Monday, April 30, 2018

Hubungan Agama dan Negara




PENDAHULUAN

D
alam pemahaman barat, konsep agama (religion) dipandang lebih sempit dan terbatas dibandingkan dengan konsep agama (ad-din) dalam Islam.  Menurut barat, agama bukan merupakan suatu totalitas, sedangkan agama menurut Islam merupakan suatu totalitas yang bersifat komprehensif.

Menurut W. Montgomery Watt, agama dalam Islam dapat meliputi seluruh bentuk kehidupan, sedangkan agama menurut barat tidak. Kemudian Clifford Geertz juga menjelaskan bahwa agama (di barat) hanya sebagai simbol untuk menciptakan suasana hati dan motivasi yang kuat, serba menyeluruh dan berlaku lama dalam diri manusia.

Dalam hal ini dapat dipahami bahwa konsep agama menurut barat berarti bahwa agama memiliki ruang lingkup yang terbatas dalam aspek kehidupan manusia, agama hanya sebatas mengatur tentang pribadi manusia itu sendiri, seperti dalam hal kejiwaan, pernikahan, kematian dan tingkah laku manusia. Sedangkan pada urusan kenegaraan dan hukum, itu merupakan diluar kajian agama.

Konsep tersebut didasarkan atas kata agama itu sendiri, menurut barat, kata religion bukan berasal dari kitab suci, sedangkan Ad-Din dalam Islam merupakan kata yang muncul dari kitab suci. Oleh karena itu, dalam pandangan barat tentang fungsi agama diluar aturan pribadi manusia dianggap tidak ada.

Mungkin jika dikaji secara akal, tidaklah benar jika agama dipisahkan dari aspek hukum dan kenegaraan. Sebab, dari kedua aspek tersebut sangat diperlukan aturan agama dalam hal etika dan tingkah laku serta moral manusia terhadap pembentukan konsep hukum dan Negara. Namun, barat terpaksa mengabaikan konsep tersebut dikarenakan pada awalnya mereka sendiri tidak mampu menerjemahkan kata “agama” dengan baik. Mereka terlalu banyak mengkaji tentang kehidupan Yesus, namun mereka sendiri tidak mengerti bagaimana konsep tuhan yang sebenarnya. Oleh karena itu, mereka menganggap bahwa akal adalah diatas segalanya. Sehingga konsep tentang tuhan pun direkayasa agar dapat diterima oleh akal.

Jika konsep tuhan saja dapat dimanipulasi dengan akal, apalagi halnya dengan agama. Tentunya mereka memberikan batasan-batasan yang lebih sempit dalam pengkajian agama terhadap aturan hidup mereka. Dengan demikian, agama hanyalah sebagai pengikat individu manusia dalam hal etika dan moral, serta suatu kepercayaan yang hanya bersifat sebagai komplemen atau pelengkap saja dalam kehidupan manusia sebagai makhluk yang bertuhan. Sehingga dalam hal pengaturan politik Negara dan hukum, agama dinafikan, hal ini disebut sekularisme.


Pengertian Sekularisme

Istilah sekuler (secular) berasal dari bahasa latin saeculum yang memiliki dua konotasi yaitu time dan location. Waktu menunjukan sekarang sedangkan tempat dinisbahkan kepada dunia. Jadi saeculum berarti zaman ini atau masa kini, dan zaman ini atau masa kini menunjukan peristiwa di dunia ini, dan itu juga berarti peristiwa–peristiwa masa kini. [2] Adapun sekularisasi dalam kamus ilmiah adalah hal usaha yang merampas milik gereja atau penduniawian. Sedangkan Sekularisme adalah sebuah gerakan yang menyeru kepada kehidupan duniawi tanpa campur tangan agama. [3]

Al-Attas, dalam bukunya yang berjudul Islam dan Sekularisme, menjelaskan bahwa sekularisasi didefinisikan sebagai pembebasan manusia, yaitu mula-mula dari agama dan kemudian dari metafisika. Itu berarti terlepasnya dunia dari pengertian-pengertian religious dan religious-semu, terhalaunya semua pandangan-pandangan dunia yang tertutup, terpatahkannya semua mitos supernatural dan lambang-lambang suci. Sekularisme lebih condong kepada proses peralihan fungsi-fungsi dan sifat-sifat keagamaan kearah fungsi-fungsi dan sifat-sifat yang tak bernilai atau yang tidak ada hubungannya dengan keagamaan. Pengertian yang lain menyebutkan sekularisme adalah penduniawian sesuatu yang pada mulanya bersifat atau bernilai keagamaan.


