Demi Masa (Waktu)…
Sungguh manusia berada dalam kerugian…
Kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, serta saling menasihati
untuk kebenaran, dan saling menasihati untuk kesabaran…[QS Al-‘Ashr 103:1 s/d
3]
P
|
erayaan
Tahun baru adalah suatu budaya merayakan berakhirnya masa satu tahun dan
menandai dimulainya hitungan tahun selanjutnya. Bangsa-bangsa atau umat yang
mempunyai kalender tahunan biasanya mempunyai perayaan tahun baru. Tapi
apakah semua umat merayakan tahun barunya? Nah, untuk menjawab pertanyaan itu,
kami berusaha menelusuri kembali sejarah perayaan tahun baru berbagai bangsa
dan umat di dunia serta hukum merayakannya bagi kaum muslimin.
Perayaan
Tahun Baru Umat Yahudi
Agama dan
Umat Yahudi merayakan Tahun Baru mereka tidak pada hari ke-1 bulan ke-1
Kalender Ibrani (bulan Nisan), tetapi pada hari ke-1 bulan ke-7 Kalender Ibrani (bulan
Tishrei). Umat Yahudi menyebut Perayaan Tahun Baru mereka dengan nama Rosh Hashanah, yang berarti “Kepala
Tahun”.
Rosh
Hashanah ini digunakan umat Yahudi untuk memperingati penciptaan dunia seperti
yang ditulis dalam kitab mereka. Mereka merayakannya dengan cara berdo’a di Sinagog (rumah ibadah agama Yahudi),
mendengar bunyi shofar (tanduk khewan
yang digunakan sebagai terompet). Menyediakan makanan pesta berupa roti challah yang
bundar dan apel yang dicelupkan ke dalam madu, juga kepala ikan dan buah
delima. Buah-buahan baru disajikan pada malam kedua. Pada Perayaan Tahun
Baru ini mereka beristirahat dari aktivitas kerja.
Jika
memakai kalender Gregorian (Kalender Masehi), Tahun Baru Yahudi ini
dirayakan pada bulan September. Misalnya tahun 2008 M Rosh Hashanah jatuh
pada 29 September 2008 M. Sedang tahun 2015 M jatuh hari Senin tanggal 14
September. Tanggal-tanggal itu bersamaan dengan tanggal 1 Tishrei 5769 AM dan 1
Tishrei 5776 AM (Anno Mundi). Anno
Mundi adalah bahasa latin yang artinya “dalam hitungan tahun dunia”,
disingkat AM. karena orang Yahudi menganggap kalender mereka
dimulai dari tanggal kelahiran Adam. Menurut perhitungan Kalender Ibrani,
tanggal 1 bulan Tishrei tahun ke-1 AM adalah bertepatan dengan hari Senin,
tanggal 7 Oktober tahun 3761 BCE (sebelum Nabi Isa lahir) dalam Kalender
Julian (Kalender Romawi Kuno).
Ketika
Panglima Pompey dari Kekaisaran Romawi Kuno menguasai Yerusalem pada tahun 63 SM, orang-orang Yahudi mulai mengikuti Kalender Julian (Kalender Bangsa Romawi
yang menjajahnya). Dan setelah berdiri negara Israel pada tahun 1948 M, mulai
tahun 1950-an Kalender Ibrani menurun penggunaannya dalam kehidupan bangsa
Yahudi sekuler. Mereka lebih menyukai Kalender Gregorian untuk kehidupan
pribadi dan kehidupan publik mereka. Dan sejak tahun 1980-an, bangsa Yahudi
sekuler justru mengadopsi kebiasaan Perayaan Tahun Baru Gregorian (Tahun Baru
Masehi) yang biasanya dikenal dengan sebutan ”Sylvester Night” dengan berpesta
pada malam 31 Desember hingga 1 Januari.
Perayaan
Tahun Baru Cina
Bangsa
Cina merayakan tahun baru mereka pada malam bulan baru pada musim dingin (antara
akhir Januari hingga awal Februari) atau jika memakai kalender Gregorian
tahun baru ini terletak antara 21 Januari hingga 20 Februari. Mereka
menyebutnya dengan nama Imlek.
