ASTRONOMI ISLAM
MENGUAK RAHASIA LANGIT
Oleh: A. Faisal Marzuki
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantuan
malam dan siang terdapat tanda-tanda (clue,
isyarat, fenomena alam semesta dari Allah Maha Pencipta) bagi Ulil Albab (bagi
orang yang berakal, ahli astronomi, ahli ilmu falaq).
[QS Āli ‘Imrān 3:190]
PENDAHULUAN
S
|
ebagai
salah satu ilmu pengetahuan tertua dalam peradaban manusia, astronomi kerap
dijuluki sebagai 'ratu sains'. Astronomi memang menempati posisi yang terbilang
istimewa dalam kehidupan manusia. Sejak
dulu, manusia begitu terkagum-kagum ketika memandang kerlip bintang dan pesona
benda-benda langit yang begitu luar biasa. Awalnya, manusia menganggap fenomena
langit sebagai sesuatu yang magis.
Seiring
berputarnya waktu dan zaman, manusia pun memanfaatkan keteraturan benda-benda
yang mereka amati di angkasa untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti
penanggalan. Dengan mengamati langit, manusia pun bisa menentukan waktu untuk
pesta, upacara keagamaan, waktu untuk mulai menabur benih dan panen.
Jejak
astronomi tertua ditemukan dalam peradaban bangsa Sumeria dan Babilonia yang
tinggal di Mesopotamia pada masa 3500-3000 SM/BCE. Bangsa Sumeria hanya
menerapkan bentuk-bentuk dasar astronomi. Pembagian lingkaran menjadi 360
derajat berasal dari bangsa Sumeria. Orang Sumeria juga sudah mengetahui
gambaran konstelasi bintang sejak 3500 SM/BCE. Mereka menggambar pola-pola rasi
bintang pada segel, vas, dan papan permainan. Nama rasi Aquarius yang dikenal
saat ini berasal dari bangsa Sumeria.
Astronomi
juga sudah dikenal masyarakat India kuno. Sekitar tahun 500 SM/BCE, Aryabhata
melahirkan sistem matematika yang menempatkan bumi berputar pada porosnya.
Aryabhata membuat perkiraan mengenai lingkaran dan diameter bumi. Brahmagupta
(598-668) juga menulis teks astronomi yang berjudul Brahmasphutasiddhanta pada tahun
628. Dialah astronom pendahulu yang menggunakan aljabar untuk memecahkan
masalah-masalah astronomi.
Masyarakat
Cina kuno 4000 SM/BCE juga sudah mengenal astronomi. Awalnya, astronomi di Cina
digunakan untuk mengatur waktu. Orang Cina menggunakan kalender lunisolar.
Namun, karena perputaran matahari dan bulan berbeda, para ahli astronomi Cina
sering menyiapkan kalender baru dan membuat observasi.
Bangsa
Yunani kuno juga amat tertarik dengan astronomi. Adalah Thales yang
mengawalinya pada abad ke-6 SM/BCE. Menurut dia, bumi itu berbentuk datar.
Phytagoras sempat membantah pendapat itu dengan menyatakan bumi itu bulat. Dua
abad berselang, Aristoteles melahirkan terobosan penting yang menegaskan
menyatakan bahwa bumi itu bulat bundar.
Aristachus
pada abad ke-3 SM/BCE sempat melontarkan pendapat bahwa bumi bukanlah pusat
alam semesta. Teori itu tak mendapat tempat pada masa itu. Era astronomi klasik
ditutup Hipparchus pada abad ke-1 SM/BCE yang melontarkan teori geosentris.
Bumi itu diam dan dikelilingi oleh matahari, bulan, dan planet-planet yang
lain. Sistem geosentris itu disempurnakan Ptolomeus pada abad ke-2.
