Tuesday, September 6, 2016

Astronomi Islam Menguak Rahasia Langit






ASTRONOMI ISLAM
MENGUAK RAHASIA LANGIT
Oleh: A. Faisal Marzuki


Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantuan malam dan siang terdapat tanda-tanda (clue, isyarat, fenomena alam semesta dari Allah Maha Pencipta) bagi Ulil Albab (bagi orang yang berakal, ahli astronomi, ahli ilmu falaq). [QS Āli ‘Imrān 3:190]


PENDAHULUAN

S
ebagai salah satu ilmu pengetahuan tertua dalam peradaban manusia, astronomi kerap dijuluki sebagai 'ratu sains'. Astronomi memang menempati posisi yang terbilang istimewa dalam kehidupan manusia.  Sejak dulu, manusia begitu terkagum-kagum ketika memandang kerlip bintang dan pesona benda-benda langit yang begitu luar biasa. Awalnya, manusia menganggap fenomena langit sebagai sesuatu yang magis.

Seiring berputarnya waktu dan zaman, manusia pun memanfaatkan keteraturan benda-benda yang mereka amati di angkasa untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti penanggalan. Dengan mengamati langit, manusia pun bisa menentukan waktu untuk pesta, upacara keagamaan, waktu untuk mulai menabur benih dan panen.

Jejak astronomi tertua ditemukan dalam peradaban bangsa Sumeria dan Babilonia yang tinggal di Mesopotamia pada masa 3500-3000 SM/BCE. Bangsa Sumeria hanya menerapkan bentuk-bentuk dasar astronomi. Pembagian lingkaran menjadi 360 derajat berasal dari bangsa Sumeria. Orang Sumeria juga sudah mengetahui gambaran konstelasi bintang sejak 3500 SM/BCE. Mereka menggambar pola-pola rasi bintang pada segel, vas, dan papan permainan. Nama rasi Aquarius yang dikenal saat ini berasal dari bangsa Sumeria.

Astronomi juga sudah dikenal masyarakat India kuno. Sekitar tahun 500 SM/BCE, Aryabhata melahirkan sistem matematika yang menempatkan bumi berputar pada porosnya. Aryabhata membuat perkiraan mengenai lingkaran dan diameter bumi. Brahmagupta (598-668) juga menulis teks astronomi yang berjudul Brahmasphutasiddhanta pada tahun 628. Dialah astronom pendahulu yang menggunakan aljabar untuk memecahkan masalah-masalah astronomi.

Masyarakat Cina kuno 4000 SM/BCE juga sudah mengenal astronomi. Awalnya, astronomi di Cina digunakan untuk mengatur waktu. Orang Cina menggunakan kalender lunisolar. Namun, karena perputaran matahari dan bulan berbeda, para ahli astronomi Cina sering menyiapkan kalender baru dan membuat observasi.

Bangsa Yunani kuno juga amat tertarik dengan astronomi. Adalah Thales yang mengawalinya pada abad ke-6 SM/BCE. Menurut dia, bumi itu berbentuk datar. Phytagoras sempat membantah pendapat itu dengan menyatakan bumi itu bulat. Dua abad berselang, Aristoteles melahirkan terobosan penting yang menegaskan menyatakan bahwa bumi itu bulat bundar.

Aristachus pada abad ke-3 SM/BCE sempat melontarkan pendapat bahwa bumi bukanlah pusat alam semesta. Teori itu tak mendapat tempat pada masa itu. Era astronomi klasik ditutup Hipparchus pada abad ke-1 SM/BCE yang melontarkan teori geosentris. Bumi itu diam dan dikelilingi oleh matahari, bulan, dan planet-planet yang lain. Sistem geosentris itu disempurnakan Ptolomeus pada abad ke-2.


ASTRONOMI ISLAM




S
etelah runtuhnya kebudayaan Yunani dan Romawi pada abad pertengahan, maka kiblat kemajuan ilmu astronomi berpindah ke bangsa Arab. Astronomi berkembang begitu pesat pada masa keemasan Islam di abad ke 8 sampai abad 15. Karya-karya astronomi Islam kebanyakan ditulis dalam bahasa Arab dan dikembangkan para ilmuwan di Timur Tengah, Afrika Utara, Spanyol dan Asia Tengah.

Salah satu bukti dan pengaruh astronomi Islam yang cukup signifikan adalah penamaan sejumlah bintang yang menggunakan bahasa Arab, seperti Aldebaran dan Altair, selanjurtnya Alnitak, Alnilam, Mintaka (tiga bintang terang di sabuk Orion), kemuadian Algol, Altair, dan Betelgeus, dst.*

Selain itu, astronomi Islam juga mewariskan beberapa istilah dalam ‘ratu sains’ itu yang hingga kini masih digunakan, seperti alhidade, azimuth, almucantar, almanac, denab, zenit, nadir, dan vega. Kumpulan tulisan astronomi Islam hingga kini masih tetap tersimpan dan jumlahnya mencapai 10 ribu manuskrip.