Perayaan
ini dimulai di hari ke-1 bulan pertama (zhēng yuè) di penanggalan Tionghoa dan
berakhir dengan Cap Go Meh di tanggal ke-15 (pada saat bulan purnama).
Malam Tahun Baru Imlek dikenal sebagai Chúxī yang berarti “malam pergantian
tahun”.
Di
Tiongkok, adat dan tradisi wilayah yang berkaitan dengan perayaan Tahun Baru
Cina sangat beragam. Namun secara umum berisi perjamuan makan malam pada malam
Tahun Baru, serta penyulutan kembang api. Lampion merah digantung selama
perayaan Tahun Baru Imlek sebagai makna keberuntungan. Selama perayaan tahun
baru orang-orang memberi selamat satu sama lain dengan kalimat: “Gōngxî fācái”
yang artinya “selamat dan semoga banyak rejeki”.
Tahun
Baru Imlek dirayakan oleh orang Tionghoa di Daratan Tiongkok, Korea, Mongolia,
Nepal, Bhutan, Vietnam, Jepang (sebelum 1873 M), Hong Kong, Macau, Taiwan,
Singapura, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan tempat-tempat lain yang berpenduduk yang berasal dari keturunan Cina.
Perayaan
Tahun Baru Bangsa Persia
Orang
Persia menamakan perayaan tahun baru mereka dengan nama Norouz. Norouz adalah perayaan
(hari pertama) musim semi dan awal Kalender Persia. Orang Persia
punya Kalender Persia yang didasarkan dari musim dan pergerakan matahari.
Kata ”norouz” berasal dari bahasa Avesta yang berarti “hari baru”. Oleh
bangsa Persia, hari ini dirayakan pada tanggal 21 Maret jika memakai
Kalender Gregorian.
Sejak
Kekaisaran Dinasti Arsacid atau Parthian, yang memerintah Iran pada 248 SM - 224 M,
Norouz dijadikan hari libur. Mereka merayakannya dengan mempersembahkan hadiah
telur sebagai lambang produktivitas.
Perayaan
ini dilakukan oleh orang-orang yang terpengaruh Zoroastirianisme yang tersebar di
Iran, Iraq, Afghanistan, Kazakhstan,
Kyrgyzstan, Uzbekistan, Kurdistan, Pakistan, Kashmir, beberapa tempat di India,
Syria, Kurdi, Turki, Armenia, Caucasus, Crimea, Georgia,
Azerbaijan, Macedonia, Bosnia, Kosovo, dan Albania.
Perayaan
Tahun Baru Bangsa Romawi Kuno
Sejak
Abad ke-7 SM bangsa Romawi Kuno telah memiliki kalender tradisional. Namun
kalender ini sangat kacau dan mengalami beberapa kali revisi. Sistem kalendar
ini dibuat berdasarkan pengamatan terhadap munculnya bulan dan matahari, dan
menempatkan bulan Martius (Maret) sebagai awal tahunnya.
Pada
tahun 45 SM Kaisar Julius Caesar mengganti kalender tradisional ini dengan
Kalender Julian. Urutan bulan menjadi: 1) Januarius, 2) Februarius, 3) Martius,
4) Aprilis, 5) Maius, 6) Junius, 7) Quintilis, 8) Sextilis, 9) September, 10)
October, 11) November, 12) December. Di tahun 44 SM, Julius Caesar mengubah nama
bulan “Quintilis” dengan namanya, yaitu “Julius” (Juli). Sementara pengganti
Julius Caesar, yaitu Kaisar Augustus, mengganti nama bulan “Sextilis” dengan
nama bulan “Agustus”. Sehingga setelah Junius, masuk Julius, kemudian Agustus.
Kalender Julian ini kemudian digunakan secara resmi di seluruh Eropa hingga
tahun 1582 M ketika muncul Kalender Gregorian.
