Friday, May 20, 2016

Hikmah Isra’ Mi’raj 1







ISRA’ - MI’RAJ (1)
Oleh: A. Faisal Marzuki


K
isah Isra’ Mi’raj dapat dibagi menjadi dua bagian. Pertama, perjalanan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam (saw) dari Masjidil Haram, Makkah ke Masjidil Aqsa, Al-Quds, القدس atau Ūrsālim,  أورسالم. Disebut juga Baitulmuqaddis atau Baitulmaqdis بيت المقدس atau Yerussalem.

Kedua, dan dari Masjidil Aqsa, ke Sidratul Muntaha batas tertinggi yang hanya dapat dicapai seorang makhluk, Muhammad saw. Kemudian kembali ke Makkah, perjalan mana memakan waktu satu malam. Kejadian ini merupakan salah satu peristiwa penting bagi umat Islam, karena pada peristiwa ini Nabi Muhammad saw mendapat perintah langsung dari Allah Subhāna Wa Ta’āla (swt) ketika berada di (langit) Sidratul Muntaha untuk Beliau saw dan umatnya menunaikan shalat lima waktu dalam sehari semalam.

Jadi, tidak seperti perintah-perintah lainnya yang melalui perantaraan Jibril as yang termaktub di Kitab Suci Al-Qur’an dan Hadits Qutsi. Peristiwa Mi’raj ini diabadikan dalam lafadz bacaan shalat ketika duduk diantara dua sujud di rakaat kedua dan rakaat yang terakhir yaitu:

Ketika Rasulullah saw “berjumpa” dengan Allah swt. Ketika itu, dengan penuh hormat Rasulullah saw bersabda, “Attahiyatul mubārakātush shalawatuth thayyibatulillāh” - “Segala kehormatan, keberkahan, shalawat (do’a-do’a, ibadah), dan kebaikan itu dari (kepunyaan) Allah”. Allah swt pun berfirman (sebagai jawabannya), “Assalamu’alaika ayyuhan nabiyu warahmatullāhi wabarakātuh” - “(Allah telah berkenan mengucapkan) Salam Sejahtera atas engkau, wahai Nabi, (dengan diserta pula memberi) rahmat Allah dan berkah-Nya”. Kemudian Rasullullah saw setelah itu berucap do’a memohon kepada-Nya  untuk umatnya: “Assalāmu ’alaynā wa ’alā ’ibādillāhish shālihīn” - “(Semoga Ya Allah memberi) Salam sejahtera (yang hamba Muhammad terima) ini dicurahkan pula atas kami dan hamba-hamba Allah yang shalih-shalih (hamba-hamba Allah yang beriman dan berbuat kebajikan)”.

Mendengar dan menyaksikan langsung percakapan ini, para Malaikat serentak mengumandangkan dua kalimah syahadat. Asyhadu a-lā ilāha illal-Lāh, wa asyhadu anna Muhammadan ’abduhu wa rasūluh- Aku bersaksi (akui) bahwa tiada Tuhan (yang patut disembah) selain Allah. Dan aku bersaksi (akui pula) bahwa Muhammad itu hamba-Nya dan Rasul-Nya (utusan-Nya).

Maka, dari ungkapan ucapan-ucapan Sabda Rasul, Firman Allah, dan ucapan para Malaikat yang bersejarah inilah kemudian menjadi bacaan yang diabadikan sebagai bagian dari bacaan shalat. Oleh karena itu banyak ulama menyebutkan bahwa shalatnya kaum Muslimin dalam saat mengerjaan shalat merupakan Mi’raj kaum Muslimin dalam menghadap-Nya ketika shalat dikerjakan.

Isra’ - Mi’raj merupakan dua cerita perjalanan yang berbeda. Isra’ merupakan kisah perjalanan Nabi Muhammad saw dari Masjidil Haram di Makkah Al-Mukarramah ke Masjidil Aqsa di Al-Quds (Yerussalem di Palestina) disebut Isra’. Sedangkan Mi’raj merupakan kisah perjalanan Nabi saw dari bumi (Masjidil Aqsa) naik ke langit ketujuh (yang paling tinggi) dan dilanjutkan ke Sidratul Muntaha (akhir penggapaian) untuk menerima perintah Shalat Lima Waktu di hadirat Allah swt.

Namun karena dua peristiwa ini terjadi pada waktu yang beruntun sambung maka disebutlah peristiwa Isra’ dan dilanjutkan Mi’raj. Selama perjalanan Nabi saw ditemani Malaikat Jibril as dengan menunggangi Buraq. Peristiwa Isra’ - Mi’raj terjadi dalam waktu singkat, yaitu hanya dalam satu malam.