ASTRONOMI ISLAM
S
|
etelah
runtuhnya kebudayaan Yunani dan Romawi pada abad pertengahan, maka kiblat
kemajuan ilmu astronomi berpindah ke bangsa Arab. Astronomi berkembang begitu
pesat pada masa keemasan Islam di abad ke 8 sampai abad 15. Karya-karya
astronomi Islam kebanyakan ditulis dalam bahasa Arab dan dikembangkan para
ilmuwan di Timur Tengah, Afrika Utara, Spanyol dan Asia Tengah.
Salah
satu bukti dan pengaruh astronomi Islam yang cukup signifikan adalah penamaan
sejumlah bintang yang menggunakan bahasa Arab, seperti Aldebaran dan Altair, selanjurtnya
Alnitak, Alnilam, Mintaka (tiga bintang terang di sabuk Orion), kemuadian Algol,
Altair, dan Betelgeus, dst.*
Selain
itu, astronomi Islam juga mewariskan beberapa istilah dalam ‘ratu sains’ itu
yang hingga kini masih digunakan, seperti alhidade, azimuth, almucantar,
almanac, denab, zenit, nadir, dan vega. Kumpulan tulisan astronomi Islam hingga
kini masih tetap tersimpan dan jumlahnya mencapai 10 ribu manuskrip.
Ahli
sejarah sains, Donald Routledge Hill, membagi sejarah astronomi Islam ke dalam
empat periode sebagai berikut:
Periode Pertama: Periode ini berada antara tahun 700-825.
Yaitu masa asimilasi dan penyatuan awal
dari astronomi Yunani, India dan Sassanid.
Periode Kedua: Periode ini berada antara tahun 825-1025.
Yaitu masa investigasi besar-besaran dan
penerimaan serta modifikasi sistem Ptolomeus.
Periode Ketiga: Periode ini berada antara tahun 1025-1450.
Yaitu masa kemajuan sistem astronomi
Islam.
Periode Keempat: Periode ini berada antara tahun 1450-1900,
Yaitu masa stagnasi, hanya sedikit kontribusi
yang dihasilkan.
Geliat
perkembangan astronomi di dunia Islam diawali dengan penerjemahan secara
besar-besaran karya-karya astronomi dari Yunani serta India ke dalam bahasa
Arab. Salah satu yang diterjemahkan adalah karya Ptolomeus yang termasyhur, Almagest. Berpusat di
Baghdad, budaya keilmuan di dunia Islam pun tumbuh pesat.
Sejumlah,
ahli astronomi Islam pun bermunculan, Nasiruddin At-Tusi berhasil memodifikasi
model semesta episiklus Ptolomeus dengan prinsip-prinsip mekanika untuk menjaga
keseragaman rotasi benda-benda langit. Selain itu, Al-Khawarizmi seorang ahli
matematika dan astronomi, banyak membuat tabel-tabel untuk digunakan menentukan
saat terjadinya bulan baru, terbit-terbenam matahari, bulan, planet, dan untuk
prediksi gerhana.
Ahli
astronomi lainnya, seperti Al-Batani banyak mengoreksi perhitungan Ptolomeus
mengenai orbit bulan dan planet-planet tertentu. Dia membuktikan kemungkinan
gerhana matahari tahunan dan menghitung secara lebih akurat sudut lintasan
matahari terhadap bumi, perhitungan yang sangat akurat mengenai lamanya setahun
matahari 365 hari, 5 jam, 46 menit dan 24 detik.
Astronom
Islam juga merevisi orbit bulan dan planet-planet. Al-Batani mengusulkan teori
baru untuk menentukan kondisi dapat terlihatnya bulan baru. Tak hanya itu, ia
juga berhasil mengubah sistem perhitungan sebelumnya yang membagi satu hari ke
dalam 60 bagian (jam) menjadi 12 bagian (12 jam), dan setelah ditambah 12 jam
waktu malam sehingga berjumlah 24 jam.
Buku
fenomenal karya Al-Batani pun diterjemahkan Barat. Buku "De Scienta
Stelarum De Numeris Stellarum" itu kini masih disimpan di Vatikan.
