ISRA’ - MI’RAJ (1)
Oleh: A. Faisal Marzuki
K
|
isah Isra’ Mi’raj dapat dibagi menjadi dua
bagian. Pertama, perjalanan yang
dilakukan oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi
Wasallam (saw) dari Masjidil
Haram, Makkah ke Masjidil Aqsa, Al-Quds, القدس atau
Ūrsālim, أورسالم.
Disebut juga Baitulmuqaddis atau
Baitulmaqdis بيت المقدس atau
Yerussalem.
Kedua, dan
dari Masjidil Aqsa, ke Sidratul Muntaha batas tertinggi yang hanya dapat
dicapai seorang makhluk, Muhammad saw.
Kemudian kembali ke Makkah, perjalan mana memakan waktu satu malam. Kejadian
ini merupakan salah satu peristiwa penting bagi umat Islam, karena pada
peristiwa ini Nabi Muhammad saw
mendapat perintah langsung dari Allah Subhāna
Wa Ta’āla (swt) ketika berada di (langit) Sidratul Muntaha untuk Beliau saw dan umatnya menunaikan shalat lima
waktu dalam sehari semalam.
Jadi, tidak seperti perintah-perintah lainnya
yang melalui perantaraan Jibril as yang
termaktub di Kitab Suci Al-Qur’an dan Hadits Qutsi. Peristiwa Mi’raj ini
diabadikan dalam lafadz bacaan shalat ketika duduk diantara dua sujud di rakaat
kedua dan rakaat yang terakhir yaitu:
Ketika Rasulullah saw
“berjumpa” dengan Allah swt. Ketika
itu, dengan penuh hormat Rasulullah saw bersabda, “Attahiyatul
mubārakātush shalawatuth thayyibatulillāh” - “Segala kehormatan, keberkahan,
shalawat (do’a-do’a, ibadah), dan kebaikan itu dari (kepunyaan) Allah”. Allah swt pun berfirman (sebagai jawabannya),
“Assalamu’alaika ayyuhan nabiyu warahmatullāhi wabarakātuh” - “(Allah telah
berkenan mengucapkan) Salam Sejahtera atas engkau, wahai Nabi, (dengan diserta
pula memberi) rahmat Allah dan berkah-Nya”. Kemudian Rasullullah saw setelah itu berucap do’a memohon
kepada-Nya untuk umatnya: “Assalāmu ’alaynā wa ’alā ’ibādillāhish
shālihīn” - “(Semoga Ya Allah memberi) Salam sejahtera (yang
hamba Muhammad terima) ini dicurahkan pula atas kami dan hamba-hamba Allah yang
shalih-shalih (hamba-hamba Allah yang beriman dan berbuat kebajikan)”.
Mendengar dan menyaksikan langsung percakapan
ini, para Malaikat serentak mengumandangkan dua kalimah syahadat. “Asyhadu a-lā ilāha illal-Lāh, wa asyhadu anna
Muhammadan ’abduhu wa rasūluh”- Aku
bersaksi (akui) bahwa tiada Tuhan (yang patut disembah) selain Allah. Dan aku
bersaksi (akui pula) bahwa
Muhammad itu hamba-Nya dan Rasul-Nya (utusan-Nya).
Maka, dari ungkapan ucapan-ucapan Sabda Rasul, Firman
Allah, dan ucapan para Malaikat yang bersejarah inilah kemudian menjadi bacaan
yang diabadikan sebagai bagian dari bacaan shalat. Oleh karena itu banyak ulama
menyebutkan bahwa shalatnya kaum Muslimin dalam saat mengerjaan shalat
merupakan Mi’raj kaum Muslimin dalam menghadap-Nya ketika shalat dikerjakan.