Sejarah Munculnya Sekularisme Di Barat

Bila kita melacak sejarah bangsa Eropa, sekularisme muncul disebabkan pengungkungan peranan gereja dalam tindakannya menyekat pintu pemikiran dan penemuan sains (ilmu pengetahuan). Pihak gereja Eropa telah menghukum ahli sains seperti Copernicus, Gradano, Galileo dll yang mengutarakan penemuan saintifik yang berlawanan dengan ajaran gereja. Kemunculan paham ini juga disebabkan tindakan pihak gereja yang mengadakan upacara agama yang dianggap berlawanan dengan nilai pemikiran dan moral seperti penjualan surat pengampunan dosa, yaitu seseorang boleh membeli surat pengampunan dengan nilai uwang yang tinggi dan mendapat jaminan syurga walaupun berbuat kejahatan di dunia.

Kemudian muncul revolusi rakyat Eropa yang menentang pihak agama dan gereja yang bermula dengan pimpinan Martin Luther, Roussieu dan Spinoza. Akhirnya tahun 1789, Perancis menjadi negara pertama yang bangun dengan sistem politik tanpa intervensi agama. Revolusi ini terus berkembang sehingga di negara-negara Eropa, muncul ribuan pemikir dan saintis yang berani mengutarakan teori yang menentang agama dan berunsurkan rasional. Seperti muncul paham Darwinisme, Freudisme, Eksistensialisme, Ateismenya dari idea Nietche yang menganggap "Tuhan telah mati" dan manusia bebas dalam mengeksploitasi. Akibatnya, agama dipinggirkan dan menjadi bidang yang sangat kecil, terpisah daripada urusan politik, sosial dan sains. Bagi mereka yang melakukan penolakan terhadap sistem agama telah menyebabkan kemajuan sains dan teknologi yang pesat dengan munculnya zaman Renaissance [4] yaitu pertumbuhan pesat dari perindustrian dan teknologi di benua Eropa.

Disamping itu, sejarah yang paling kental tentang munculnya sekularisme adalah disebabkan dari bentuk kekecewaan (mosi tidak percaya) masyarakat Eropa kepada agama Kristen saat itu (abad 15). Di mana Kristen beberapa abad lamanya menenggelamkan dunia barat ke dalam periode yang kita kenal sebagai “the dark ages” (abad gelap Eropa). Padahal pada saat yang sama peradaban Islam saat itu sedang berada di puncak kejayaannya - baca blog afaisalmarzuki dengan tajuk Islam di Spanyol dan Peninggalannya. Sehingga ketika perang salib berakhir dengan kekalahan di pihak Eropa, walau mereka mengalami kerugian di satu sisi, tetapi, sebenarnya mereka mendapatkan sesuatu yang berharga, yaitu inspirasi pengetahuan dari Islam yang memegang pemerintahan “Kekhalifahan Islam” saat itu. Karena justru setelah mereka “bergesekan” dengan umat Islam di “Perang Salib” (Crusader). Hal tersebut ternyata menjadi kawah lahirnya renaissance beberapa abad setelahnya di Eropa. Setelah mereka menerjemahkan buku-buku filsafat Yunani berbahasa Arab dan karya-karya filosof Islam, dan buku-buku ilmu pengetahuan seperti astronomi, matematik, aljabar, algoritmi, kedokteran, obat-obatan, ilmu optik, sosiologi dan lainnya ke dalam bahasa Latin.

