MENUMBUHKAN KESADARAN
DAN MUHASABAH DIRI
“Mereka
menipu Allah dan orang-orang beriman (mu’minīn,
āmanū), padahal mereka hanyalah
menipu diri sendiri tanpa mereka SADARI. Dalam “HATI” (QALB, QULŪB) mereka ada
penyakit, …” (QS Al-Baqarah 2:9-10)
“Maka Apakah kamu mengira, bahwa Sesungguhnya Kami
menciptakan kamu secara main-main (saja, tidak ada tujuannya), dan bahwa kamu
tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (QS Al-Mukminūn 23:115)
PENGERTIAN KESADARAN
K
|
alimat
“kesadaran” berasal dari kata-kata “sadar”. Kata ini kamus besar Bahasa
Indonesia memiliki pengertian insaf, tahu dan mengerti, ingat kembali.
Lebih lanjut kata dasar sadar tersebut dapat digunakan dalam kehidupan
sehari-hari seperti menyadari, menyadarkan dan penyadaran. Semua ungkapan tersebut memiliki konotasi yang berbeda
sesuai dengan perubahan kalimat dasar yang digunakan.
Kalimat
“menyadari” dapat diartikan sebagai upaya dan usaha dalam menginsafi,
mengetahui atau menyadari kembali. Menyadarkan berarti menjadikan (menyebabkan)
seseorang sadar, menginsafkan, dan mengingatkan atau ingatan kembali (siuman).
Penyadaran proses, cara, perbuatan yang menyadarkan. Kesadaran merupakan
keadaan keinsifan, mengerti atau hal yang dirasakan atau dialami oleh
seseorang.
Dari
makna sadar, kesadaran, menyadari dan penyadaran maka sadar adalah suatu tujuan
yaitu lahirnya keinsafan, tahu dan mengerti dan ingatan kembali. Kesadaran
merupakan situasi atau hasil dari kegiatan menyadari sedangkan penyadaran
merupakan proses untuk menciptakan suasana sadar.
Sadar
diri dimaknai dengan tahu diri. Tahu diri merupakan kondisi dimana seseorang
mengenal hal ihwal diri serta
mampu menempatkan diri sesuai dengan fungsi dan posisi yang tepat. Oleh karena
itu orang yang tahu diri adalah orang yang mampu dan sanggup membawakan diri
ditengah-tengah kehidupan dan tidak mengalami kesulitan pada penerimaan orang
lain akan berbagai kondisi dirinya.
Dengan
demikian yang dimaksud dengan penyadaran adalah semua proses dan tindakan yang
dilakukan oleh seseorang dalam mengembalikan atau menciptakan keinsafan,
mengetahui sesuatu, dan mengembalikan ingatan “pasien/klien” setelah suasana
tersebut dipengaruhi atau hilang oleh faktor penyakit atau karena sebab lain.
TEORI DAN KONSEP KESADARAN
K
|
egiatan
penyadaran untuk menciptakan kesadaran dalam konseling dan terapi dikenal
dengan istilah eksistensial humanistik. Teori Esksistensial
Humanistik dipelopori oleh Carl Rogers. Teori ini mengedepankan aspek kesadaran dan tanggung jawab. Menurut konsep ini
manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri. Semakin kuat
kesadaran diri itu pada seseorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang
ada pada orang itu. (Gerald Corey, 2007: 54)
Kesanggupan untuk memilih berbagai alternatif yakni memutuskan
sesuatu secara bebas di dalam kerangka pembatasnya adalah sesuatu aspek yang
esensial pada manusia. Kebebasan memilih dan bertindak itu disertai dengan
tanggung jawab. Konsep ini juga menekankan bahwa manusia bertanggung jawab atas
keberadaan dan nasibnya.
Dalam
penerapannya konsep “terapi” artinya ditujukan untuk meningkatkan kesadaran
- kesanggupan seseorang dalam mengalami hidup secara penuh sebagai manusia.
Pada intinya keberadaan manusia, membukakan kesadaran bahwa:
- Manusia adalah makhluk yang terbatas, dan tidak selamanya mampu mengaktualkan potensi-potensi dirinya.
- Manusia memiliki potensi mengambil atau tidak mengambil suatu tindakan.
- Manusia memiliki suatu ukuran pilihan tentang tindakan-tindakan yang akan diambil, karena itu manusia menciptakan sebagian dari nasibnya sendiri.
- Manusia pada dasarnya sendirian, tetapi memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain; manusia menyadari bahwa terpisah tetapi juga terkait dengan orang lain.