Isra’ - Mi’raj merupakan dua
cerita perjalanan yang berbeda. Isra’ merupakan kisah perjalanan Nabi Muhammad saw dari Masjidil Haram di Makkah
Al-Mukarramah ke Masjidil Aqsa di Al-Quds (Yerussalem di Palestina) disebut
Isra’. Sedangkan Mi’raj merupakan kisah perjalanan Nabi saw dari bumi (Masjidil Aqsa) naik ke langit ketujuh (yang paling
tinggi) dan dilanjutkan ke Sidratul Muntaha (akhir penggapaian) untuk menerima
perintah Shalat Lima Waktu di hadirat Allah swt.
Namun karena dua
peristiwa ini terjadi pada waktu yang beruntun sambung maka disebutlah
peristiwa Isra’ dan dilanjutkan Mi’raj. Selama perjalanan Nabi saw ditemani Malaikat Jibril as dengan menunggangi Buraq. Peristiwa
Isra’ - Mi’raj terjadi dalam waktu singkat, yaitu hanya dalam satu malam.
Terjadinya Isra’ Mi’raj
Isra’ - Mi’raj terjadi pada periode akhir kenabian
di Makkah sebelum Rasulullah saw
hijrah ke Madinah. Menurut al-Maududi dan mayoritas ulama, Isra’ - Mi’raj
terjadi pada tahun pertama sebelum hijrah, yaitu antara tahun 620-621. Menurut
al-Allamah al-Manshurfuri, Isra Mi’raj terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10
kenabian, dan inilah yang populer.
Namun demikian, Syaikh Shafiyurrahman
al-Mubarakfuri tidak sependapat dengan alasan karena Khadijah radhiyallahu anha (ra) meninggal pada bulan Ramadan tahun ke-10 kenabian, yaitu 2
bulan setelah bulan Rajab. Dan saat itu belum ada kewajiban shalat lima waktu.
Al-Mubarakfuri menyebutkan 6 pendapat tentang waktu kejadian Isra’- Mi’raj.
Tetapi tidak ada satupun yang pasti. Dengan demikian, tidak diketahui secara
persis kapan tanggal terjadinya Isra’ - Mi’raj menurut Syaikh Shafiyurrahman
al-Mubarakfuri. Namun Isra Mi’raj terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10
kenabian inilah yang popular sebagaimana dikatakan oleh al-Allamah
al-Manshurfuri.
Peristiwa Isra’ - Mi’raj yang terbagi dalam 2
peristiwa yang berbeda, tapi bersambung. Dalam Isra’, Nabi Muhammad saw “diberangkatkan” oleh Allah swt dari Masjidil Haram hingga Masjidil
Aqsa. Lalu dalam Mi’raj Nabi Muhammad saw
dinaikkan ke langit sampai ke Sidratul Muntaha yang merupakan tempat tertinggi
yang pernah di capai manusia. Di sini Beliau mendapat perintah langsung dari
Allah swt untuk menunaikan shalat
lima waktu.
Bagi umat Islam, peristiwa tersebut merupakan
peristiwa yang sangat berharga, karena ketika inilah shalat lima waktu
diwajibkan bagi pemeluknya, dan tidak ada Nabi lain yang mendapat perjalanan
sampai ke Sidratul Muntaha seperti ini. Walaupun begitu, sebelum peristiwa ini
berbagai macam cobaan dilalui Rasullullah saw
dalam mengalami beberapa peristiwa tragis, beruntun yang menyedihkan. Yaitu
meninggal pamannya, Abi Thalib sebagi pengganti bapaknya yang telah meninggal
selaku pelindungnya; peristiwa penganiayaan masyarakat Tha’if terhadap Beliau saw; dan wafat istri Beliau saw yang setia dan mencintainya,
Khadijah ra.
Kisah Perjalanan Isra’ Mi’raj
Perjalanan dimulai Rasulullah saw mengendarai Buraq bersama Jibril ‘alaihis salam (as). Jibril berkata, “Turunlah dan kerjakan shalat”. Rasulullah saw pun turun. Jibril berkata,
“Dimanakah engkau sekarang?” “Tidak tahu”, kata Rasululullah saw. “Engkau berada di Madinah,
disanalah engkau akan berhijrah”, kata Jibril.