Tokoh-tokoh astronomi Eropa seperti Copernicus, Regiomantanus, Kepler dan
Peubach tak mungkin mencapai sukses tanpa jasa Al-Batani. Copernicus dalam
bukunya "De Revoltionibus Orbium Clestium" mengaku berutang budi pada
Al-Batani.
Dunia
astronomi juga tak bisa lepas dari bidang optik. Melalui bukunya, Mizan Al-Hikmah, Al-Haitham
mengupas kerapatan atmosfer. Ia mengembangkan teori mengenai hubungan antara
kerapatan atmosfer dan ketinggiannya. Hasil penelitiannya menyimpulkan
ketinggian atmosfer akan homogen di ketinggian lima puluh mil.
Teori
yang dikemukakan Ibn Al-Syatir tentang bumi mengelilingi matahari telah
menginspirasi Copernicus. Akibatnya, Copernicus dimusuhi gereja dan dianggap
pengikut setan. Demikian juga Galileo, yang merupakan pengikut Copernicus,
secara resmi dikucilkan oleh Gereja Katolik dan dipaksa untuk bertobat, namun
dia menolak.*
Menurut
para ahli sejarah, kedekatan dunia Islam dengan dunia lama yang dipelajarinya
menjadi faktor berkembangnya astronomi Islam. Selain itu, begitu banyak teks
karya-karya ahli astronomi yang menggunakan bahasa Yunani Kuno, dan Persia yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab selama abad ke-9. Proses ini dipertinggi
dengan toleransi terhadap sarjana dari agama lain. Sayang, dominasi itu tak
bisa dipertahankan umat Islam.
Jejak Abadi di Kawah Bulan
Ilmuwan Islam begitu banyak memberi kontribusi
bagi pengembangan dunia astronomi. Buah pikir dan hasil kerja keras para
sarjana Islam di era tamadun itu diadopsi serta dikagumi para saintis Barat.
Inilah beberapa ahli astronomi Islam dan
kontribusi yang telah disumbangkannya bagi pengembangan ‘ratu sains’ itu:
Al-Batani (858-929)
Sejumlah karya tentang astronomi terlahir dari
buah pikirnya. Salah satu karyanya yang paling populer adalah Al-Zij Al-Sabi. Kitab itu sangat
bernilai dan dijadikan rujukan para ahli astronomi Barat selama beberapa abad,
selepas Al-Batani meninggal dunia.
Ia berhasil menentukan perkiraan awal bulan
baru, perkiraan panjang matahari, dan mengoreksi hasil kerja Ptolemeus mengenai
orbit bulan dan planet-planet tertentu. Al-Batani juga mengembangkan metode
untuk menghitung gerakan dan orbit planet-planet. Ia memiliki peran yang utama
dalam merenovasi astronomi menjadi modern (update)
yang berkembang kemudian di Eropa.
Al-Sufi (903-986)
Orang Barat menyebutnya Azophi. Nama lengkapnya
adalah Abdur Rahman Al-Sufi. Al-Sufi merupakan sarjana Islam yang mengembangkan
astronomi terapan. Ia berkontribusi besar dalam menetapkan arah laluan bagi
matahari, bulan, dan planet dan juga pergerakan matahari.
Dalam Kitab Al-Kawakib
as-Sabitah Al-Musawwar, Azhopi menetapkan ciri-ciri bintang,
memperbincangkan kedudukan bintang, jarak, dan warnanya. Ia juga ada menulis
mengenai astrolabe
(perkakas kuno yang biasa digunakan untuk mengukur kedudukan benda langit pada
bola langit) dan seribu satu cara penggunaannya.
Al-Biruni (973-1050)
Ahli astronomi yang satu ini, turut memberi
sumbangan dalam bidang astrologi pada zaman Renaissance. Ia telah menyatakan
bahwa bumi berputar pada porosnya. Pada zaman itu, Al-Biruni juga telah
memperkirakan ukuran bumi dan membetulkan arah kota Makkah secara saintifik
dari berbagai arah di dunia. Dari 150 hasil buah pikirnya, 35 diantaranya
didedikasikan untuk bidang astronomi.