- Makna adalah sesuatu yang tidak diperoleh begitu saja, tetapi merupakan hasil pencarian manusia dan dari penciptaan tujuan manusia yang unik.
- Kecemasan eksistensial adalah bagian hidup esensial sebab dengan meningkatnya kesadaran atas keharusan memilih, maka manusia mengalami peningkatan tanggung jawab atas konsekuensi-konsekuensi tindakan memilih.
- Kecemasan timbul dari penerimaan ketidakpastian masa depan.
Manusia
bisa mengalami kondisi-kondisi kesepian, ketidakbermaknaan, kekosongan, rasa
berdosa, dan isolasi, sebab kesadaran adalah kesanggupan yang mendorong
kita untuk mengenal kondidi-kondisi tersebut. (Gerald Corey, 2007:65).
KESADARAN DIRI DALAM ISLAM
K
|
esadaran dalam Islam merupakan hal yang sangat penting untuk
diciptakan. Hal ini disebabkan kesadaran itu diperlukan untuk mencapai siatuasi
kehidupan yang lebih baik. Inti dari hidup sesungguhnya kesadaran diri. Setiap
diri semestinya menyadari akan eksistensinya sebagai manusia di samping
sebagai hamba Allah dan khalifah di muka bumi. Oleh karena itu semestinya
setiap diri memiliki kesadaran yang tinggi dikaitkan dengan tujuan hidup, tugas
hidup, tantangan hidup, teman hidup, lawan hidup, perbekalan hidup dan
berakhirnya kehidupan.
Dari
segi tujuan hidup, manusia diciptakan hanyalah untuk beribadah kepadanya dan
menjadi khalifah di muka bumi. Beribadah kepada Allah (abdi) dilakukan dengan
penuh keihlasan dalam penghambaan. (QS Adz-Zāriyāt 51:56, Al-Bayyinah 98:5).
Prinsip beribadah dalam menjalankan kehidupan akan mendorong manusia untuk
selalu berbuat optimal dan terhindar dari perasaan terpaksa dan memberatkan.
Begitu pula halnya sebagai khalifah yang ditugaskan untuk mengatur dan menata
kelola kehidupan di bumi dengan cara-cara yang diridhoi Allah swt yakni dengan kasih sayang dan
keadilan serta menjadi rahmat bagi sekalian alam.
Kehidupan ini juga perlu disadari bahwa ia juga memiliki
tantangan. Tantangan hidup adalah bagaimana bisa menundukkan kehidupan dunia
yang serba gemerlap untuk kepentingan akhirat. Kehidupan juga memiliki
tantangan yang begitu hebat yaitu mengusahakan kemaksiatan dan kejahatan serta
pelanggaran (berubah, diperbaiki) menjadi kebaikan, kesalehan dan ketaatan.
Bagaimana kemalasan yang ada dalam diri berubah menjadi pribadi yang ulet,
inisiatif, produktif dan sebagainya.
KESADARAN DIRI DALAM (BER) SOSIAL
P
|
erlu
pula disadari bahwa hidup ini membutuhkan bantuan dan andil serta kerjasama
dengan orang lain. Hal ini dikarenakan manusia makhluk sosial. Sebagai makhluk
sosial dapat diartikan bahwa sosial memiliki makna kemampuan dan kesanggupan
diri untuk menempatkan diri pada diri dan orang lain sesuai dengan kaedah yang
berlaku. Kemampuan dalam menempatkan diri sangat dipenggaruhi oleh sejauhmana
kemampuan dan kesanggupan diri dalam mengenali diri dan orang lain, memahami
dan menerima keterbatasan dan kelebihan diri dan orang lain yang memiliki
karakter yang berbeda.
Kesadaran
yang perlu dimiliki oleh setiap diri adalah siapa yang menjadi musuh dan kawan
dalam hidup. Musuh dalam konteks al-Qur’an khususnya bagi orang beriman adalah
syaithan dan orang-orang kafir (yang tidak menyenangi orang beriman yang
disertai tindakan memeranginya baik, fisik maupun ajarannya dengan cara yang tidak berdasarkan hujjah yang baik). Karena syeithan
berupaya menggoda dan menyesatkan manusia dari kebenaran dan orang kafir
menghalangi orang-orang beriman untuk tunduk di jalan Tuhan. Orang kafir yang sebagiannya
tidak toleran (phobia) tidak akan
pernah senang terhadap orang beriman selagi belum mengikuti millah mereka,
al-Baqarah 2:120. Sementara itu kawan adalah orang mukmin, Al-Hujurāt 49:10,
yang satu sama lain harus hidup dalam tolong menolong, saling mengingatkan
dengan kebenaran dan kesabaran serta dengan kasih sayang.