Selanjutnya, perjalanan dilanjutkan ke Syajar
Musa (Masyan) tempat penghentian Nabi Musa as
ketika lari dari Mesir, kemudian kembali ke Tunisia tempat Nabi Musa as menerima wahyu, lalu ke Baitullahmi
(Betlehem) tempat kelahiran Nabi Isa as.
Kemudian terjadilah peristiwa pembelahan dada Nabi Muhammad untuk disucikan
dengan air Zamzam oleh Malaikat Jibril as
di samping Ka’bah sebelum berangkat ke Masjidil Aqsha di al-Quds,
Palestina sebagai kiblat Nabi-Nabi
terdahulu.
Sesampainya di Al-Quds, Jibril as menurunkan Rasulullah saw dan menambatkan kendaraannya.
Setelah Rasululullah saw memasuki
Masjid ternyata telah menunggu Para Nabi dan Rasul. Rasulululah saw bertanya: “Siapakah mereka?”
“Saudaramu para Nabi dan Rasul”.
Nabi Muhammad saw kemudian menjadi imam bagi Nabi-Nabi
terdahulu ketika melaksanakan shalat sunnah dua rakaat di Masjidil Aqsa. Jibril
as membawa dua gelas minumam berisi
susu dan arak, Nabi saw memilih susu
sebagai isyarat bahwa umat Islam tidak akan tersesat.
Kemudian Jibril as membimbing Rasul saw
ke sebuah batu besar, tiba-tiba Rasululullah saw melihat tangga yang sangat indah, pangkalnya di Maqdis dan
ujungnya menyentuh langit. Kemudian Rasulullah saw bersama Jibril naik tangga itu menuju kelangit tujuh dan ke
Sidratul Muntaha.
“Dan sesungguhnya nabi Muhammad
telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, yaitu
di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada Surga tempat tinggal, (Muhammad melihat
Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya.
Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak
pula melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda
(kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.” [QS An-Najm 53:13-18].
Di langit pertama
Muhammad saw bertemu dengan Nabi Adam
as, di langit kedua bertemu dengan
Nabi Isa as dan Yahya as, di langit ketiga bertemu dengan Nabi
Yusuf as, di langit keempat bertemu
dengan Nabi Idris as, di langit
keenam bertemu dengan Nabi Musa as
dan di langit ketujuh bertemu dengan Nabi Ibrahim as.
Dari Sa’id bin Al
Musayyib, dari Abu Hurairah ra, ia
berkata bahwa Nabi saw bersabda yang artinya: “Ketika
aku diisra’kan (diperjalankan), aku bertemu Musa as.” Lalu Nabi saw mensifatinya dengan mengatakan bahwa ia
adalah pria yang tidak gemuk yang berambut antara lurus dan keriting serta
terlihat begitu gagah.
Nabi saw bersabda
yang artinya, “Aku pun bertemu ‘Isa.” Lalu beliau
mensifati ‘Isa bahwa ia adalah pria yang tidak terlalu tinggi, tidak terlalu
pendek dan kulitnya kemerahan seakan baru keluar dari kamar mandi.
Nabi saw bersabda
yang artinya, “Aku pun bertemu Ibrahim -shalawatullah
‘alaih- dan aku adalah keturunan Ibrahim yang paling mirip dengannya. Aku
pun datang dengan membawa dua wadah. Salah satunya berisi susu dan yang lainnya
khamr (arak, minuman keras). Lantas
ada yang mengatakan padaku, “Ambillah mana yang engkau suka.” Aku pun memilih
susu, lalu aku meminumnya.” Ia pun berkata, “Engkau benar-benar berada dalam fithrah. Seandainya yang kau ambil
adalah khamr, tentu umatmu pun akan ikut sesat.” [HR
Muslim no. 168]
"Maha
Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al-Masjidil
Haram ke Al-Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan
kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." [QS Al-Isrā’ 17:1]
Selanjutnya Rasulullah saw melanjutkan perjalanan menghadap Allah swt tanpa ditemani Jibril as.
