Membawa Kemajuan Peradaban Dunia, dan Akhirat
Pendahuluan
“It’s
better to be moralist rather than religious”. Lebih baik moralis daripada
religious. Itulah salah satu cara orang liberal-sekuler-humanis membunuh agama.
I
|
It’s better to be moralist rather than religious -
Lebih baik moralis daripada religious. Itulah salah satu cara orang
liberal-sekuler-humanis membunuh agama. Di Barat sana agama memang pernah
menjadi sumber fundamentalisme dan kekerasan, Baca juga ---klik--->SEJARAHSEKULARISME. Disini, di negeri-negeri Islam tidak. Tapi untuk bisa diberi cap
yang sama, agama direkayasa agar melakukan kekerasan. Ini misinya.
Caranya agama dihancurkan dari konsep dasarnya. Salah satunya adalah makna akhlaq. Yang sekuler berupaya mensekulerkan maknanya. Maka ber-akhlaq itu sama dengan bermoral. Yang liberal dan humanis berusaha menghapus konsepnya. Bagi mereka “Muslim tidak perlu ber-akhlaq, berbuat baik pada sesama itu lebih mulia”. Masalahnya apa bedanya moral dan akhlaq serta apa pula makna karakter dan etika itu?
Pengertian Akhlak
A
|
Akhlaq adalah kata jama’ dari kata khulq. Akar
katanya serumpun dengan khalaqa (menciptakan). Artinya adalah sifat jiwa yang
melekat (malakah) dalam diri
seseorang sesuai dengan asal mula diciptakannya - ahsanu taqwim - (QS 95:4). Allah Subhana Wa Ta'ala menyatakan
manusia diciptakan dalam sebaik-baik bentuk. Maksudnya, manusia
diciptakan dalam tampilan dan sosok fisikal yang sedemikian rupa memenuhi
standar dan syarat untuk bisa menjalani kehidupannya di dunia yang penuh
tantangan ini.
Alasannya jelas, jiwa manusia itu diciptakan Allah dengan fitrah-Nya (fitratallah alliti fatarannas alaiha). Maka ber-akhlaq adalah berpikir, berkehendak dan berperilaku sesuai dengan fitrah (nurani) nya.
Lalu mengapa manusia melawan fitrahnya? Karena kerja orang tua. Orang tua menanam benih kejahatan pada anaknya. Jika ia tanam benih kebaikan, maka sempurnakan fitrah anaknya.
Hadits Nabi ShalalLāhu ‘Alaihi Wasallam jelas, orang tua berkuasa membuat anaknya Muslim atau kafir. Agar fitrah manusia itu sempurna Allah menurunkan fitrah yang lain yaitu al-Qur’an. Ibn Taymiyyah menyebutnya fitrah munazzalah. Dengan al-Qur’an fitrah manusia akan berkembang sempurna.
Fitrah manusia yang berkembang mengikuti al-Qur’an adalah Nabi Muhammad. Karena itulah maka pribadinya menjadi teladan umatnya - wa innaka la’alā khuluqin ‘adzīm - sungguh, telah ada pada ‘diri’ Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, QS33:21. Jiwanya memancarkan cahaya. Perilakunya menjadi hukum dan tata etika. Nafasnya adalah dzikir yang berirama. Kalamnya meluncur penuh hikmah bijaksana.
Itulah makna kesimpulan Aisyah bahwa akhlaq Nabi adalah al-Qur’an (Khuluquhu al-Qur’an). Sebab jiwa Nabi tidak saja sesuai tapi tenggelam dalam samudera kebaikan dan kesempurnaan al-Qur’an.
Bagaimana al-Qur’an bisa menjadi akhlaq, bisa dijelaskan. Fakhruddin al-Razi. Misalnya, menulis buku Kitab al-Nafs wa al-Ruh, Fi ‘ilm al-Akhlaq. Didalamnya terdapat 32 pasal tentang akhlaq dan penyembuhan penyakitnya.