Ibnu Yunus (950-1009)
Sebagai bentuk pengakuan dunia astronomi
terhadap kiprahnya, namanya diabadikan pada sebuah kawah di permukaan bulan.
Salah satu kawah di permukaan bulan ada yang dinamakan Ibnu Yunus. Ia
menghabiskan masa hidupnya selama 30 tahun dari 977-1003 untuk memerhatikan
benda-benda di angkasa. Dengan menggunakan astrolabe yang besar, hingga
berdiameter 1,4 meter, Ibnu Yunus telah membuat lebih dari 10 ribu catatan
mengenai kedudukan matahari sepanjang tahun.
Ibnu Yunus juga penemu Bandul (ayunan) yang
berguna untuk mengetahui detik-detik waktu ketika sedang meneropong benda
angkasa. Fungsi bandul ciptaannya hampir serupa dengan bandul pada jam dinding.
Karya Ibnu Yunus ini telah dikenal 6 abad sebelum Galileo Galilei menemukan
pendulum (1564-1642). Ia juga menemukan Rubu Berlubang (Gunners Quadrant),
sebuah alat untuk mengukur gerakan bintang.
Al-Farghani
Nama lengkapnya Abul Abbas Ahmad ibnu Muhammad
ibnu Kathir Al-Farghani. Ia merupakan salah seorang sarjana Islam dalam bidang
astronomi yang amat dikagumi. Al-Farghani merupakan salah seorang ahli
astronomi pada masa Khalifah Al-Ma'mun. Dia menulis mengenai astrolabe dan
menerangkan mengenai teori matematik di balik penggunaan peralatan astronomi
itu. Kitabnya yang paling populer adalah Fi
Harakat Al-Samawiyah wa Jaamai Ilm al-Nujum tentang kosmologi.
Al-Zarqali (1029-1087)
Saintis Barat mengenalnya dengan panggilan
Arzachel. Wajah Al-Zarqali diabadikan pada perangko di Spanyol, sebagai bentuk
penghargaan atas sumbangannya terhadap penciptaan astrolabe yang lebih baik. Ia
telah menciptakan jadwal Toledan dan juga merupakan seorang ahli yang
menciptakan astrolabe yang lebih kompleks bernama Safiha.
Jabir Ibn Aflah (1100-1150)
Sejatinya Jabir Ibnu Aflah atau Geber adalah
seorang ahli matematika Islam lahir di Seville, Al-Andalus (Spanyol Islam).
Namun, Jabir pun ikut memberi warna dan kontribusi dalam pengembangan ilmu
astronomi. Geber, begitu orang barat menyebutnya, adalah ilmuwan pertama yang
menciptakan sfera cakrawala mudah dipindahkan untuk mengukur dan menerangkan
mengenai pergerakan objek langit. Salah satu karyanya yang populer adalah Kitab Al-Hay'ah.*
Sejatinya observatorium pertama di dunia
dibangun astronom Yunani bernama Hipparchus (150 SM/BCE). Namun, di mata ahli
astronomi Muslim abad pertengahan, konsep observatorium yang dilahirkan
Hipparcus itu jauh dari memadai.
Sebagai ajang pembuktian, para sarjana Muslim
pun membangun observatorium yang lebih modern pada zamannya. Sejumlah astronom
Muslim yang dipimpin Nasiruddin At-Tusi berhasil membangun observatorium
astronomi di Maragha pada 1259. Observatorium itu dilengkapi perpustakaan
dengan koleksi buku mencapai 400 ribu judul.
Observatorium Maragha juga telah melahirkan sejumlah astronom terkemuka seperti, Qulbuddin Al-Shirazy, Mu'ayyiddin Al-Urdy, Muiyiddin Al-Maghriby, dan banyak lagi.