Terjadinya Isra’ Mi’raj

Isra’ - Mi’raj terjadi pada periode akhir kenabian di Makkah sebelum Rasulullah saw hijrah ke Madinah. Menurut al-Maududi dan mayoritas ulama, Isra’ - Mi’raj terjadi pada tahun pertama sebelum hijrah, yaitu antara tahun 620-621. Menurut al-Allamah al-Manshurfuri, Isra Mi’raj terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian, dan inilah yang populer.

Namun demikian, Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri tidak sependapat dengan alasan karena Khadijah radhiyallahu anha (ra) meninggal pada bulan Ramadan tahun ke-10 kenabian, yaitu 2 bulan setelah bulan Rajab. Dan saat itu belum ada kewajiban shalat lima waktu. Al-Mubarakfuri menyebutkan 6 pendapat tentang waktu kejadian Isra’- Mi’raj. Tetapi tidak ada satupun yang pasti. Dengan demikian, tidak diketahui secara persis kapan tanggal terjadinya Isra’ - Mi’raj menurut Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri. Namun Isra Mi’raj terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian inilah yang popular sebagaimana dikatakan oleh al-Allamah al-Manshurfuri.

Peristiwa Isra’ - Mi’raj yang terbagi dalam 2 peristiwa yang berbeda, tapi bersambung. Dalam Isra’, Nabi Muhammad saw “diberangkatkan” oleh Allah swt dari Masjidil Haram hingga Masjidil Aqsa. Lalu dalam Mi’raj Nabi Muhammad saw dinaikkan ke langit sampai ke Sidratul Muntaha yang merupakan tempat tertinggi yang pernah di capai manusia. Di sini Beliau mendapat perintah langsung dari Allah swt untuk menunaikan shalat lima waktu.

Bagi umat Islam, peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang sangat berharga, karena ketika inilah shalat lima waktu diwajibkan bagi pemeluknya, dan tidak ada Nabi lain yang mendapat perjalanan sampai ke Sidratul Muntaha seperti ini. Walaupun begitu, sebelum peristiwa ini berbagai macam cobaan dilalui Rasullullah saw dalam mengalami beberapa peristiwa tragis, beruntun yang menyedihkan. Yaitu meninggal pamannya, Abi Thalib sebagi pengganti bapaknya yang telah meninggal selaku pelindungnya; peristiwa penganiayaan masyarakat Tha’if terhadap Beliau saw; dan wafat istri Beliau saw yang setia dan mencintainya, Khadijah ra.


Kisah Perjalanan Isra’ Mi’raj

Perjalanan dimulai Rasulullah saw mengendarai Buraq bersama Jibril ‘alaihis salam (as). Jibril berkata, “Turunlah dan kerjakan shalat”. Rasulullah saw pun turun. Jibril berkata, “Dimanakah engkau sekarang?” “Tidak tahu”, kata Rasululullah saw. “Engkau berada di Madinah, disanalah engkau akan berhijrah”, kata Jibril.

Selanjutnya, perjalanan dilanjutkan ke Syajar Musa (Masyan) tempat penghentian Nabi Musa as ketika lari dari Mesir, kemudian kembali ke Tunisia tempat Nabi Musa as menerima wahyu, lalu ke Baitullahmi (Betlehem) tempat kelahiran Nabi Isa as. Kemudian terjadilah peristiwa pembelahan dada Nabi Muhammad untuk disucikan dengan air Zamzam oleh Malaikat Jibril as di samping Ka’bah sebelum berangkat ke Masjidil Aqsha di al-Quds, Palestina  sebagai kiblat Nabi-Nabi terdahulu.

Sesampainya di Al-Quds, Jibril as menurunkan Rasulullah saw dan menambatkan kendaraannya. Setelah Rasululullah saw memasuki Masjid ternyata telah menunggu Para Nabi dan Rasul. Rasulululah saw bertanya: “Siapakah mereka?” “Saudaramu para Nabi dan Rasul”.

Nabi Muhammad saw kemudian menjadi imam bagi Nabi-Nabi terdahulu ketika melaksanakan shalat sunnah dua rakaat di Masjidil Aqsa. Jibril as membawa dua gelas minumam berisi susu dan arak, Nabi saw memilih susu sebagai isyarat bahwa umat Islam tidak akan tersesat.

Kemudian Jibril as membimbing Rasul saw ke sebuah batu besar, tiba-tiba Rasululullah saw melihat tangga yang sangat indah, pangkalnya di Maqdis dan ujungnya menyentuh langit. Kemudian Rasulullah saw bersama Jibril naik tangga itu menuju kelangit tujuh dan ke Sidratul Muntaha.

“Dan sesungguhnya nabi Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, yaitu di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada Surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak pula melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.” [QS An-Najm 53:13-18].