Pada saat Eropa mengalami the dark ages, Kristen yang sudah melembaga saat itu menguasai semua ranah kehidupan masyarakat Eropa. Politik, ekonomi, pendidikan dan semuanya tanpa terkecuali yang dikenal dengan istilah ecclesiastical jurisdiction (hukum Gereja). Semua hal yang berasal dari luar kitab suci Injil dianggap salah. [8] Filsafat yang notabene sebagai al-umm (ilmu induk) dari ilmu pengetahuan dengan ruang lingkupnya yang sangat luas, mereka sempitkan dan dikungkung hanya untuk menguatkan keyakinan mereka tentang ketuhanan yang trinitas itu. Mereka menggunakan filsafat hanya sekedar untuk menjadikan trinitas yang irasional menjadi kelihatan rasional. Dengan demikian secara otomatis filsafat yang seharusnya menjadi induk dari seluruh ilmu pengetahuan yang ada menjadi mandul dan tidak berfungsi.

Ilmu pengetahuan yang menopang majunya sebuah peradaban malah dimusuhi. Ketika ada penemuan baru yang dianggap bertentangan dengan isi kitab suci Injil dianggap sebagai sebuah pelanggaran yang harus ditebus dengan nyawa. Sebagaimana yang dialami Copernicus yang menyatakan teori “heliosentris”-nya (tatasurya dimana matahari sebagai pusat dari jagat planet-planet yang mengelilinginya) yang notabene bertentangan dengan Injil nama kita suci Kristen yang mengemukan teori “geosentris” (bumilah sebagai pusat jagat raya termasuk matahari dan planet-planet).

Sesuai dengan teori arus air, jika ia ditahan maka lama kelamaan akan menjadi tenaga yang begitu dahsyat untuk mengahancurkan penahannya. Begitu juga yang terjadi di Eropa pada abad 15 dengan apa yang disebut renaissance sebagai lambang dari pembebasan masyarakat Eropa dari kungkungan gereja. Gerakan renaissance ini mulai digerakkan di berbagai lini, seni, gerakan pembaruan keagamaan yang melahirkan Kristen Protestan, Humanisme dan penemuan Sains. Yang selanjutnya diteruskan dengan masa enlightenment (abad pencerahan Eropa) pada abad ke-18 satu abad setelah lahirnya aliran Filsafat Moderen pada abad ke-17.

Tirani Gereja Kristen—sebagaimana yang kita ketahui—merupakan agama yang cinta damai dan agama cinta kasih. Ini bisa dilihat dari perkataan Yesus yang memerintahkan murid-muridnya untuk "memberikan pipi kanan jika dipukul pipi yang kiri”. Namun, pada kenyataannya Gereja Kristen yang melembaga justru menjadi “tirani” bagi bangsa Eropa pada abad pertengahan. Dengan itu membuat Eropa menjadi terpuruk selama berabad-abad dalam masa yang disebut the dark ages.


Agama dan Negara Dalam Sejarah Nusantara Dan Kemerdekaan Indonesia

Wacana hubungan Agama dan Negara dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sudah sangat jelas dalam tinjauan sejarah terbentuknya negara  di Nusantara yang kemudian menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia, mulai dari animisme, kemudian masuklah ajaran Budha dan Hindu dari Asia Timur, selanjutnya  ajaran Islam yang disebarkan oleh pedagang dari Timur Tengah. Masuknya ajaran agama Islam ke Nusantara ini tersebut ditempuh dengan damai dan penduduk setempat sukarela menerimanya. Mereka tidak menduduki (menjajah) Nusantara.

Kemudian mulai abad ke-16 masuklah negara-negara Eropa ke Nusantara yang akhirnya menduduki dan menjajah dan dimasukkan bagian dari Negara penjajah bersamaan dengan masuknya agama yang di anut para penjajah. Negara-negara yang menjajah tersebut adalah mulai dari Purtugis, Spanyol, Inggris. Terakhir Belanda selama 350 tahun berangsur-angsur menduduki daerah-daerah dari kepulauan Nusantara.

Zaman itu bagian-bagian Nusantara yang telah dikuasai penjajah. Nusantara tidak berdaulat sama sekali, namun walaupun telah diduduki tetap mengadakan perlawanannya melalui perang frontal maupun gerilya, sampai akhirnya merdeka. Sebelum negara-negara Eropa yang datang ke daerah-daerah kepulauan Nusantara telah berdiri masing-masing dalam bentuk kesultanan-kesultanan Islam.