KESADARAN DIRI DAN TANGGUNGJAWABNYA
S
|
elanjutnya
perlu pula disadari bahwa hidup ini hanyalah “sebentar” dan akan kembali kepada
Tuhan penciptanya. Oleh karena itu kehidupan sesaat juga akan diminta pertangungjawabannya
kelak di akhirat tentang apa yang telah dibuat selama hidup di dunia. Karena hakekat hidup di dunia pada dasarnya adalah membawa amal-amal baik yang diridhai-Nya sebagai bekal bagi kehidupannya yang baik (surga) di kampung akhirat.
Semestinya
setiap orang harus mampu memanfaatkan kehidupan yang sesaat itu untuk
menciptakan kehidupan bermakna dan mengupayakan terciptanya kondisi hidup yang
penuh dengan kedamaian. Kedamaian hidup bisa diraih ketika kesedihan dan
kesengsaraan batin bisa dihindari. Terkait dengan hal ini ‘Aidh Al-Qarni
menulis buku Lā Tahzan Innallāha Ma’anā. Agaknya karya beliau ini bisa
menjadi bacaan untuk mempertahankan nilai-nilai kesadaran diri dengan
meminimalisir kesedihan.
Kesedihan
menurut `Aidh al-Qarni (2004:161) bisa dihilangkan dengan keredhaan hati. Keridhaan akan menciptakan ketenangan, hati yang dingin
nan sejuk, ketegaran dalam menghadapi syubuhat, ketegaran dalam
menghadapi berbagai permasalahan yang tumpang tindih dan muncul deras sekali.
Hati yang ridha akan yakin sepenuhnya kepada janji Allah dan Rasul-Nya.
(2004:374).
Ibnu
Qayyim dalam `Aidh (2004:216) mengemukakan bahwa cara membuat hati menjadi
damai dan lapang yaitu melalui tauhid. Dengan kebersihan dan kesucuian
tauhid itu bisa membuat hati menjadi lapang, jauh lebih luas dari dunia dan
isinya.
Disamping
itu kelapangan hati diperoleh dengan cara mengulurkan tangan untuk berbagi
dengan sesama melalui amal-baik dan sedekah. Sedekah membuat hati menjadi
lapang. Sebab apa yang diberikan kepada orang lain akan mendatangkan
kebahagiaan. Sebaliknya belenggu yang mengikat jiwa adalah bagian dari belenggu
yang mengikat tangan. Orang-orang kikir adalah yang paling sesak dadanya dan
sempit akhlaknya. (`Aidh, 2004:230).
Kesadaraan
seperti
penjelasan di atas berarti sifat atau karater alias tabiat atau kecenderungan
diri untuk tetap tahu, mengerti dan memahami serta menerima keadaan yang
dialami. Seorang “pasien/klien” dikatakan sadar apabila ia mengerti, memahami
serta tahu dengan kondisinya. Tingkat kesadararan seseorang terhadap kondisi
yang dihadapinya akan mempengaruhi tingkat kesehatan dan kemauan untuk
mengambil tindakan. Oleh karena itu kesadaran merupakan kondisi jiwa dimana
seseorang mengerti dengan jelas apa yang ada dalam fikirannya dan paham dengan
apa yang sedang dilakukannya.
Penerapan nilai-nilai kesadaran dapat dilakukan melalui berbagai
kegiatan layanan seperti orientasi, informasi, refleksi, introsfeksi, meditasi
yang bermuatan tentang proses menyadari akan tujuan hidup, peran dan tanggung
jawab sebagai hamba dan kahalifah, sadar akan kelebihan dan kekuarangan diri,
sadar bahwa sakit cepat datang dan lambat pergi, sadar bahwa setiap penyakit
yang dialami diturunkan juga obat penawarnya. Serta sadar bahwa semua akan
berakhir.
Istilah
lain perenungan diri dalam Islam dikenal dengan muhasabah yaitu proses mengingat, merenungi,
menghayati dan melakukan evaluasi tentang apa yang telah dilakukan untuk
perbaikan kedepan. Ke depan atau besok dapat dipahami sebagai hari yang akan
dilalui serta lebih fokus lagi pada persiapan kehidupan yang lebih abadi yakni
perbelakan untuk kehidupan akhirat. Hal ini ditegaskan oleh Allah dalam
Firman-Nya pada surat Al-Mukminun dan al-Ankabut yang artinya:
“Maka Apakah kamu mengira, bahwa Sesungguhnya Kami
menciptakan kamu secara main-main (saja, tidak ada tujuannya), dan bahwa kamu tidak akan
dikembalikan kepada kami?” (QS Al-Mukminūn 23:115)
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan
(saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? dan
Sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka
Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya Dia
mengetahui orang-orang yang dusta”. (QS Al-‘Ankabūt 29:2-3)
INDIKATOR KESADARAN
D
|
ari
penjelasan di atas dapat dikemukakan indikator yang dijadikan identitas
atau karakteristik dari kesadaran atau tanda-tanda khusus dari kesadaran antara
lain.