Januarius
(Januari) dipilih sebagai bulan pertama, karena dua alasan. Pertama, diambil
dari nama dewa Romawi “Janus” yaitu dewa bermuka dua ini, satu muka menghadap
ke depan dan yang satu lagi menghadap ke belakang. Dewa Janus adalah dewa
penjaga gerbang Olympus. Sehingga diartikan sebagai gerbang menuju tahun yang
baru. Kedua, karena 1 Januari jatuh pada puncak musim dingin. Di saat itu
biasanya pemilihan consul diadakan, karena semua aktivitas umumnya libur dan semua
anggota Senat dapat berkumpul untuk memilih Konsul. Di bulan Februari konsul
yang terpilih dapat diberkati dalam upacara menyambut musim semi yang artinya
menyambut hal yang baru. Sejak saat itu Tahun Baru orang Romawi tidak lagi
dirayakan pada 1 Maret, tapi pada 1 Januari. Tahun Baru 1 Januari pertama kali
dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM.
Orang
Romawi merayakan Tahun Baru dengan cara saling memberikan hadiah potongan dahan
pohon suci. Belakangan, mereka saling memberikan kacang atau koin lapis emas
dengan gambar Dewa Janus. Mereka juga mempersembahkan hadiah kepada kaisar.
Perayaan
Tahun Baru Umat Kristen
Sejak
Konstantinus yang Agung menduduki tahta Kaisar Romawi tahun 312 M, Kristen
menjadi agama yang legal di Kekaisaran Romawi Kuno. Bahkan tanggal 27 Februari
380 M Kaisar Theodosius mengeluarkan sebuah maklumat, De Fide Catolica, di Tesalonika,
yang dipublikasikan di Konstantinopel, yang menyatakan bahwa Kristen sebagai
agama negara Kekaisaran Romawi Kuno. Di Abad-abab Pertengahan (middle ages), abad ke-5 M hingga abad
ke-15 M, Kristen memegang peranan dominan di Kekaisaran Romawi hingga ke
negara-negara Eropa lainnya.
Berdasarkan
keputusan Konsili Tours tahun 567 M umat Kristen ikut merayakan Tahun Baru dan
mereka mengadakan puasa khusus serta ekaristi. Kebanyakan negara-negara Eropa
menggunakan tanggal 25 Maret, yakni hari raya umat Kristen yang disebut Hari Kenaikan
Tuhan, sebagai awal tahun yang baru.
Umat
Kristen menggunakan Kalender yang dinamakan Kalender Masehi. Mereka menggunakan
penghitungan tahun dan bulan Kalender Julian, namun menetapkan tahun kelahiran
Yesus atau Isa sebagai tahun permulaan (tahun 1 Masehi), walaupun
sejarah menempatkan kelahiran Yesus sebenarnya pada waktu antara tahun 6 dan 4
SM.
Setelah
meninggalkan Abad-abad Pertengahan, pada tahun 1582 M Kalender Julian diganti
dengan Kalender Gregorian. Dinamakan Gregorian karena Dekrit rekomendasinya dikeluarkan
oleh Paus Gregorius XIII. Dekrit ini disahkan pada tanggal 24 Februari
1582 M. Isinya antara lain tentang koreksi daur tahun kabisat dan pengurangan
10 hari dari kalender Julian. Sehingga setelah tanggal 4 Oktober 1582 M Kalender
Julian, esoknya adalah tanggal 15 Oktober 1582 M Kalender Gregorian. Tanggal 5
hingga 14 Oktober 1582 M tidak pernah ada dalam sejarah Kalender Gregorian. Sejak
saat itu, titik balik surya bisa kembali ditandai dengan tanggal 21 Maret tiap
tahun, dan tabel bulan purnama yang baru disahkan untuk menentukan perayaan
Paskah di seluruh dunia.
Pada
mulanya kaum protestant tidak menyetujui reformasi Gregorian ini. Baru pada
abad berikutnya kalender itu diikuti. Dalam tubuh Katolik sendiri, kalangan
gereja ortodox juga bersikeras untuk tetap mengikuti Kalender Julian sehingga
perayaan Natal dan Tahun Baru mereka berbeda dengan gereja Katolik
Roma.