Tinjauan hubungan agama dan negara secara ideologis oleh para kesultanan di Nusantara tidak asing lagi. Dan pemikiran Islam seperti inilah yang mengilhami para kesultanan-kesultanan di Nusantara menjadikan daerah pemerintahannya berdasarkan ajaran Islam.

Kemudian Jepang mengalahkan Belanda dan kemudian Belanda hengkang dari seluruh daerah-daerah di kepulauan Nusantara. Jepang yang mengaku saudara tua berada di Nusantara selama tiga setengah tahun, sebelum meninggalkan Nusantara, sempat seluruh daerah-daerah dari kepulauan Nusantara bersatu dengan “Soempah Pemoeda 28 Oktober 1928” [5] memerdekakan dirinya (bangsanya) dengan memproklamasikan kemerdekaan Indonesia (Nusantara), karena Jepang telah menyerah pada Perang Dunia ke-2.

Tinjauan hubungan agama dan negara secara ideologis pertama-tama harus diletakkan pada proporsinya dengan benar. Yaitu sebagai pemikiran dari cabang tentang kehidupan, yang lahir dari pemikiran mendasar tentang alam semesta, manusia, dan aqidah [1] kehidupan.

Oleh sebab itu, pembahasan hubungan agama dan negara pertama-tama harus bertolak dari pemikiran mendasar tersebut, baru kemudian dibahas hubungan agama dan negara, sebagai cabang pemikiran yang lahir dari pemikiran mendasar tersebut.

Yang dimaksud pemikiran mendasar tersebut (aqidah), adalah pemikiran menyeluruh (fikrah kulliyyah) tentang alam semesta, manusia, dan kehidupan, serta tentang apa yang ada sebelum kehidupan dunia dan sesudah kehidupan dunia, serta hubungan kehidupan dunia dengan apa yang ada sebelum kehidupan dunia dan sesudahnya (An Nabhani, Nizham Al-Islam, 2002).


NEGARA DALAM PRESPEKTIF ISLAM

A
qidah Islamiyah adalah iman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, Hari Akhir, dan Qadar (taqdir) Allah. Aqidah ini merupakan dasar ideologi Islam yang darinya terlahir berbagai pemikiran dan hukum Islam yang mengatur kehidupan manusia. Aqidah Islamiyah telah memerintahkan untuk menerapkan agama secara menyeluruh dalam segala aspek kehidupan, yang tidak mungkin terwujud kecuali dengan adanya negara. Firman Allah swt yang artinya sebagai berikut:

“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan…” [QS Al-Baqarah 2:208]

“Apakah kamu akan beriman kepada sebagian Al Kitab dan ingkar kepada sebagian yang lainnya. Maka tidak ada balasan bagi yang mengerjakan itu di antara kamu, melainkan kehinaan dalam kehidupan dunia dan pada Hari Kiamat mereka akan dikembalikan kepada azab yang sangat pedih…” [QS Al-Baqarah 2:85]

Berdasarkan ini, maka seluruh hukum-hukum Islam tanpa kecuali harus diterapkan kepada manusia, sebagai konsekuensi adanya iman atau Aqidah Islamiyah. Dan karena hukum-hukum Islam ini tidak dapat diterapkan secara sempurna kecuali dengan adanya sebuah institusi negara, maka keberadaan negara dalam Islam adalah suatu keniscayaan. Karena itu, formulasi hubungan agama-negara dalam pandangan Islam dapat diistilahkan sebagai hubungan yang positif, dalam arti bahwa agama membutuhkan negara agar agama dapat diterapkan secara sempurna dan bahwa agama tanpa negara adalah suatu cacat yang akan menimbulkan reduksi dan distorsi yang parah dalam beragama. Agama tak dapat dipisahkan dari negara. Agama mengatur seluruh aspek kehidupan melalui negara yang terwujud dalam konstitusi dan segenap undang-undang yang mengatur kehidupan bernegara dan bermasyarakat.

Maka dari itu, tak heran banyak pendapat para ulama dan cendekiawan Islam yang menegaskan bahwa agama dan negara adalah sesuatu yang tak mungkin terpisahkan. Keduanya ibarat dua keping mata uang, atau bagaikan dua saudar kembar (tau`amāni). Jika dipisah, hancurlah perikehidupan manusia.