Di langit pertama Muhammad saw bertemu dengan Nabi Adam as, di langit kedua bertemu dengan Nabi Isa as dan Yahya as, di langit ketiga bertemu dengan Nabi Yusuf as, di langit keempat bertemu dengan Nabi Idris as, di langit keenam bertemu dengan Nabi Musa as dan di langit ketujuh bertemu dengan Nabi Ibrahim as.

Dari Sa’id bin Al Musayyib, dari Abu Hurairah ra, ia berkata bahwa Nabi saw bersabda yang artinya: “Ketika aku diisra’kan (diperjalankan), aku bertemu Musa as.” Lalu Nabi saw mensifatinya dengan mengatakan bahwa ia adalah pria yang tidak gemuk yang berambut antara lurus dan keriting serta terlihat begitu gagah.

Nabi saw bersabda yang artinya, “Aku pun bertemu ‘Isa.” Lalu beliau mensifati ‘Isa bahwa ia adalah pria yang tidak terlalu tinggi, tidak terlalu pendek dan kulitnya kemerahan seakan baru keluar dari kamar mandi.

Nabi saw bersabda yang artinya, “Aku pun bertemu Ibrahim -shalawatullah ‘alaih- dan aku adalah keturunan Ibrahim yang paling mirip dengannya. Aku pun datang dengan membawa dua wadah. Salah satunya berisi susu dan yang lainnya khamr (arak, minuman keras). Lantas ada yang mengatakan padaku, “Ambillah mana yang engkau suka.” Aku pun memilih susu, lalu aku meminumnya.” Ia pun berkata, “Engkau benar-benar berada dalam fithrah. Seandainya yang kau ambil adalah khamr, tentu umatmu pun akan ikut sesat.” [HR Muslim no. 168]

"Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." [QS Al-Isrā’ 17:1]

Selanjutnya Rasulullah saw melanjutkan perjalanan menghadap Allah swt tanpa ditemani Jibril as. Rasulullah saw membaca yang artinya: “Segala penghormatan adalah milik Allah swt, segala Rahmat dan kebaikan”.

Allah swt berfirman yang artinya: “Keselamatan bagimu wahai Nabi, Rahmat dan berkahnya“.

Rasul membaca lagi yang artinya: “Keselamatan semoga bagi kami dan hamba-hamba Allah yang shaleh.”

Berfirman Allah swt yang artinya: “Hai Muhammad Aku mengambilmu sebagai kekasih sebagaimana Aku telah mengambil Ibrahim sebagai kesayangan dan Akupun memberi firman kepadamu seperti firman kepada Musa. Akupun menjadikan umatmu sebagai umat yang terbaik yang pernah dikeluarkan pada manusia, dan Akupun menjadikan mereka sebagai umat wasath (adil dan pilihan), Maka ambillah apa yang aku berikan kepadamu dan jadilah engkau termasuk orang-orang yang bersyukur”.

“Kembalilah kepada umatmu dan sampaikanlah kepada mereka dari Ku”. Nabi saw kemudian menerima perintah untuk membawa amanah Allah swt berupa salat 50 waktu dalam sehari semalam untuk Nabi Muhammad saw dan umatnya.

Kemudian Rasulullah saw turun ke Sidratul Muntaha. Dalam perjalanan pulang di langit keenam, beliau bertemu Musa as Terjadilah percakapan di antara keduanya, Musa as menanyakan apa yang dibawa Muhammad saw setelah menghadap Allah swt. Muhammad kemudian menjelaskan mengenai perintah untuk melakukan shalat 50 waktu dalam sehari semalam. Musa as lantas menyuruh Muhammad saw untuk kembali menghadap Allah swt dan meminta keringanan.

Muhammad saw lantas kembali kehadirat Allah swt untuk meminta keringanan. Permintaan tersebut dikabulkan, perintah shalat diturunkan menjadi 45 kali.

Setelah itu Muhammad saw kembali dan bertemu lagi dengan Musa as. Dikisahkan Nabi Muhammad saw sempat beberapa kali pulang pergi untuk meminta keringanan shalat, hingga akhirnya turun menjadi lima kali dalam waktu sehari semalam.

Setelah perintah shalat diturunkan menjadi lima waktu dalam sehari semalam, dikisahkan bahwa Nabi Musa as masih menyuruh Muhammad saw untuk meminta keringanan lagi. Tapi Nabi Muhammad saw tidak berani lagi melakukannya karena malu pada Allah swt, ia pun rela dan ikhlas dengan ketentuan tersebut. Nabi saw akhirnya kembali dengan membawa perintah shalat selama lima waktu yang kita kenal sebagai shalat-shalat Subuh, Zuhur, Asar, Magrib dan Isya.