Jiwa manusia (nafs), misalnya, terbagi menjadi tiga tingkatan. Yang Pertama adalah mereka yang tenggelam dengan Nur Ilahi disebut al-Muqarrabun. Kedua adalah mereka yang berorientasi ke langit dan terkadang ke bumi untuk urusan dunianya yang dinamakan al-Muqtasidun atau golongan kanan (ashab al-yamin).
Terakhir, dan terendah adalah yang tenggelam dalam cengkeraman hawa nafsu dan kenikmatan jasmani, disebut al-Zalimun atau golongan kiri (Ashab al-Syimal). Ilmu untuk mencapai yang pertama adalah olah batin (riyadah ruhaniyah). Ilmu untuk mencapai yang kedua adalah ilmu akhlaq. Makna akhlaq dilacak dari sumber perilaku manusia yang berupa aql, ruh, nafs, qalb dan cara kerjanya.
Problematikanya
B
|
Berbeda dari akhlaq, istilah “moral” dalam
Oxford English Dictionary dan kamus-kamus lain diartikan sebagai perilaku
baik-buruk manusia. Prinsip-prinsipnya disebut etika atau filsafat moral.
Ketika moral menjadi semangat atau sikap masyarakat ia disebut “etos”. Itu
semua, termasuk baik buruk yang pastinya bersumber dari kesepakatan manusia (human convention).
Bahkan apa yang disebut “hukum moral” atau
dharma dalam agama Hindu juga berasal dari kebiasaan sosial. Maknanya moral dan
etika menjadi longgar. Jadi bermoral artinya berperilaku sesuai dengan aturan
masyarakat, yang tidak selalu bersifat ilahi dan religious.
Orang ber-akhlaq dalam arti yang benar pasti bermoral, tapi tidak semua yang bermoral itu ber-akhlaq. Pemimpin yang tidak zalim, pembela kaum lemah, tidak korup dan sebagainya, bisa dianggap bermoral. Tapi ia tidak berakhlaq jika ia seorang lesbi atau homo, pezina, korup, “peminum”, penjudi dan sebagainya. Saudagar kaya raya yang dermawan, zakatnya milyaran, pekerjanya ribuan, peran sosialnya lumayan, bisa dianggap bermoral tinggi. Tapi jika ia adalah pengusaha narkoba atau prostitusi, atau rentenir ia tidak ber-akhlaq.
Kini akhlaq juga diganti dengan istilah “karakter” (Yunani: kharakter). Character diartikan sebagai ciri yang membedakan seseorang karena kekuatan moral atau reputasi. Tapi character juga dimaknai sebagai sifat yang dimainkan seorang aktor dalam sebuah sandiwara, drama atau lakonan - tidak dengan sesungguhnya atau pencitraan saja.
Berkarakter baik bisa diartikan sebagai ber”peran” baik. Ia bukan sifat yang melekat erat dalam identitas diri. Bukan dorongan jiwa tapi dorongan masyarakat. Mungkin nampak sangat manusiawi, tapi tidak yang mesti berdimensi ilahi.
Maka berkarakter juga tidak mesti berakhlaq? Di masa lalu, misalnya, terdapat seorang gubernur yang dianggap berkarakter tinggi. Ia tegas, berdisiplin tinggi, konsisten, berwibawa dan berwawasan luas. Tapi ia membolehkan perjudian dan pelacuran menjadi sumber APBD. Siapapun menentangnya akan dicemooh. Ia berkarakter tapi tidak ber-akhlaq.
Tapi jika makna ber-akhlaq hanya dibatasi secara
sempit - seperti diuraikan diatas, maka ia akan sesempit makna moral.
Ber-akhlaq yang sempit hanya berpedoman halal-haram atau wajib-sunnah (yang berhubungan dengan Tuhan - hablum minAllah saja.
(Tapi lupa atau tidak dilaksanakannya) Hubungannya dengan Tuhan tidak disempurnakan dengan hubungan antar manusia (mu’amalah ma’annas).
Ibadahnya sempurna, pakaiannya sederhana, lidahnya fasih melantunkan ayat-ayatNya. Tapi, tindakan dan ucapannya menyakiti sesamanya atau orang-orang dibawahnya. Inilah makna ber-akhlaq yang salah. Maka jangan heran jika ada tokoh agama terjerumus skandal tahta, harta dan wanita.