Rasulullah saw membaca yang artinya:
“Segala penghormatan adalah milik Allah swt,
segala Rahmat dan kebaikan”.
Allah swt
berfirman yang artinya: “Keselamatan bagimu wahai Nabi, Rahmat dan berkahnya“.
Rasul membaca lagi yang
artinya: “Keselamatan semoga bagi kami dan hamba-hamba Allah yang shaleh.”
Berfirman Allah swt yang artinya: “Hai Muhammad Aku
mengambilmu sebagai kekasih sebagaimana Aku telah mengambil Ibrahim sebagai
kesayangan dan Akupun memberi firman kepadamu seperti firman kepada Musa.
Akupun menjadikan umatmu sebagai umat yang terbaik yang pernah dikeluarkan pada
manusia, dan Akupun menjadikan mereka sebagai umat wasath (adil dan pilihan), Maka ambillah apa yang aku berikan
kepadamu dan jadilah engkau termasuk orang-orang yang bersyukur”.
“Kembalilah kepada
umatmu dan sampaikanlah kepada mereka dari Ku”. Nabi saw kemudian menerima perintah untuk membawa amanah Allah swt berupa salat 50 waktu dalam sehari
semalam untuk Nabi Muhammad saw dan
umatnya.
Kemudian Rasulullah saw turun ke Sidratul Muntaha. Dalam perjalanan pulang di langit
keenam, beliau bertemu Musa as
Terjadilah percakapan di antara keduanya, Musa as menanyakan apa yang dibawa Muhammad saw setelah menghadap Allah swt.
Muhammad kemudian menjelaskan mengenai perintah untuk melakukan shalat 50 waktu
dalam sehari semalam. Musa as lantas
menyuruh Muhammad saw untuk kembali menghadap Allah swt dan meminta keringanan.
Muhammad saw
lantas kembali kehadirat Allah swt
untuk meminta keringanan. Permintaan tersebut dikabulkan, perintah shalat
diturunkan menjadi 45 kali.
Setelah itu Muhammad saw
kembali dan bertemu lagi dengan Musa as.
Dikisahkan Nabi Muhammad saw sempat beberapa kali pulang pergi untuk
meminta keringanan shalat, hingga akhirnya turun menjadi lima kali dalam waktu
sehari semalam.
Setelah perintah shalat
diturunkan menjadi lima waktu dalam sehari semalam, dikisahkan bahwa Nabi Musa as masih menyuruh Muhammad saw untuk meminta keringanan lagi.
Tapi Nabi Muhammad saw tidak berani lagi melakukannya karena malu pada
Allah swt, ia pun rela dan ikhlas
dengan ketentuan tersebut. Nabi saw
akhirnya kembali dengan membawa perintah shalat selama lima waktu yang kita
kenal sebagai shalat-shalat Subuh, Zuhur, Asar, Magrib dan Isya.
Kemudian Jibril berkata: “Allah swt telah memberikan kehormatan kepadamu
dengan penghormatan yang tidak pernah diberikan kepada seorangpun dari
makhluk-Nya baik Malaikat yang terdekat maupun Nabi lain yang diutus-Nya. Dan
Dia telah membuatmu sampai suatu kedudukan yang tak seorang pun dari penghuni
langit maupun penghuni bumi dapat mencapainya. Berbahagialah engkau dengan
penghormatan yang diberikan Allah swt
kepadamu berupa kedudukan tinggi dan kemuliaan yang tiada bandingnya. Ambillah
kedudukan tersebut dengan bersyukur kepadanya karena Allah Tuhan pemberi nikmat
yang menyukai orang-orang yang bersyukur”.