Pada tahun
1582 M Paus Gregorius XIII juga mengubah Perayaan Tahun Baru Umat Kristen dari
tanggal 25 Maret menjadi 1 Januari. Hingga kini, Umat Kristen di seluruh dunia
merayakan Tahun Baru mereka pada tanggal 1 Januari.
Perayaan
Tahun Baru Umat Islam
Tidak
seperti bangsa dan umat terdahulu, Islam tidak merayakan tahun baru. Rasulullah
Muhammad saw bahkan melarang meniru (tasyabbuh) budaya bangsa dan umat
sebelum datangnya Islam seperti Umat Yahudi, Bangsa Romawi, Bangsa Persia, dan
Umat Nasrani yang merayakan Tahun Baru mereka. Rasulullah saw bersabda: Man tasyabbaHa bi qaumin faHuwa minHum. Artinya:
Siapa saja yang menyerupai suatu kaum (bangsa) maka dia termasuk salah seorang
dari mereka. (HR
Abu Dawud, Ahmad, dan Tirmidzi)
Dan
khusus tentang hari raya, Rasulullah saw
membatasi hari raya umat Islam hanya pada Idul Adhha dan Idul Fithri, lain itu
tidak. Rasulullah saw bersabda: Kullu ummatin īdan. Wa hādzihi īdunā: īdul adhhā
dan īdul fithri. Artinya: Setiap ummat punya hari
raya. Dan inilah hari raya kita: Idul Adhha dan Idul Fithri.
Ketika
Rasulullah saw masih hidup (570 M– 632 M), Umat Islam menggunakan sistem
penanggalan Arab pra-Islam. Sistem kalender ini berbasis campuran antara bulan (qomariyah) dan matahari (syamsiyah).
Setelah Khilafah Islam
berhasil menaklukkan Kekaisaran Persia untuk selamanya dan membebaskan Wilayah
Syam dari Kekaisaran Romawi Timur, pada tahun 17 H atau bertepatan dengan tahun 638 M,
di masa pemerintahan Amirul Mu’minin ‘Umar bin Khaththab ra diresmikanlah penggunaan Kalender Hijriyah. Baca juga blog ini
dengan tajuk Pergantian Tahun Syamsiyah.
Dinamakan Kalender Hijriyah karena ‘Umar menetapkan awal patokan penanggalan
Islam ini adalah tahun hijrahnya Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah pada
tahun 622 M. Hijrahnya Rasulullah saw
tersebut adalah pertolongan Allah yang membuat perubahan besar pada
perkembangan Islam. Sejak hijrah ke Madinah mulailah terbentuk Negara Islam yang
warganya terdiri Umat Islam, Umat Yahudi, dan Pagan Badui.
Kalender
Hijriyah dihitung dengan pergerakan bulan (Tahun Qomariyah). Penentuan awal
bulan (new moon)
ditandai dengan munculnya penampakan Bulan Sabit pertama kali (hilal) setelah bulan baru
(konjungsi atau ijtima’). Setahun
terdiri dari 12 bulan: Muharram, Safar, Rabiul Awal, Rabiul Akhir, Jumadil
Awal, Jumadil Akhir, Rajab, Sya’ban, Ramadhan, Syawal, Dzulkaidah, Dzulhijjah.
