Sunday, August 20, 2017

Keutamaan dan Hikmah Ibadah Qurban





T
entang keutamaan dan hikmah pensyariatan dari ibadah mulia udhiyah atau qurban dilaksanakan, namun perlu menjadi catatan penting di sini bahwa beberapa hadits yang menjelaskan keutamaan ibadah qurban adalah dho’if (lemah). Sudah cukup dengan hadits-hadits yang bersifat umum yang menunjukkan fadhilahnya.


Pensyariatan Udhiyah

   Udhiyah pada hari nahr (Idul Adha) disyariatkan berdasarkan beberapa dalil, di antaranya: فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

Artinya: “Dirikanlah shalat dan berqurbanlah (an nahr).” [QS Al-Kautsar: 2].

Di antara tafsiran ayat ini adalah “berqurbanlah pada hari raya Idul Adha (yaumun nahr)”. Tafsiran ini diriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Tholhah dari Ibnu ‘Abbas, juga menjadi pendapat ‘Atho’, Mujahid dan jumhur (mayoritas) ulama. [1]

Dari sunnah terdapat riwayat dari Anas bin Malik, ia berkata yang artinya:

Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam berkurban dengan dua ekor kambing kibasy putih yang telah tumbuh tanduknya. Anas berkata: “Aku melihat beliau menyembelih dua ekor kambing tersebut dengan tangan beliau sendiri. Aku melihat beliau menginjak kakinya di pangkal leher kambing itu. Beliau membaca basmalah dan takbir [HR Bukhari no. 5558 dan Muslim no. 1966].

Kaum muslimin pun bersepakat (berijma’) akan disyari’atkannya udhiyah. [2]

Udhiyah disyari’atkan pada tahun 2 Hijriyah. Tahun tersebut adalah tahun di mana disyari’atkannya shalat ‘iedain (Idul Fithri dan Idul Adha), juga tahun disyari’atkannya zakat māl. [3]


Keutamaan Udhiyah

   Tak diragukan lagi, udhiyah adalah ibadah pada Allah dan pendekatan diri pada-Nya, juga dalam rangka mengikuti ajaran Nabi kita Muhammad -shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Kaum muslimin sesudah beliau pun melestarikan ibadah mulia ini. Tidak ragu lagi ibadah ini adalah bagian dari syari’at Islam. Hukumnya adalah sunnah muakkad (yang amat dianjurkan) menurut mayoritas ulama. Ada beberapa hadits yang menerangkan fadhilah atau keutamaannya, namun tidak ada satu pun yang shahih. Ibnul ‘Arobi dalam ‘Aridhotil Ahwadzi (6: 288) berkata, “Tidak ada hadits shahih yang menerangkan keutamaan udhiyah. Segelintir orang meriwayatkan beberapa hadits yang ajīb (yang menakjubkan), namun tidak shahih.” [4]

Sejumlah hadits dho’if yang membicarakan keutamaan udhiyah:

Dari ‘Aisyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya:

“Tidaklah pada hari nahr manusia beramal suatu amalan yang lebih dicintai oleh Allah daripada mengalirkan darah dari hewan qurban. Ia akan datang pada hari kiamat dengan tanduk, kuku, rambut hewan qurban tersebut. Dan sungguh, darah tersebut akan sampai kepada (ridha) Allah sebelum tetesan darah tersebut jatuh ke bumi, maka bersihkanlah jiwa kalian dengan berkurban.” [HR Ibnu Majah no. 3126 dan Tirmidiz no. 1493. Hadits ini adalah hadits yang dho’if kata Syaikh Al Albani]

Dari Abu Daud dari Zaid bin Arqam dia berkata yang artinya: “Para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah maksud dari hewan-hewan kurban seperti ini?” beliau bersabda: “Ini merupakan sunnah (ajaran) bapak kalian, Ibrahim.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, lantas apa yang akan kami dapatkan dengannya?” beliau menjawab: “Setiap rambut terdapat kebaikan.” Mereka berkata, “Bagaimana dengan bulu-bulunya wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Dari setiap rambut pada bulu-bulunya terdapat suatu kebaikan.” [HR. Ibnu Majah no. 3127. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini dho’if jiddan]. [5]


Hikmah di Balik Menyembelih Qurban

Pertama: Bersyukur kepada Allah atas nikmat hayat (kehidupan) yang diberikan.

Kedua: Menghidupkan ajaran Nabi Ibrahim –kholilullah (kekasih Allah)- ‘alaihis salaam yang ketika itu Allah memerintahkan beliau untuk menyembelih anak tercintanya sebagai tebusan yaitu Ismail ‘alaihis salaam ketika hari an nahr (Idul Adha).

Ketiga: Agar setiap mukmin mengingat kesabaran Nabi Ibrahim dan Isma’il ‘alaihimas salaam, yang ini membuahkan ketaatan pada Allah dan kecintaan pada-Nya lebih dari diri sendiri dan anak. Pengorbanan seperti inilah yang menyebabkan lepasnya cobaan sehingga Isma’il pun berubah menjadi seekor domba. Jika setiap mukmin mengingat  kisah ini, seharusnya mereka mencontoh dalam bersabar ketika melakukan ketaatan pada Allah dan seharusnya mereka mendahulukan kecintaan Allah dari hawa nafsu dan syahwatnya. [6]

Keempat: Ibadah qurban lebih baik daripada bersedekah dengan uang yang senilai dengan hewan qurban. Ibnul Qayyim berkata, “Penyembelihan yang dilakukan di waktu mulia lebih afdhol daripada sedekah senilai penyembelihan tersebut. Oleh karenanya jika seseorang bersedekah untuk menggantikan kewajiban penyembelihan pada manasik tamattu’ dan qiron meskipun dengan sedekah yang bernilai berlipat ganda, tentu tidak bisa menyamai keutamaan udhiyah.” [7]


   Semoga sajian ringkas ini semakin membuat kita bersemangat untuk melakukan ibadah yang mulia ini. Semoga Allah beri kemudahan dan kekuatan dalam beramal baik. Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.



Catatan Kaki:

[1] Lihat Zādul Masīr, Ibnul Jauzi, 9: 249.
[2] Fiqhul Udhiyah, hal. 8.
[3] Al-Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 5: 76.
[4] Fiqhul Udhiyah, hal. 9.
[5] Lihat berbagai hadits dho’if yang membicarakan fadhilah udhiyah dalam Fiqhul Udhiyah, hal. 9-11 dan Tanwirul ‘Ainain, hal. 346-352.
[6] Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 5: 76.
[7] Lihat Talkhish Kitab Ahkamil Udhiyah wadz Dzakāh, hal. 11-12 dan Shahih Fiqh Sunnah, 2: 379. □□


Sumber: www.rumaysho.com□□□

Blog Archive