materi, ruang, dan
waktu.
Materi alam semesta yang pertama terbentuk
adalah hidrogen yang menjadi bahan dasar bintang dan galaksi generasi pertama.
Dari reaksi fusi nuklir di dalam bintang terbentuklah unsur-unsur berat seperti
karbon, oksigen, nitrogen, dan besi. Kandungan unsur-unsur berat dalam
komposisi materi bintang merupakan salah satu "akte" lahir bintang.
Bintang-bintang yang mengandung banyak unsur berat berarti bintang itu
"generasi muda" yang memanfaatkan materi-materi sisa ledakan
bintang-bintang tua. Materi pembentuk bumi pun diyakini berasal dari debu dan
gas antar bintang yang berasal dari ledakan bintang di masa lalu. Jadi, seisi alam ini memang berasal dari
satu kesatuan.
Bukti-bukti pengamatan menunjukkan bahwa alam
semesta mengembang. Spektrum galaksi‑galaksi yang jauh sebagian besar
menunjukkan bergeser ke arah merah yang dikenal sebagai red shift
(panjang gelombangnya bertambah karena alam mengembang). Ini merupakan
petunjuk bahwa galaksi‑galaksi itu saling menjauh. Sebenarnya yang terjadi
adalah pengembangan ruang. Galaksi‑galaksi itu (dalam ukuran alam
semesta hanya dianggap seperti partikel‑partikel) dapat
dikatakan menempati kedudukan yang tetap
dalam ruang, dan ruang itu sendiri yang sedang
berekspansi. Kita tidak mengenal adanya ruang di luar alam ini. Oleh
karenanya kita tidak bisa menanyakan ada apa di luar semesta ini.
Secara sederhana, keadaan
awal Alam Semesta dan pengembangannya
dapat diilustrasikan dengan pembuatan roti. Materi pembentuk roti itu
semula terkumpul dalam gumpalan kecil. Kemudian mulai mengembang.
Dengan kata lain “ruang” roti sedang mengembang. Butir‑butir partikel
di dalam roti itu (analog dengan galaksi di alam semesta) saling menjauh
sejalan dengan pengembangan roti itu (analog dengan alam).
Dalam ilustrasi tersebut, kita berada di
salah satu partikel di dalam roti itu. Di luar roti, kita tidak mengenal adanya
ruang lain, karena pengetahuan kita, yang berada di dalam roti itu,
terbatas hanya pada ruang roti itu sendiri. Demikian pulalah,
kita tidak mengenal alam fisik lain di luar dimensi “ruang‑waktu” yang
kita kenal.
Bukti lain adanya pengembangan alam semesta di
peroleh dari pengamatan radio astronomi. Radiasi yang terpancar pada saat
awal pembentukan itu masih berupa cahaya. Namun karena alam semesta terus
mengembang, panjang gelombang radiasi itu pun makin panjang, menjadi gelombang radio.
Kini radiasi awal itu dikenal sebagai radiasi latar belakang kosmik (cosmic
background radiation) yang dapat dideteksi dengan teleskop radio. □
Bersambung ke: Ruang dan Waktu II.
Sumber:
https://tdjamaluddin2.wordpress.com/2006/09/05/ruang-waktu/
□□□