Ahli sejarah sains, Donald Routledge Hill, membagi sejarah astronomi Islam ke dalam empat periode sebagai berikut:

Periode Pertama: Periode ini berada antara tahun 700-825. Yaitu  masa asimilasi dan penyatuan awal dari astronomi Yunani, India dan Sassanid.

Periode Kedua: Periode ini berada antara tahun 825-1025. Yaitu  masa investigasi besar-besaran dan penerimaan serta modifikasi sistem Ptolomeus.

Periode Ketiga: Periode ini berada antara tahun 1025-1450. Yaitu  masa kemajuan sistem astronomi Islam.

Periode Keempat: Periode ini berada antara tahun 1450-1900, Yaitu  masa stagnasi, hanya sedikit kontribusi yang dihasilkan.

Geliat perkembangan astronomi di dunia Islam diawali dengan penerjemahan secara besar-besaran karya-karya astronomi dari Yunani serta India ke dalam bahasa Arab. Salah satu yang diterjemahkan adalah karya Ptolomeus yang termasyhur, Almagest. Berpusat di Baghdad, budaya keilmuan di dunia Islam pun tumbuh pesat.

Sejumlah, ahli astronomi Islam pun bermunculan, Nasiruddin At-Tusi berhasil memodifikasi model semesta episiklus Ptolomeus dengan prinsip-prinsip mekanika untuk menjaga keseragaman rotasi benda-benda langit. Selain itu, Al-Khawarizmi seorang ahli matematika dan astronomi, banyak membuat tabel-tabel untuk digunakan menentukan saat terjadinya bulan baru, terbit-terbenam matahari, bulan, planet, dan untuk prediksi gerhana.

Ahli astronomi lainnya, seperti Al-Batani banyak mengoreksi perhitungan Ptolomeus mengenai orbit bulan dan planet-planet tertentu. Dia membuktikan kemungkinan gerhana matahari tahunan dan menghitung secara lebih akurat sudut lintasan matahari terhadap bumi, perhitungan yang sangat akurat mengenai lamanya setahun matahari 365 hari, 5 jam, 46 menit dan 24 detik.

Astronom Islam juga merevisi orbit bulan dan planet-planet. Al-Batani mengusulkan teori baru untuk menentukan kondisi dapat terlihatnya bulan baru. Tak hanya itu, ia juga berhasil mengubah sistem perhitungan sebelumnya yang membagi satu hari ke dalam 60 bagian (jam) menjadi 12 bagian (12 jam), dan setelah ditambah 12 jam waktu malam sehingga berjumlah 24 jam.

Buku fenomenal karya Al-Batani pun diterjemahkan Barat. Buku "De Scienta Stelarum De Numeris Stellarum" itu kini masih disimpan di Vatikan. Tokoh-tokoh astronomi Eropa seperti Copernicus, Regiomantanus, Kepler dan Peubach tak mungkin mencapai sukses tanpa jasa Al-Batani. Copernicus dalam bukunya "De Revoltionibus Orbium Clestium" mengaku berutang budi pada Al-Batani.

Dunia astronomi juga tak bisa lepas dari bidang optik. Melalui bukunya, Mizan Al-Hikmah, Al-Haitham mengupas kerapatan atmosfer. Ia mengembangkan teori mengenai hubungan antara kerapatan atmosfer dan ketinggiannya. Hasil penelitiannya menyimpulkan ketinggian atmosfer akan homogen di ketinggian lima puluh mil.

Teori yang dikemukakan Ibn Al-Syatir tentang bumi mengelilingi matahari telah menginspirasi Copernicus. Akibatnya, Copernicus dimusuhi gereja dan dianggap pengikut setan. Demikian juga Galileo, yang merupakan pengikut Copernicus, secara resmi dikucilkan oleh Gereja Katolik dan dipaksa untuk bertobat, namun dia menolak.*

Menurut para ahli sejarah, kedekatan dunia Islam dengan dunia lama yang dipelajarinya menjadi faktor berkembangnya astronomi Islam. Selain itu, begitu banyak teks karya-karya ahli astronomi yang menggunakan bahasa Yunani Kuno, dan Persia yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab selama abad ke-9. Proses ini dipertinggi dengan toleransi terhadap sarjana dari agama lain. Sayang, dominasi itu tak bisa dipertahankan umat Islam.


Jejak Abadi di Kawah Bulan

Ilmuwan Islam begitu banyak memberi kontribusi bagi pengembangan dunia astronomi. Buah pikir dan hasil kerja keras para sarjana Islam di era tamadun itu diadopsi serta dikagumi para saintis Barat.