- Tahu dan mengerti dengan apa yang diucapkan dan yang dilakukan.
- Bertanggung jawab.
- Sanggup menerima amanah.
- Mengenal dan memahami serta menerima diri dengan berbagai bentuk kelebihan dan kekurangan.
- Memiki kesiapan dalam menjalani kehidupan dan mengerti resiko yang akan dihadapi sebagai konsekuensi logis dari tuntutan kehidupan
PROSES MENUMBUHKAN KESADARAN
S
|
alah
satu cara menumbuhkan kesadaran dalam persfektif Islam melalui proses Muhasabah.
Muhasabah dalam perspektif sufi upaya memperhitungkan atau mengevaluasi
diri. Muhasabah digunakan sebagai upaya dalam mencapai tingkat
ketenangan diri (Ahmad Mubarok 2005:31)
Muhasabah
dilakukan setelah beramal. Muhasabah juga diartikan sebagai kegiatan mengingat, merenungi,
menyadari atau mengevalusai aktivitas untuk merancang masa depan yang
lebih baik.
Hal ini
sejalan dengan firman Allah swt dalam
surat Al-Hasyr yang artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada
Allah dan hendaklah “Setiap Diri” memperhatikan apa yang telah diperbuatnya
untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Mahateliti
(Mengetahui) terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Hasyr 59:18)
Muhasabah
menurut Haris al-Muhasibi (200:97) diartikan dengan upaya mengenali diri (ma`rifatunnafs).
Mengetahui diri dimaksud adalah mengetahui kecenderungan tabiat dan
keinginannya, mengetahui segala bentuk kelemahan dan kekuatan diri. Merenungi
apa yang telah diperbuat, berapa banyak kelalaian yang telah diperbuat dan
sebagainya. Materi muhasabah bisa dikaitkan kepada proses merenungi apa
dan siapa kita? Untuk apa kita ke dunia? Apa yang perlu kita siapkan? Kemana
akhir kehidupan kita?
Pemaparan
di atas dapat dipahami bahwa hakikat penyadaran merupakan suatu proses
pemahaman diri (sadar) dengan indikator mampunya seseorang untuk tahu, kenal,
mengerti dengan apa yang sedang dirasakan, dipikirkan dan dilakukan.
PENUTUP
D
|
ari
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kesadaran merupakan buah dari proses
penyadaran dimana setiap orang dapat dikatakan sadar apabila dia mampu
mengerti, memahami, mengetahui apa yang ada dalam fikiran dan perasaannya serta
apa yang sedang dikerjakannya.
Untuk
memelihara tingkat kesadaran dalam ajaran Islam dikenal dengan istilah muhasabah - melakukan perenungan,
perhitungan, kalkulasi dan menginggat apa yang telah, sedang dilakukan untuk
menghadapi kehidupan.
Terutama
kesadaran kehadiran dan perannya di bumi yang mesti dibawanya sebagai berikut. Manusia
dijadikan sebagai khalifah-khalifah di
bumi, QS Fāthir 35:39 dan QS Al-An’ām 6:165. Manusia adalah makhluk mulia dan
dilebihkan di atas banyak makhluk yang lain dengan kelebihan yang yang sempurna,
QS Al-Isrā’ 17:70. Manusia dijadikan oleh Allah swt dalam sebaik-baik bentuk, baik fisik maupun psikisnya (QS At-Tīn
95:4 dan 6), serta dilengkapi dengan berbagai alat potensial dan
potensi-potensi dasar (fitrah) yang
dapat dikembangkan dan diaktualisasikan seoptimal mungkin melalui proses
pendidikan. Karena itulah maka sudah selayaknya manusia menyandang tugas
sebagai khalifah Allah di muka bumi.
Tugas
manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi antara lain menyangkut tugas
mewujudkan kemakmuran di muka bumi, QS Hūd 11:61. Memberi petunjuk jalan dalam
mewujudkan keselamatan dan kebahagiaan hidup di muka bumi, QS Al-Mā’idah 5:16.