Sebaliknya, bagi Muslim sekuler-liberal-humanis, standar halal-haram, wajib-sunnah ditinggalkan. Standar baik-buruk hanya dari kesepakatan manusia.
Akibatnya, meniru akhlaq Nabi pun menjadi aneh kalau tidak utopis. Berjanggut seperti Nabi kini dianggap seperti berpedang atau bersenjata. Menolak ajakan korupsi dianggap “sok suci”. Berdemo sambil bertakbir sama dengan “ngajak” perang. Menghukumi kesesatan dan kemaksiatan dianggap fundamentalis, teroris dan anti HAM. Berdakwah tidak boleh menggurui dan sebagainya.
Begitulah, karena sekularisme, liberalisme dan humanisme maka beragama menjadi tidak mudah, apalagi ber-akhlaq. Padahal Francis Fukyama mengingatkan bahwa ketahanan suatu bangsa tergantung pada keberagamaan masyarakat dan etikanya.
Dengan etika, katanya, ekonomi dan politik akan berfungsi dengan baik. Mungkin maksudnya akhlaq. Jauh sebelum itu ulama arif bijaksana juga telah mengingatkan “Bangsa-bangsa akan kekal jika masih ber-akhlaq. Jika hilang akhlaq-nya maka hilang pula bangsa itu.
Al-Qur’an lebih tegas lagi jika suatu bangsa itu bertaqwa maka akan diturunkan berkah dari langit, dan jika tidak lagi ber-akhlaq maka pasti dihancurkan oleh Allah.
Jadi sesungguhnya bangsa ini sedang dihancurkan. Bukan oleh kekuatan militer. Tapi oleh upaya penghancuran moral dan bahkan akhlaq pemimpinnya, anak mudanya, anggota DPR-nya, hakim-hakimnya dan cendekiawan Muslimnya dan sebagainya.
Kesimpulannya
D
|
Dengan Akhlak Islam (yang sesungguhnya) seperti
yang disebutkan itu membawa berkah kemajuan peradaban dunia melalui Sains dan
Teknologi yang dihasilkan oleh saintis (ilmuan) Islam (muslim) karena
kekompatibelannya (berdasar, bersumber) dengan (dari) dinul Islam (agama plus, the true religious). Sebaliknya Barat maju (dalam bentuk materi) dan berjaya kini karena telah
meninggalkan agama atau religious atau kekristenannya, lihat Sejarah Sekularisme.
Mark Zuckerberg pemilik Facebook - yang
mengantarkannya menjadi salah satu orang muda terkaya di dunia, sangat mengidolakan
ilmuwan Muslim Al-Khawarizmi karena (katanya:)tanpa Algoritma dan Aljabar, maka jangan
pernah bermimpi ada Facebook, Whats App, BBM, Line, games bahkan komputer.”
Mark benar dan jujur. Lalu, siapa Al-Khawarizmi?
Nama lengkapnya adalah Muhammad Ibn Musa Al-Khawarizmi, dilahirkan di
Uzbekistan(194 H/780 M) dan wafat di Baghdad(266 H/850 M). Dia adalah perintis
dalam ilmu matematika dan ilmu-ilmu pasti yang lain.
Al-Khawarizmi,
baca juga ---klik---> AL-KHWARIZMI Bapak Aljabar, adalah pelopor dalam
penggunaan angka nol dalam matematika yang dikenal dengan nama algoritma. Ia
menulis buku babon tentang matematika, yaitu “al-Kitab al-Mukhtasar fi Hisab
al-Jabar wa al-Muqabalah (Kompendium tentang Hitung Aljabar dan Persamaan,
tahun 825 M).
Eropa baru mengenalnya pada tahun 1140 M atas
jasa Robert Chester yang menerjemahkan kedalam bahasa Latin dengan judul ”Liber
Algebras et Almucabola”. Sampai saat ini, metode Al-Khawarizmi masih tetap
digunakan, yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan Algorism (urutan logis
pengambilan putusan untuk pemecah masalah).