Kemudian Jibril berkata: “Allah swt telah memberikan kehormatan kepadamu dengan penghormatan yang tidak pernah diberikan kepada seorangpun dari makhluk-Nya baik Malaikat yang terdekat maupun Nabi lain yang diutus-Nya. Dan Dia telah membuatmu sampai suatu kedudukan yang tak seorang pun dari penghuni langit maupun penghuni bumi dapat mencapainya. Berbahagialah engkau dengan penghormatan yang diberikan Allah swt kepadamu berupa kedudukan tinggi dan kemuliaan yang tiada bandingnya. Ambillah kedudukan tersebut dengan bersyukur kepadanya karena Allah Tuhan pemberi nikmat yang menyukai orang-orang yang bersyukur”.


Melihat Surga dan Neraka

Lalu Rasulullah saw memuji Allah swt atas semua itu. Kemudian Jibril as berkata: “Berangkatlah ke Surga agar aku perlihatkan kepadamu apa yang menjadi milikmu disana sehingga engkau lebih zuhud [1] disamping zuhudmu yang telah ada, dan sampai lah di Surga dengan izin Allah swt. Tidak ada sebuah tempat pun aku biarkan terlewatkan”. Rasul saw melihat gedung-gedung dari intan mutiara dan sejenisnya, Rasul saw juga melihat pohon-pohon dari emas. Rasul saw melihat di Surga apa yang belum pernah dilihat mata, belum pernah didengar telinga dan tidak terlintas dihati manusia. Semua itu membuat Rasul saw kagum dan untuk mengejar Surgalah mestinya manusia beramal shaleh (baik, kebajikan).

Kemudian Rasululullah saw diperlihatkan Neraka sehingga Rasul saw dapat melihat belenggu-belenggu dan rantai-rantainya selanjutnya Rasulullah saw turun ke bumi dan kembali ke Masjidil Haram menjelang subuh.


Mendapat Mandat Shalat 5 Waktu dan Faedahnya

Agaknya yang lebih wajar untuk dipertanyakan, bukannya bagaimana Isra’ - Mi’raj, tetapi mengapa Isra’ Mi’raj terjadi? Jawaban pertanyaan ini sebagaimana kita lihat pada ayat 78 surat Al-Isrā’, Mi’raj itu untuk menerima mandat langsung dari  Allah swt untuk melaksanakan shalat lima waktu bagi kaum muslimin (kaum yang beriman kepada Allah). Jadi, shalat inilah yang menjadi inti peristiwa Isra’Mi’raj tersebut.

Shalat merupakan media untuk mencapai kesalehan antara seorang hamba dengan Allah. Shalat juga menjadi sarana untuk menjadi keseimbangan tatanan masyarakat yang egaliter, beradab, dan penuh kedamaian. Makanya tidak berlebihan apabila Alexis Carrel menyatakan: “Apabila pengabdian, shalat dan do’a yang tulus kepada Sang Maha Pencipta disingkirkan dari tengah kehidupan bermasyarakat, hal itu berarti kita telah menandatangani kontrak bagi kehancuran masyarakat tersebut”. Perlu diketahui bahwa Alexis Carrel bukanlah orang yang memiliki latar belakang pendidikan agama, tetapi dia adalah seorang dokter dan pakar Humaniora yang telah dua kali menerima Nobel atas hasil penelitiannya terhadap jantung burung gereja dan pencangkokannya. Tanpa pendapat Carrel pun, Al-Qur’an 15 abad yang lalu telah menyatakan bahwa shalat yang dilakukan dengan khusyu’ akan bisa mencegah perbuatan keji dan mungkar, sehingga tercipta tatanan masyarakat yang harmonis, egaliter, dan beretika.  Bersambung ke (klik --->) Hikmah Isra’ Mi’raj 2. □ AFM



Catatan Kaki:
[1] Zuhud merupakan suatu sikap terpuji yang disukai Allah SWT, di mana seseorang lebih mengutamakan cinta akhirat dan tidak terlalu mementingkan urusan dunia atau harta kekayaan. Materi dan dunia ini hanya bersifat sementara, hanya sarana atau alat untuk mencapai tujuan hakiki, yaitu sebagai bekal kehidupan di akhirat kelak.
Hal itu sesuai dengan firman Allah SWT dalam Surat An-Nisa ayat 77 yang artinya, “Katakanlah, kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa dan kamu tidak akan dianiaya sedikit pun”.
“Zuhud ini bentuk kecintaan kepada akhirat. Zuhud terhadap dunia bukan berarti pula mengharamkan segala yang halal dan bukan juga menyia-nyiakan harta. Akan tetapi zuhud terhadap dunia adalah begitu yakin terhadap apa yang ada di tangan Allah daripada apa yang saat ini dimiliki di tangan manusia itu sendiri”. Baginya dunia sebagai ladang ibadah. □□


Blog Archive