Inilah beberapa ahli astronomi Islam dan kontribusi yang telah disumbangkannya bagi pengembangan ‘ratu sains’ itu:


Al-Batani (858-929)

Sejumlah karya tentang astronomi terlahir dari buah pikirnya. Salah satu karyanya yang paling populer adalah Al-Zij Al-Sabi. Kitab itu sangat bernilai dan dijadikan rujukan para ahli astronomi Barat selama beberapa abad, selepas Al-Batani meninggal dunia.

Ia berhasil menentukan perkiraan awal bulan baru, perkiraan panjang matahari, dan mengoreksi hasil kerja Ptolemeus mengenai orbit bulan dan planet-planet tertentu. Al-Batani juga mengembangkan metode untuk menghitung gerakan dan orbit planet-planet. Ia memiliki peran yang utama dalam merenovasi astronomi menjadi modern (update) yang berkembang kemudian di Eropa.


Al-Sufi (903-986)

Orang Barat menyebutnya Azophi. Nama lengkapnya adalah Abdur Rahman Al-Sufi. Al-Sufi merupakan sarjana Islam yang mengembangkan astronomi terapan. Ia berkontribusi besar dalam menetapkan arah laluan bagi matahari, bulan, dan planet dan juga pergerakan matahari.

Dalam Kitab Al-Kawakib as-Sabitah Al-Musawwar, Azhopi menetapkan ciri-ciri bintang, memperbincangkan kedudukan bintang, jarak, dan warnanya. Ia juga ada menulis mengenai astrolabe (perkakas kuno yang biasa digunakan untuk mengukur kedudukan benda langit pada bola langit) dan seribu satu cara penggunaannya.


Al-Biruni (973-1050)



Ahli astronomi yang satu ini, turut memberi sumbangan dalam bidang astrologi pada zaman Renaissance. Ia telah menyatakan bahwa bumi berputar pada porosnya. Pada zaman itu, Al-Biruni juga telah memperkirakan ukuran bumi dan membetulkan arah kota Makkah secara saintifik dari berbagai arah di dunia. Dari 150 hasil buah pikirnya, 35 diantaranya didedikasikan untuk bidang astronomi.


Ibnu Yunus (950-1009)

Sebagai bentuk pengakuan dunia astronomi terhadap kiprahnya, namanya diabadikan pada sebuah kawah di permukaan bulan. Salah satu kawah di permukaan bulan ada yang dinamakan Ibnu Yunus. Ia menghabiskan masa hidupnya selama 30 tahun dari 977-1003 untuk memerhatikan benda-benda di angkasa. Dengan menggunakan astrolabe yang besar, hingga berdiameter 1,4 meter, Ibnu Yunus telah membuat lebih dari 10 ribu catatan mengenai kedudukan matahari sepanjang tahun.

Ibnu Yunus juga penemu Bandul (ayunan) yang berguna untuk mengetahui detik-detik waktu ketika sedang meneropong benda angkasa. Fungsi bandul ciptaannya hampir serupa dengan bandul pada jam dinding. Karya Ibnu Yunus ini telah dikenal 6 abad sebelum Galileo Galilei menemukan pendulum (1564-1642). Ia juga menemukan Rubu Berlubang (Gunners Quadrant), sebuah alat untuk mengukur gerakan bintang.


Al-Farghani

Nama lengkapnya Abul Abbas Ahmad ibnu Muhammad ibnu Kathir Al-Farghani. Ia merupakan salah seorang sarjana Islam dalam bidang astronomi yang amat dikagumi. Al-Farghani merupakan salah seorang ahli astronomi pada masa Khalifah Al-Ma'mun. Dia menulis mengenai astrolabe dan menerangkan mengenai teori matematik di balik penggunaan peralatan astronomi itu. Kitabnya yang paling populer adalah Fi Harakat Al-Samawiyah wa Jaamai Ilm al-Nujum tentang kosmologi.


Al-Zarqali (1029-1087)

Saintis Barat mengenalnya dengan panggilan Arzachel. Wajah Al-Zarqali diabadikan pada perangko di Spanyol, sebagai bentuk penghargaan atas sumbangannya terhadap penciptaan astrolabe yang lebih baik. Ia telah menciptakan jadwal Toledan dan juga merupakan seorang ahli yang menciptakan astrolabe yang lebih kompleks bernama Safiha.