Imam Al Ghazali dalam kitabnya Al Iqtishad fil I’tiqad halaman 199 berkata:

“Karena itu, dikatakanlah bahwa agama dan kekuasaan adalah dua saudara kembar. Dikatakan pula bahwa agama adalah pondasi (asas) dan kekuasaan adalah penjaganya. Segala sesuatu yang tidak berpondasi niscaya akan roboh dan segala sesuatu yang yang tidak berpenjaga niscaya akan hilang lenyap.”

Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ul Fatawa, juz 28 halaman 394 telah menyatakan:

“Jika kekuasaan terpisah dari agama, atau jika agama terpisah dari kekuasaan, niscaya keadaan manusia akan rusak.”

Sejalan dengan prinsip Islam bahwa agama dan negara itu tak mungkin dipisahkan, juga tak mengherankan bila kita dapati bahwa Islam telah mewajibkan umatnya untuk mendirikan negara sebagai sarana untuk menjalankan agama secara sempurna. Negara itulah yang terkenal dengan sebutan Khilafah atau Imamah.

Taqiyyuddin An Nabhani dalam kitabnya Nizhamul Hukmi fil Islam, hal. 17 mendefinisikan Khilafah sebagai ‘kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin di dunia untuk menegakkan hukum-hukum Syariat Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia’.

Seluruh imam madzhab dan para mujtahid besar tanpa kecuali telah bersepakat bulat akan wajibnya Khilafah (atau Imamah, Kepemimpinan Negara) ini. Syaikh Abdurrahman Al Jaziri menegaskan hal ini dalam kitabnya Al Fiqh ‘Ala Al Madzahib Al Arba’ah, juz V, halaman 308:

“Para imam madzhab (Abu Hanifah, Malik, Syafi‘i, dan Ahmad) rahimahumullah, telah sepakat bahwa Imamah (Khilafah, Kepemimpin Negara) itu wajib adanya, dan bahwa ummat Islam wajib mempunyai seorang imam (khalifah, pemimipin) yang akan meninggikan syiar-syiar agama serta menolong orang-orang yang tertindas dari yang menindasnya…”

Kalau tidak maka akan terjadi lagi penjajahan seperti yang telah terjadi pada mulai abad ke-16 di Nusantara dimana konsep dan motif penjajah itu adalah trilogi barat untuk menjajah 3-g sebagai berikut:

Historians use a standard shorthand, Gold, God (Gospel), and Glory, to describe the motives generating the overseas exploration, expansion, and conquests that allowed various European countries to rise to world power between 1400 and 1750.

Gold refers to the search for material gain through acquiring and selling Asian spices, African slaves, American metals, and other resources. As merchants gained influence in late-medieval western Europe, they convinced their governments to establish a direct connection to the lucrative Asian trade, leading to the first European voyages of discovery in the 1400s.

God” (Gospel) refers to the militant crusading and missionary traditions of Christianity, characterized in part by rivalry with Islam and hatred of non-Christian religions.

Glory alludes to the competition between monarchies. Some kings sought to establish their claims to newly contacted territories so as to strengthen their position in European politics and increase their power at the expense of the landowning nobility. They also embraced the ideology of mercantilism, which held that governments and large private companies should cooperate to increase the states wealth by increasing the reserves of precious metals. Motivated by these three aims, several western European peoples gained control or influence over widening segments of the globe during the Early Modern Era. By 1914 Europeans dominated much of the world politically and economically.

Terjemahannya:

Para sejarawan menggunakan singkatan standar Gold, God (Gospel), Glory, "Emas (mendapatkan harta dari tanah jajahan), Tuhan (menyebarkan ajaran Injil/Kristen, dan Kejayaan (Kemuliaan)," untuk menggambarkan motif yang menghasilkan eksplorasi, ekspansi, dan penaklukan luar negeri yang memungkinkan berbagai negara Eropa untuk naik menjadi kekuatan dunia antara tahun 1400 sampai tahun 1750.

"Emas" mengacu pada pencarian untuk keuntungan materi melalui akuisisi dan penjualan rempah-rempah Asia, budak Afrika, logam Amerika, dan sumber daya lainnya. Karena para pedagang mendapat pengaruh di Eropa barat akhir abad pertengahan, mereka meyakinkan pemerintah mereka untuk membangun hubungan langsung ke perdagangan Asia yang menguntungkan, yang mengarah ke pelayaran Eropa pertama penemuan pada tahun 1400-an.