Observatorium Maragha juga telah melahirkan sejumlah astronom terkemuka seperti, Qulbuddin Al-Shirazy, Mu'ayyiddin Al-Urdy, Muiyiddin Al-Maghriby, dan banyak lagi.
Kegemilangan Observatorium Ulugh Beg
Ahli
astronomi Barat, Kevin Krisciunas, dalam tulisannya berjudul "The Legacy
of Ulugh Beg" mengungkapkan, observatorium termegah yang dibangun sarjana
Muslim adalah Ulugh Beg. Observatorium itu dibangun seorang penguasa keturunan Mongol
yang bertahta di Samarkand bernama Muhammad Taragai Ulugh Beg (1393-1449). Dia
adalah seorang pejabat yang menaruh perhatian terhadap astronomi.
"Ketertarikan dalam astronomi bermula, ketika dia mengunjungi
Observatorium Maragha yang dibangun ahli astronomi Muslim terkemuka, Nasiruddin
At-Tusi,'' tulis Krisciunas.
Geliat
pengkajian astronomi di Samarkand mulai berlangsung pada tahun 1201. Namun,
aktivitas astronomi yang sesungguhnya di wilayah kekuasaan Ulugh Beg mulai
terjadi pada 1408. Ghirah astronomi di Samarkand mengalami puncaknya ketika
Ulugh Beg mulai membangun observatorim pada 1420.
Menurut
Krisciunas, berdasarkan laporan yang ditulis ahli astronomi pada saat itu,
Al-Kashi, aktivitas pengkajian astronomi di Observatorium Ulugh Beg didukung
oleh 70 sarjana. Para ahli astronomi itu mendapatkan perlakuan istimewa dengan
fasilitas dan gaji yang luar biasa besarnya. Observatorium ini beroperasi
selama 50 tahun.
Sayangnya,
setelah Ulugh Beg meninggal, obeservatorium itu pun mengalami kehancuran. Sejumlah
astronom telah lahir dari lembaga itu yakni, Giyath Al-Din Jamshid Al-Kushy,
Qadizada Al-Rumy dan Ali Ibnu Muhammad Al-Qashji.
Observatorium
yang terakhir milik Islam dibangun di Istanbul tahun 1577, di zaman kekuasaan
Sultan Murad III (1574-1595) yang didirikan Taqiuddin Muhammad Ibnu Ma'ruf
Al-Rashyd Al-Dimashqiy.
PENUTUP
D
|
emikianlah
uraian riwayat keahlian dan kerja keras ilmuan Astronomi Muslim yang tersentuh
jiwa mereka yang boleh jadi diambil dari dorongan dan termotivasi dari ayat
sebagai berikut:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantuan
malam dan siang terdapat tanda-tanda (clue,
isyarat, fenomena alam semesta dari Allah Maha Pencipta) bagi Ulil Albab (bagi
orang yang berakal, ahli astronomi, ahli ilmu falaq).
[QS Āli ‘Imrān 3:190]
Dengan itu mereka mempelajarinya dengan sungguh
dunia Astronomi ini sehingga mempunyai sumbangan sangat berharga kepada perkembangan
astronomi di dunia moderen saat ini. Dunia ilmu pengetahuan - science dengan para ahlinya sebagai
contoh yang baik untuk menyatukan dunia yang telah terkotak-kotak saat ini. Billāhit Taufiq wal Hidāyah. □ AFM
Sumber dan referensi:
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/02/13/lzc75l-astronomi-islam-menguak-rahasia-langit-1
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/02/13/lzc7gk-astronomi-islam-menguak-rahasia-langit-2
http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/02/13/lzc8lh-astronomi-islam-menguak-rahasia-langit-3
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/02/13/lzc952-astronomi-islam-menguak-rahasia-langit-4
http://ogetto.mywapblog.com/ibnu-yunus-ilmuwan-astronomi-penemu-pend.xhtml
https://en.wikipedia.org/wiki/Ibn_Yunus
dan sumber-sumber lainnya. □□□