Jabir Ibn Aflah (1100-1150)

Sejatinya Jabir Ibnu Aflah atau Geber adalah seorang ahli matematika Islam lahir di Seville, Al-Andalus (Spanyol Islam). Namun, Jabir pun ikut memberi warna dan kontribusi dalam pengembangan ilmu astronomi. Geber, begitu orang barat menyebutnya, adalah ilmuwan pertama yang menciptakan sfera cakrawala mudah dipindahkan untuk mengukur dan menerangkan mengenai pergerakan objek langit. Salah satu karyanya yang populer adalah Kitab Al-Hay'ah.*

Sejatinya observatorium pertama di dunia dibangun astronom Yunani bernama Hipparchus (150 SM/BCE). Namun, di mata ahli astronomi Muslim abad pertengahan, konsep observatorium yang dilahirkan Hipparcus itu jauh dari memadai.

Sebagai ajang pembuktian, para sarjana Muslim pun membangun observatorium yang lebih modern pada zamannya. Sejumlah astronom Muslim yang dipimpin Nasiruddin At-Tusi berhasil membangun observatorium astronomi di Maragha pada 1259. Observatorium itu dilengkapi perpustakaan dengan koleksi buku mencapai 400 ribu judul.
Observatorium Maragha juga telah melahirkan sejumlah astronom terkemuka seperti, Qulbuddin Al-Shirazy, Mu'ayyiddin Al-Urdy, Muiyiddin Al-Maghriby, dan banyak lagi.


Kegemilangan Observatorium Ulugh Beg

Ahli astronomi Barat, Kevin Krisciunas, dalam tulisannya berjudul "The Legacy of Ulugh Beg" mengungkapkan, observatorium termegah yang dibangun sarjana Muslim adalah Ulugh Beg. Observatorium itu dibangun seorang penguasa keturunan Mongol yang bertahta di Samarkand bernama Muhammad Taragai Ulugh Beg (1393-1449). Dia adalah seorang pejabat yang menaruh perhatian terhadap astronomi. "Ketertarikan dalam astronomi bermula, ketika dia mengunjungi Observatorium Maragha yang dibangun ahli astronomi Muslim terkemuka, Nasiruddin At-Tusi,'' tulis Krisciunas.

Geliat pengkajian astronomi di Samarkand mulai berlangsung pada tahun 1201. Namun, aktivitas astronomi yang sesungguhnya di wilayah kekuasaan Ulugh Beg mulai terjadi pada 1408. Ghirah astronomi di Samarkand mengalami puncaknya ketika Ulugh Beg mulai membangun observatorim pada 1420.

Menurut Krisciunas, berdasarkan laporan yang ditulis ahli astronomi pada saat itu, Al-Kashi, aktivitas pengkajian astronomi di Observatorium Ulugh Beg didukung oleh 70 sarjana. Para ahli astronomi itu mendapatkan perlakuan istimewa dengan fasilitas dan gaji yang luar biasa besarnya. Observatorium ini beroperasi selama 50 tahun.

Sayangnya, setelah Ulugh Beg meninggal, obeservatorium itu pun mengalami kehancuran. Sejumlah astronom telah lahir dari lembaga itu yakni, Giyath Al-Din Jamshid Al-Kushy, Qadizada Al-Rumy dan Ali Ibnu Muhammad Al-Qashji.

Observatorium yang terakhir milik Islam dibangun di Istanbul tahun 1577, di zaman kekuasaan Sultan Murad III (1574-1595) yang didirikan Taqiuddin Muhammad Ibnu Ma'ruf Al-Rashyd Al-Dimashqiy.


PENUTUP

D
emikianlah uraian riwayat keahlian dan kerja keras ilmuan Astronomi Muslim yang tersentuh jiwa mereka yang boleh jadi diambil dari dorongan dan termotivasi dari ayat sebagai berikut:

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantuan malam dan siang terdapat tanda-tanda (clue, isyarat, fenomena alam semesta dari Allah Maha Pencipta) bagi Ulil Albab (bagi orang yang berakal, ahli astronomi, ahli ilmu falaq). [QS Āli ‘Imrān 3:190]

Dengan itu mereka mempelajarinya dengan sungguh dunia Astronomi ini sehingga mempunyai sumbangan sangat berharga kepada perkembangan astronomi di dunia moderen saat ini. Dunia ilmu pengetahuan - science dengan para ahlinya sebagai contoh yang baik untuk menyatukan dunia yang telah  terkotak-kotak saat ini. Billāhit Taufiq wal Hidāyah. □ AFM


Sumber dan referensi:

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/02/13/lzc75l-astronomi-islam-menguak-rahasia-langit-1
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/02/13/lzc7gk-astronomi-islam-menguak-rahasia-langit-2
http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/02/13/lzc8lh-astronomi-islam-menguak-rahasia-langit-3
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/02/13/lzc952-astronomi-islam-menguak-rahasia-langit-4
http://ogetto.mywapblog.com/ibnu-yunus-ilmuwan-astronomi-penemu-pend.xhtml
https://en.wikipedia.org/wiki/Ibn_Yunus
dan sumber-sumber lainnya. □□□

Blog Archive