Satu minggu terdiri dari 7 hari yaitu: al-Ahad (Minggu), al-Itsnayn (Senin),ats-Tsalātsa’ (Selasa), al-Arba’ā (Rabu), al-Jumu’ah (Jumat), dan as-Sabat (Sabtu). Ketika melakukan perjalanan ke Syam,
Amirul Mu’minin Umar bin Khaththab ra
sempat membandingkan kalendar Hijriyah dengan kalendar-kalendar Persia dan
Romawi. Umar berkesimpulan bahwa kalendar Hijriyah lebih baik. Sebagai contoh
kalau Umat Nashrani merayakan Natal maka negara-negara yang berpenduduk
Nashrani bagian Utara merayakan Natal-nya musim dingin. Maka lahirlah lagu
White Christmas (karena umumnya musim dingin adalah musim salju), sementara
belahan dunia bagian Selatan seperti Australia selalu musim panas dan ini
berarti tidak White Christmas. Semisal Umat Islam mengikuti Kalender Gregorian
(Syamsiyah, peredaran matahari). Maka kalau jatuh puasa bulan Desember sebulan
penuh dibelahan dunia bagian Utara selalu setiap harinya berpuasa antara 8
sampai 11 jam sepanjang tahun kalender. Sementara bumi bagian selatan selalu
sepanjang tahun kalendar akan berpuasa antara 14 sampai 17 jam. Berlainan
tahun Hijriah yang dihitung berdasarkan penanggalan Bulan (Qomariyah, Hijriah)
yang kurang 11 hari dari penganggalan Matahari (Syamsiyah, Gregorian) akan
mendapati bulan puasa setiap 4 musim yang ada di negeri-negeri yang
terletak 23,5 derajat dilintang Utara dan 23,5 derajat dilintang Selatan silih berganti lamanya berpuasa. Suatu waktu belahan Utara lama berpuasanya panjang dibandingkan waktu belahan Selatan. Sebaliknya, suatu waktu belahan Utara lama berpuasanya pendek dibanding belahan Selatan. Jadi sama adilnya antara belahan Utara dan Belahan Selatan.
Walaupun
Kalender Hijriyah telah dipakai resmi di masa pemerintahan Amirul Mu’minin Umar
bin Khaththab ra, namun para sahabat
di masa itu tidak berpikir untuk merayakan 1 Muharram (awal tahun Hijriyah)
sebagai Perayaan Tahun Baru Islam. Mereka berkonsentrasi penuh untuk
mengokohkan penegakkan syariat Islam dan mengemban risalah Islam ke seluruh
dunia. Mereka tidak pernah berpikir untuk mengadakan perayaan yang tidak
disyariatkan oleh Islam dan tidak dilakukan oleh Rasululah saw. Yang demikian itu terus berlanjut pada masa kekhilafahan Bani
Umayyah dan sebagian besar masa Kekhilafahan Bani Abbasiyah. Bahkan hingga masa
negara Buwaihiyah, negara Syi’ah yang memisahkan diri dari daulah Islamiyah
Abbasiyah, negara Syi’ah ini pun tidak pernah berpikir untuk menambah-nambah
perayaan yang tidak diteladankan Rasulullah saw.
Karena
memuliakan Islam bukan dengan cara membuat perayaan tahun baru Hijriyah, tetapi
dengan mengikuti Sunnah Nabi, berpegang teguh pada ajaran-ajarannya, dan
menjadikannya dasar hukum dan petunjuk untuk menjalani kehidupan.
Sayangnya,
pada abad ke-4 H kaum Syiah kelompok al-‘Ubadiyyun dari sekte Ismailiyah yang
lebih dikenal dengan kaum Fathimiyun membuat hari raya tahun baru Hijriyah.
Kelompok ini mendirikan negara di Mesir yang terpisah dari Khilafah Abbasiyah
yang berpusat di Baghdad. Mereka ingin meniru apa yang ada pada umat Nasrani
yang merayakan tahun baru mereka. Maka benarlah sabda Rasulullah saw
Akan datang suatu masa dimana
kalian akan mengikuti cara hidup bangsa-bangsa sebelum kalian. Sejengkal demi
sejengkal sehasta demi sehasta. Sampai ketika mereka masuk ke lubang biawak,
kalian pun ikut memasukinya. Para sahabat bertanya, “Apakah mereka kaum Yahudi
dan Nasrani?” Rasulullah menjawab, “Kalau bukan mereka, siapa lagi?” Dalam
hadits lain: Para sahabat bertanya, “Apakah
mereka Romawi dan Persia?” Rasulullah menjawab, “Kalau bukan mereka, siapa
lagi?”