"Tuhan" mengacu pada tradisi Perang Salib dan misionaris yang militan dari Kekristenan, yang dicirikan sebagian oleh persaingan dengan Islam dan kebencian terhadap agama-agama non-Kristen.

“Kejayaan” atau "Kemuliaan" menyinggung persaingan antara monarki. Beberapa raja berusaha untuk menetapkan klaim mereka ke wilayah-wilayah yang baru dihubungi untuk memperkuat posisi mereka dalam politik Eropa dan meningkatkan kekuasaan mereka dengan mengorbankan kaum bangsawan pemilik tanah. Mereka juga memeluk ideologi merkantilisme, yang menyatakan bahwa pemerintah dan perusahaan swasta besar harus bekerja sama untuk meningkatkan kekayaan negara dengan meningkatkan cadangan logam mulia.

Termotivasi oleh ketiga tujuan seperti tang disebutkan diatas itu, beberapa orang Eropa Barat menguasai atau mempengaruhi segmen-segmen pelebaran dunia selama Awal Era Modern. Pada 1914, Eropa mendominasi sebagian besar dunia secara politik dan ekonomi. [7]



KESIMPULAN

H
ubungan agama dan negara dalam pandangan Islam bersumber pada Aqidah Islamiyah (ajaran Islam). Karena itulah hubungan agama dan negara sangatlah eratnya dalam perjalanan sejarah kesultanan-kusultanan  Islam di Nusantara sebelum penjajahan datang menguasai Nusantara, kedatangannya telah mengeksploitasi sumber daya alam dan sumber daya manusia dengan berusaha menerapkan ajaran atau paham “trilogy imperialisme” barat yaitu Gospel (God), Gold and Glory (Tuhan, Emas, Kejayaan). [8]

Hubungan ini secara nyata dapat diwujudkan dengan berdiri negara yang mengakomodir ajaran Islam yang dalam sejarah berdirinya negara Republik Indonesia telah selesai dalam konsep bernegara yaitu berdasarkan Pancasila yang salah satu dasarnya adalah Ketuhahan Yang Maha Esa yang bersumber dari Piagam Jakarta. Sedangkan sila-sila yang lainnya (Humanity; the Unity of Indonesia; democracy; and Social Justice for all of the people) itupun merupakan ajaran Islam, yang pendirian dan penegakannya merupakan kewajiban seluruh warganegara. Tidak layak agama (Islam) dalam bernegara dipisahkan, karena telah digunakan dengan baik sejak sebelum kedatangan penjajah sampai kemerdekaan Indonesia dengan dasar negaranya adalah Pancasila. [9]

Nusantara dimerdekakan merupakan hasil perjuangan keras dari darah syuhada umat Islam sebagaimana tercatat dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Tanpa mengakomodasikan ajaran Islam dan menerapkannya secara sempurna dan menyeluruh bertentangan dengan sejarah nusantara (Indonesia) dan sejarah kemerdekaan Indonesia.


PENUTUP

D
emikianlah gambaran Konsep (ber)Negara Dalam Islam dimana Islam (agama) dan Negara yang keyakinan imannya berusaha untuk mencapai keamanan, kedamaian, kebahagian dan  kesejahteraan hidup umat manusia (Islam sebagai Rahmat Bagi Alam Semesta termasuk manusia di dalamnya).

Dalam merealisasikan tujuan tersebut, Al-Qur’an meletakkan kaidah dan prinsip-prinsip umum yang berkaitan dengan negara dan pemerintahan seperti penegakkan keadilan, penerapan musyawarah, memperhatikan kesamaan, jaminan hak dan kebebasan berpendapat, kebebasan beragama dan penetapan solidaritas sosial secara komprehensif serta hubungan pemimpin dan rakyatnya seperti hak dan kewajiban timbal balik antara pemimpin dengan rakyatnya.