Yaitu dengan cara beriman dan beramal shaleh, QS AR-Ra’d 13:29. Bekerjasama
dalam menegakkan kebenaran dan bekerjasama dalam menegakkan kesabaran, (QS Al-‘Ashr
103:1-3. Karena itu tugas kekhalifahan merupakan tugas suci dan amanah dari
Allah sejak manusia pertama hingga manusia akhir zaman yang akan datang, dan
merupakan perwujudan dari pelaksanaan pengabdian kepada-Nya (’abdullah).
Tugas-tugas
kekhalifahan tersebut menyangkut tugas kekhalifahan terhadap diri sendiri
meliputi seperti tugas-tugas menuntut ilmu pengetahuan, QS An-Nahl 16:43.
Karena manusia itu adalah makhluk yang dapat dan mesti dididik/diajar, QS Al-Baqarah
2:31. Mampu pula mendidik /mengajar, QS Āli ‘Imrān 3:187 dan Al-An’ām 6:51.
Menjaga
dan memelihara diri dari segala sesuatu yang bisa menimbulkan bahaya dan
kesengsaraan, QS At-Tahrīm 66:6. Termasuk di dalamnya adalah menjaga dan
memelihara kesehatan fisiknya, memakan makanan yang halal dan sebagainya. Menghiasi
diri dengan akhlak yang mulia. Kata akhlak berasal dari kata khuluq atau khalq. Khuluq merupakan bentuk batin-rohani, dan khalq merupakan bentuk lahir-jasmani.
Tugas
kekhalifahan dalam keluarga dalam berumah tangga meliputi tugas membentuk rumah
tangga bahagia dan sejahtera atau keluarga sakinah,
mawaddah wa rahmah - rasa kasih dan
sayang, QS Ar-Rūm 30:21. Dengan jalan menyadari akan hak dan kewajibannya
sebagai suami-istri atau ayah-ibu dalam rumah tangga.
Tugas
kekhalifahan dalam masyarakat meliputi tugas-tugas mewujudkan persatuan dan
kesatuan umat (dalam menjaga persaudaraan dan menjaga dari perselisihan yang tidak perlu), QS Al-Hujurāt
49:10 dan 13; Al-Anfāl 8:46.
Dalam
bersosial-kemasyarakatan (berorganisasi dan bernegara) tolong menolong dalam
kebaikan dan ketaqwaan dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
permusuhan, QS Al-Mā’idah 5:2. Menegakkan keadilan dalam masyarakat, QS An-Nisā’
4:135. Dalam keberimanannya (tidak fasik)
bertanggung jawab terhadap amar ma’ruf (menyuruh
dan melaksanakan kebaikan - agent of
development) nahi munkar (mencegah
kemukaran, agent of change) dalam
rangka keberimanannya, QS Āli-‘Imrān 3:104 dan 110.
Berlaku
baik terhadap golongan masyarakat yang lemah, termasuk di dalamnya adalah para
fakir-miskin dan anak yatim serta yang membutuhkan pertolongan, QS At-Taubāh 9:60;
An-Nisa’ 4:2. Orang yang cacat tubuh yang membutuhkan pengajaran yang
bermanfaat, QS ‘Abasa 80:1-11).
Demikianlah
ajaran Islam dalam menumbuhkan kesadaran diri dengan jalan muhasabah diri. Membangunkan
kesadaran Falsafah Hidup Islam. Yaitu, sebenarnya, tujuan dan peran dari eksisnya
manusia hidup di bumi ini, QS Al-‘Alaq 96:5. Tipikal gambaran konsep ajaran yang
tidak terdapat dalam Falsafah Hidup manapun. Billahit Taufiq wal-Hidayah. □ AFM
Daftar Bacaan:
Abi
Abdullah al-Haris al-Muhasibi, Al- Masailu fi a`maliil qulūbi wal Jawarih, Bairut: Dar
al-Kitab Ilmiyah, 2000
Achmad
Mubarok, Meraih Kebahagiaan dengan Bertasawuf (Pendakian menuju
Allah), Jakarta: Paramadina, 2005
Gerald
Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, (Bandung: Refika Aditama, 2007), Edisi kedua
‘Aidh
al Qarni, La tahzan (Jangan bersedih), terjemahan,Jakarta: Qisth Press, 2005 □□
Sumber:
https://baiturraqy.wordpress.com/ilmiah/jurnal/menumbuhkan-kesadaran-diri/
http://blog.unnes.ac.id/malikhatundayyanah/2015/11/24/tugas-manusia-sebagai-khalifah-di-muka-bumi/
Manusia
Makhluk Unggul, Insight of Dinul Islam, Powered by AFM, Washington DC - Jakarta,
2013. □□□