Kalau tidak tahu sejarahnya maka Tahun Baru Hijriyah dalam kalender Hijriah sebagian ada yang merayakan setiap
tanggal 1 Muharam ikut-ikutan merayakan Tahun Baru Hijriyah. Malah ikut-ikutan
pula merayakan Tahun Baru Masehi tanggal 1 Januari kalender Gregorian.
Perayaan
Tahun Baru Sekuler
Mengikuti
budaya Romawi dan Kristen, di Era Sekuler negara-negara Barat merayakan Tahun
Baru tanggal 1 Januari. Tahun 1752 Inggris dan koloni-koloninya di Amerika
Serikat ikut menggunakan sistem penanggalan kalender Gregorian.
Di
Inggris, Untuk merayakan Tahun Baru para suami memberi uang kepada para istri
mereka untuk membeli bros sederhana (pin). Banyak orang-orang koloni di New
England, Amerika, yang merayakan tahun baru dengan menembakkan senapan ke udara
dan teriak, sementara yang lain mengikuti perayaan di gereja atau pesta
terbuka.
Di
Amerika serikat, Tahun Baru dijadikan sebagai hari libur umum nasional untuk
semua warga Amerika. Perayaan dilakukan malam sebelum tahun baru, pada tanggal
31 Desember. Orang-orang pergi ke pesta atau menonton program televisi dari
Times Square di jantung kota New York, dimana banyak orang berkumpul. Pada saat
lonceng tengah malam berbunyi, sirene dibunyikan, kembang api diledakkan,
orang-orang meneriakkan “Selamat Tahun Baru” dan menyanyikan Auld Lang Syne.
Esok harinya, tanggal 1 Januari, orang-orang Amerika mengunjungi sanak-saudara
dan teman-teman atau nonton televisi yang berisi Parade Bunga Tournament of
Roses sebelum lomba-lomba football
Amerika dilangsungkan di berbagai kota di Amerika.
Namun
pada umumnya Perayaan Malam Tahun Baru 1 Januari dirayakan dengan pesta pora
dengan minuman keras yang memabukkan, dan pada malam itu adalah malam yang berpotensi
berbahaya bagi keselamatan hidup bagi kendaraan yang lain, pejalan kaki, ulah drunk driver (pengemudi mabuk).
Demikianlah waktu selalu berjalan dan
berlalu. Sebentar lagi akan segera ada penggantian waktu dari tahun 2015 ke
tahun 2016. Yang penting dalam saat pergantiannya, selalu perhatikan
'peringatan' Allah Azza wa Jalla kepada segenap umat manusia serta
merenungkannya. Bahwa pergantian waktu ini sebagai tanda waktu yang lalu itu
telah digunakan. Dengan itu apakah penggunaannya telah dilakukan untuk
melaksanakan amalan kebajikan dan beriman kepada-Nya? Begitu pula untuk kedepannya. Peringatan-Nya itu adalah
sebagaimana yang disebutkan dalam firman-Nya dalam surat Al-‘Ashr ayat 1 sampai
ayat 3: ● Demi Masa (Waktu). ● Sungguh manusia berada dalam kerugian. ● Kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, serta saling menasihati
untuk kebenaran, dan saling menasihati untuk kesabaran. □ AFM
Sumber
Bacaan:
1.
100 Tokoh Paling Berpengaruh Sepanjang Masa.
Michael H. Hart. Karisma Publishing Group
2.
Umar bin Khaththab. Muhammad Husain Haekal.
Litera Antar Nusa.
3.
Engkaulah Rasul Panutan Kami. Abdurrahman
al-Baghdadiy. Al-Azhar Press.
4.
Wikipedia.org
5.
Situs Pusat Informasi Kedutaan Amerika
6.
Kamus Sejarah Gereja. F.D. Wellem. BPK Gunung
Mulia
Sumber:
http://eko-sg.blogspot.com/2011/12/sejarah-perayaan-tahun-baru.html
https://www.facebook.com/notes/mengenal-ajaran-islam-lebih-dekat/nasehat-bagi-muslim-10-kerusakan-dalam-perayaan-tahun-baru/10150446166606650/