Bahkan Islam adalah agama dan sekaligus sistem negara yang membangun peradaban, sebagaimana seorang orientalis, H.A.R. Gibb mengungkapkan, “Islam is much more than a religious system. It is a complete civilization.” Islam itu adalah suatu sistim yang lebih dari sekedar peribadatan, Islam adalah juga membangun peradaban (berkebudayaan tinggi) - artinya ajaran yang paling lengkap dan sempurna serta membawa kemajuan.

Selama penjajahan Barat atas dunia Islam, kaum muslimin tidak sempat berpikir tentang ajaran Islam (agama) mereka secara jelas, komprehensif, dan tuntas mengenai berbagai masalah disamping sebagai sistim peribadatan juga membangunan peradaban melalui negara. Peran semacam itu dapat dilihat dalam catatan sejarah keemasan Islam dimana dalam sistim bernegara pada pemerintahan Islam berkembang peribadatan bersamaan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan (sains dan teknolgi).

Pencapaian prestasi yang gemilang seperti itu yang dilakukan pada zaman Daulat Abbasiyah sangat jelas terlihat pada lahirnya para ilmuwan muslim yang mashur dan berkaliber internasional seperti: Al-Biruni dalam fisika, kedokteran; Jabir bin Hayyan (Geber) pada ilmu kimia; Al-Khawarizmi (Algorism) pada ilmu matematika, aljabar, algoritma; Al-Kindi dalam filsafat; Al-Farazi, Al-Fargani, Al-Bitruji (Alpetragius) dalam astronomi; Abu Ali Al-Hasan bin Haythami pada bidang teknik dan optik; Ibnu Sina (Avicenna) yang dikenal dengan Bapak Ilmu Kedokteran Modern; Ibnu Rusyd (Averroes) pada bidang filsafat; Ibnu Khaldun dalam sejarah, sosiologi dan ekonomi. Mereka telah meletakkan dasar dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan.

Menurut Philip K. Hitti, jarak peradaban antara kaum muslimin di bawah kepemimpinan Harun Al-Rasyid jauh melampaui peradaban yang ada pada orang-orang Kristen pimpinan Charlemagne.

Carli Fiorina, seorang yang visioner dan berbakat tinggi, CEO dari Hewlett Packard, perusahaan perancang dan produsen komputer memaparkan bahwa: “Para arsitek yang merancang bangunan-bangunan yang mampu melawan gravitasi adalah mereka para matematikawan yang menciptakan aljabar dan algoritma yang dengan itu komputer dan enkripsi data dapat tercipta. Mereka para dokter yang memeriksa tubuh manusia, dan menemukan obat baru untuk menyembuhkan penyakit. Mereka para astronom yang melihat ke langit, memberi nama bintang-bintang, dan membuka jalan bagi perjalanan dan eksplorasi antariksa” - mereka itu adalah para ilmuan dan penemu Muslim pada zaman kejayaan Islam di abad tengah.

Terakhir, negara menurut Dr. Wahid Ra’fat adalah sekumpulan besar masyarakat yang tinggal pada suatu wilayah tertentu di belahan bumi ini yang tunduk pada suatu pemerintahan yang teratur dan bertanggung jawab memelihara eksistensi masyarakatnya, mengurus segala kepentingannya, dan kemaslahatan umum.

Islam adalah sistem kehidupan manusia yang bertujuan selamat dan bahagia hidup di dunia serta selamat dan bahagia hidup di akhirat. Islam sebagai rahmat bagi alam semesta. Menjalankan kehidupan seperti inilah yang diperintahkan dan diridhoi oleh Allah Ta’ala, Tuhan Semesta Alam. [10] Billahit Taufiq wal-Hidayah. □ AFM


MENGENANG "ONE CULTURE THREE RELIGIONS". Islam di Eropah pada abad 7 s/d abad 15, semasa pemerintahan Al-Andalus (Spanyol Islam). Mari saksikan peninggalan sejarahnya melalui video youtube ini. --Klik---> Cordoba Dibawah Pemerintahan Islam


