T
|
entang keutamaan dan hikmah pensyariatan
dari ibadah mulia udhiyah atau qurban
dilaksanakan, namun perlu menjadi catatan penting di sini bahwa beberapa hadits
yang menjelaskan keutamaan ibadah qurban adalah dho’if (lemah). Sudah cukup dengan hadits-hadits yang bersifat umum
yang menunjukkan fadhilahnya.
Pensyariatan Udhiyah
Udhiyah pada hari nahr (Idul
Adha) disyariatkan berdasarkan beberapa dalil, di antaranya: فَصَلِّ
لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Artinya: “Dirikanlah
shalat dan berqurbanlah (an nahr).” [QS Al-Kautsar: 2].
Di antara tafsiran ayat ini adalah “berqurbanlah pada hari raya Idul Adha (yaumun nahr)”.
Tafsiran ini diriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Tholhah dari Ibnu ‘Abbas, juga
menjadi pendapat ‘Atho’, Mujahid dan jumhur (mayoritas) ulama. [1]
Dari sunnah terdapat riwayat dari
Anas bin Malik, ia berkata yang artinya:
“Rasulullah
shallallaahu ’alaihi wasallam berkurban dengan dua ekor kambing
kibasy putih yang telah tumbuh tanduknya. Anas berkata: “Aku melihat beliau
menyembelih dua ekor kambing tersebut dengan tangan beliau sendiri. Aku melihat
beliau menginjak kakinya di pangkal leher kambing itu. Beliau membaca basmalah
dan takbir” [HR Bukhari
no. 5558 dan Muslim no. 1966].
Kaum muslimin pun bersepakat (berijma’) akan disyari’atkannya udhiyah. [2]
Udhiyah disyari’atkan pada tahun 2
Hijriyah. Tahun tersebut adalah tahun di mana disyari’atkannya shalat ‘iedain (Idul Fithri dan Idul Adha),
juga tahun disyari’atkannya zakat māl. [3]
Keutamaan Udhiyah
Tak diragukan lagi, udhiyah adalah ibadah pada Allah dan pendekatan diri
pada-Nya, juga dalam rangka mengikuti ajaran Nabi kita Muhammad -shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Kaum
muslimin sesudah beliau pun melestarikan ibadah mulia ini. Tidak ragu lagi
ibadah ini adalah bagian dari syari’at Islam. Hukumnya adalah sunnah muakkad
(yang amat dianjurkan) menurut mayoritas ulama. Ada beberapa hadits yang
menerangkan fadhilah atau keutamaannya, namun tidak ada satu pun yang shahih.
Ibnul ‘Arobi dalam ‘Aridhotil Ahwadzi
(6: 288) berkata, “Tidak ada hadits shahih yang menerangkan keutamaan udhiyah. Segelintir orang meriwayatkan
beberapa hadits yang ajīb (yang
menakjubkan), namun tidak shahih.” [4]
Sejumlah hadits dho’if yang membicarakan keutamaan udhiyah:
Dari ‘Aisyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda yang artinya:
“Tidaklah pada hari nahr
manusia beramal suatu amalan yang lebih dicintai oleh Allah daripada
mengalirkan darah dari hewan qurban. Ia akan datang pada hari kiamat dengan
tanduk, kuku, rambut hewan qurban tersebut. Dan sungguh, darah tersebut akan
sampai kepada (ridha) Allah sebelum
tetesan darah tersebut jatuh ke bumi, maka bersihkanlah jiwa kalian dengan
berkurban.” [HR Ibnu Majah no. 3126 dan Tirmidiz no. 1493. Hadits ini adalah hadits
yang dho’if kata Syaikh Al Albani]
Dari Abu Daud dari Zaid bin Arqam dia berkata yang artinya:
“Para sahabat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah maksud dari
hewan-hewan kurban seperti ini?” beliau bersabda: “Ini merupakan sunnah
(ajaran) bapak kalian, Ibrahim.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, lantas apa
yang akan kami dapatkan dengannya?” beliau menjawab: “Setiap rambut terdapat
kebaikan.” Mereka berkata, “Bagaimana dengan bulu-bulunya wahai Rasulullah?” Beliau
menjawab: “Dari setiap rambut pada bulu-bulunya terdapat suatu kebaikan.” [HR. Ibnu Majah no. 3127. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini dho’if
jiddan]. [5]
Hikmah di Balik Menyembelih Qurban
Pertama: Bersyukur kepada Allah atas
nikmat hayat (kehidupan) yang diberikan.
Kedua: Menghidupkan ajaran Nabi Ibrahim
–kholilullah (kekasih Allah)- ‘alaihis
salaam yang ketika itu Allah memerintahkan beliau untuk menyembelih
anak tercintanya sebagai tebusan yaitu Ismail ‘alaihis salaam ketika hari an
nahr (Idul Adha).
Ketiga: Agar setiap mukmin mengingat
kesabaran Nabi Ibrahim dan Isma’il ‘alaihimas salaam, yang ini membuahkan
ketaatan pada Allah dan kecintaan pada-Nya lebih dari diri sendiri dan anak.
Pengorbanan seperti inilah yang menyebabkan lepasnya cobaan sehingga Isma’il
pun berubah menjadi seekor domba. Jika setiap mukmin mengingat kisah ini,
seharusnya mereka mencontoh dalam bersabar ketika melakukan ketaatan pada Allah
dan seharusnya mereka mendahulukan kecintaan Allah dari hawa nafsu dan
syahwatnya. [6]
Keempat: Ibadah qurban lebih baik
daripada bersedekah dengan uang yang senilai dengan hewan qurban. Ibnul Qayyim
berkata, “Penyembelihan yang dilakukan di waktu mulia lebih afdhol daripada
sedekah senilai penyembelihan tersebut. Oleh karenanya jika seseorang
bersedekah untuk menggantikan kewajiban penyembelihan pada manasik tamattu’ dan
qiron meskipun dengan sedekah yang bernilai berlipat ganda, tentu tidak bisa
menyamai keutamaan udhiyah.” [7]
Semoga sajian ringkas ini semakin membuat kita bersemangat untuk
melakukan ibadah yang mulia ini. Semoga Allah beri kemudahan dan kekuatan dalam
beramal baik. Wallahu waliyyut taufiq was
sadaad. □
Catatan Kaki:
[1] Lihat Zādul Masīr, Ibnul Jauzi, 9: 249.
[2] Fiqhul Udhiyah, hal. 8.
[3] Al-Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 5: 76.
[4] Fiqhul Udhiyah, hal. 9.
[5] Lihat berbagai hadits dho’if yang
membicarakan fadhilah udhiyah dalam Fiqhul Udhiyah, hal. 9-11 dan Tanwirul
‘Ainain, hal. 346-352.
[6] Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah,
5: 76.
[7] Lihat Talkhish Kitab Ahkamil
Udhiyah wadz Dzakāh, hal. 11-12 dan Shahih Fiqh Sunnah, 2: 379. □□
Sumber: www.rumaysho.com□□□