Mengapa Algoritma menjadi penting? Ini karena
angka-angka Romawi, yang digunakan oleh bangsa-bangsa Eropa waktu itu tidak
punya angka nol, jadi tidak bisa dipakai untuk angka-angka persepuluhan atau
angka-angka di belakang koma. Angka Romawi juga tidak mungkin dilakukan
penjumlahan dari atas ke bawah, dan hanya bisa dilakukan dengan cara Algoritma.
Selain itu, Al-Khawarizmi juga yang mengenalkan
konsep Trigonometri yang terdiri dari sinus (sin), cosinus (cos), tangens
(tan), cotangens (cot), secan (sec) dan cosecan (cosec). Trigonometri adalah
nilai perbandingan yang didefinisikan pada koordinat segitiga siku-siku. Dia
juga menemukan rumus untuk memecahkan persamaan kuadrat.
Wal-hasil, dengan temuan Algoritma kita bisa
mengenal komputer, ATM, medsos bahkan sampai game yang ada di HP pintar yang
jamak dipakai oleh para penggunanya. Hanya dengan Algoritma semuanya
terpecahkan. Peradaban Romawi Kuno, peradaban Jepang, Tiongkok, Korea, bahkan
India tidak mengenal asas Algoritma itu. Maka, sesungguhnya, dunia berhutang budi
pada peradabaan Islam.
Tanpa Algoritma nggak kebayang bagaimana kita
akan menghitung uang yang trilyunan, misalnya. Juga, bagaimana kita bisa
menyelesaikan soal-soal deret hitung dan deret ukur, dan seterusnya.
Pengakuan Mark Zuckerberg kepada Al-Khawarizmi
merupakan penghargaan terhadap ilmuwan yang satu ini.
Penutup
D
|
Demikianlah tulisan Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi
tentang nilai akhlak sesungguhnya melebihi dari yang mirip-mirip darinya yang
sampai-sampai menyatakan “It’s better to
be moralist rather than religious” yang dalam konteks sejarah peradaban
Barat terjadi seperti itu, tapi tidak halnya dengan Islam.
Dan,
tulisan Herry M. Joesoef yang menuliskan kekaguman Mark Zuckerberg kepada ilmuan muslim, Al-Khawarizmi
yang telah meletakkan dasar-dasar Algoritma-nya sebagai sumber adanya komputer
dan smartphone. Dan berkembangnya Facebook, Whats App, BBM, Line, games.
Dengan
itu Akhlak Islam - yang mana Makna Akhlaq - mengandung unsur-unsur moral, etika, karakter, integritas, tanggung jawab dan taqwa), dengan itu psiko-motorik - koordinasi dari unsur-unsur aql, ruh, nafs, qalb dan cara kerjanya, akan menggerakkan "perilaku manusia" yang melahirkan kebaikan-kebaikan yang membangun peradaban manusia (bukan saja) di Dunia, (tapi juga dibalas kebaikan Surga) di Akhirat.
Jadi, dengan Akhlak Islam akan membawa kemajuan peradaban Islam dan dengan itu membawa
pula Peradaban Dunia yang maju dan berkembang seperti yang telah dicapai pada zaman keemasan Islam abad tengah, khususnya
Sains dan Teknologi seperti yang digambarkan oleh Mark Zuckerberg diatas itu,
baca juga ---klik---> KONTRIBUSI ISLAM BAGI KEMAJUAN PERADABAN DUNIA. Billahit Taufiq wal-Hidayah. □ AFM
Sumber:
https://forum.rumahilmu.or.id/discussion/149/makna-akhlaq-oleh-dr-hamid-fahmy-zarkasyi
https://www.islampos.com/ternyata-mark-zuckerberg-berguru-pada-al-khawarizmi-21811/
https://afaisalmarzuki.blogspot.com/2016/01/sejarah-sekularisme.html
https://afaisalmarzuki.blogspot.com/2015/11/al-khwarizmi-bapak-aljabar-1.html
https://afaisalmarzuki.blogspot.com/2017/02/kontribusi-islam-bagi-kemajuan.html□□