Melihat Surga dan Neraka
Lalu Rasulullah saw memuji Allah swt atas semua itu. Kemudian Jibril as berkata: “Berangkatlah ke Surga agar
aku perlihatkan kepadamu apa yang menjadi milikmu disana sehingga engkau lebih zuhud [1] disamping zuhudmu yang telah ada, dan sampai lah di Surga dengan izin Allah swt. Tidak ada sebuah tempat pun aku
biarkan terlewatkan”. Rasul saw melihat
gedung-gedung dari intan mutiara dan sejenisnya, Rasul saw juga melihat pohon-pohon dari emas. Rasul saw melihat di Surga apa yang belum pernah dilihat mata, belum
pernah didengar telinga dan tidak terlintas dihati manusia. Semua itu membuat
Rasul saw kagum dan untuk mengejar Surgalah mestinya manusia beramal
shaleh (baik, kebajikan).
Kemudian Rasululullah saw diperlihatkan
Neraka sehingga Rasul saw dapat melihat belenggu-belenggu dan
rantai-rantainya selanjutnya Rasulullah saw turun ke bumi dan kembali ke
Masjidil Haram menjelang subuh.
Mendapat Mandat Shalat 5 Waktu dan Faedahnya
Agaknya yang lebih wajar untuk dipertanyakan,
bukannya bagaimana Isra’ - Mi’raj, tetapi mengapa Isra’ Mi’raj terjadi? Jawaban
pertanyaan ini sebagaimana kita lihat pada ayat 78 surat Al-Isrā’, Mi’raj itu
untuk menerima mandat langsung dari
Allah swt untuk melaksanakan
shalat lima waktu bagi kaum muslimin (kaum yang beriman kepada Allah). Jadi,
shalat inilah yang menjadi inti peristiwa Isra’Mi’raj tersebut.
Shalat
merupakan media untuk mencapai kesalehan antara seorang hamba dengan Allah.
Shalat juga menjadi sarana untuk menjadi keseimbangan tatanan masyarakat yang
egaliter, beradab, dan penuh kedamaian. Makanya
tidak berlebihan apabila Alexis Carrel menyatakan: “Apabila pengabdian, shalat
dan do’a yang tulus kepada Sang Maha Pencipta disingkirkan dari tengah
kehidupan bermasyarakat, hal itu berarti kita telah menandatangani kontrak bagi
kehancuran masyarakat tersebut”. Perlu diketahui bahwa Alexis Carrel
bukanlah orang yang memiliki latar belakang pendidikan agama, tetapi dia adalah
seorang dokter dan pakar Humaniora yang telah dua kali menerima Nobel atas
hasil penelitiannya terhadap jantung burung gereja dan pencangkokannya. Tanpa
pendapat Carrel pun, Al-Qur’an 15 abad yang lalu telah menyatakan bahwa shalat
yang dilakukan dengan khusyu’ akan bisa mencegah perbuatan keji dan mungkar,
sehingga tercipta tatanan masyarakat yang harmonis, egaliter, dan
beretika. Bersambung ke (klik --->) Hikmah Isra’ Mi’raj 2.
□ AFM
Catatan Kaki:
[1] Zuhud merupakan suatu sikap terpuji yang
disukai Allah SWT, di mana seseorang lebih mengutamakan cinta akhirat dan tidak
terlalu mementingkan urusan dunia atau harta kekayaan. Materi dan dunia ini
hanya bersifat sementara, hanya sarana atau alat untuk mencapai tujuan hakiki,
yaitu sebagai bekal kehidupan di akhirat kelak.
Hal itu sesuai dengan firman Allah SWT dalam
Surat An-Nisa ayat 77 yang artinya, “Katakanlah, kesenangan di dunia ini hanya
sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa dan kamu
tidak akan dianiaya sedikit pun”.
“Zuhud ini bentuk kecintaan kepada akhirat.
Zuhud terhadap dunia bukan berarti pula mengharamkan segala yang halal dan
bukan juga menyia-nyiakan harta. Akan tetapi zuhud terhadap dunia adalah begitu
yakin terhadap apa yang ada di tangan Allah daripada apa yang saat ini dimiliki
di tangan manusia itu sendiri”. Baginya dunia sebagai ladang ibadah. □□