Catatan Kaki:
[1] Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Islam dan Sekuler (terj) Karsidjo Djojosuwarno (Bandung:Pustaka, 1978). Hlm 18-19.
[2]WAMY, Gerakan keagamaan dan Pemikiran, Akar Ideologis dan penyebaran-nya (Jakarta: Al-I’tishom 2002). Hlm 281.
[3] Abad Renaisans, Bahasa Inggris: Renaissance; artinya “Rebirth” atau dalam bahasa Indonesia “Kelahiran kembali”, adalah sebuah gerakan budaya yang berkembang pada periode kira-kira dari abad ke-14 sampai abad ke-17, dimulai di Italia pada Abad Pertengahan dan kemudian menyebar ke seluruh Eropah.
[4] Karena bukti yang dapat mendukung teori ini tidak cukup memadai, maka Gereja tidak dapat mendukung teorinya. Maka pada tahun 1616, pihak Gereja Katolik mengeluarkan dekrit bahwa teori heliosentris tersebut adalah teori yang salah dan bertentangan dengan Kitab Suci. Perlu kita ketahui bahwa bukan hanya Gereja Katolik yang menolak teori Copernicus yang dipegang oleh Galileo, tetapi gereja Protestan juga menolaknya. Bahkan Martin Luther termasuk barisan pertama yang menentang teori heliosentris, bersama-sama dengan muridnya Melancthon dan para teolog Protestan lainnya. Mereka mengecam karya Copernicus.
[http://www.katolisitas.org/1684/apakah-galileo-galilei-dibunuh-gereja-katolik]
[5] Poetoesan Congres Pemoeda-Pemoeda Indonesia 27-28 Oktober 1928]
[6] Aqidah atau akidah (Bahasa Arab: اَلْعَقِيْدَةُ; transliterasi: al-'Aqīdah) dalam istilah Islam yang berarti iman. Semua sistem kepercayaan atau keyakinan bisa dianggap sebagai salah satu akidah. Fondasi akidah Islam didasarkan pada Hadits Jibril, yang memuat definisi Islam, rukun Islam, rukun Iman, Ihsan dan peristiwa hari akhir (qiyamat).
Dalam etimologi bahasa Arab, akidah berasal dari kata al-'aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsīqu (التَّوْثِيْقُ) yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkāmu (اْلإِحْكَامُ) yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah (الرَّبْطُ بِقُوَّةٍ) yang berarti mengikat dengan kuat.
Sedangkan menurut istilah (terminologi), akidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya.
Jadi, Akidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah dengan segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid dan taat kepadaNya, beriman kepada para malaikatNya, Rasul-rasulNya, kitab-kitabNya, hari Akhir, takdir baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang telah shahih tentang prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma’ (konsensus) dari salafush shalih, serta seluruh berita-berita qath'i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma' salaf as-shalih.
[7]https://www.encyclopedia.com/social-sciences/applied-and-social-sciences-magazines/gold-god-and-glory
[8] Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat, Dari Hegemoni Kristen Ke Dominasi Sekuler Liberal, Jakarta Gema Insani Press, 2005.
[9] Pancasila. The official philosophical foundation of the Indonesian state, comprising five principles: belief in the divinity of God; just and civilized humanity; the unity of Indonesia; democracy guided by the inner wisdom in the unanimity arising out of deliberations amongst representatives; and social justice for all of the people.
Pancasila sebagai landasan filosofis resmi negara Indonesia, yang terdiri dari lima prinsip: Ketuhanan Yang Maha Esa; Kemanusiaan yang Adil dan Beradab; Persatuan Indonesia; Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan; Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
[10]https://kuncikeyakinan-faisal.blogspot.com/2018/01/islam-dan-negara-3.html   □□


Sumber Kepustakaan:
http://said-iqbal.blogspot.com/2011/03/konsep-agama-negara-dan-hukum-menurut.html
https://afaisalmarzuki.blogspot.com/2016/01/sejarah-sekularisme.html
Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah, Edisi Revisi Bandung, Surya Dinasti, 2016.
https://www.facebook.com/notes/muhammad-agung-rahmady/hubungan-agama-dan-negara-perspektif-islam/544163648989973/
https://www.encyclopedia.com/social-sciences/applied-and-social-sciences-magazines/gold-god-and-glory
Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat, Dari Hegemoni Kristen Ke Dominasi Sekuler Liberal, Jakarta Gema Insani Press, 2005.
https://kuncikeyakinan-faisal.blogspot.com/2018/01/islam-dan-negara-3.html
https://afaisalmarzuki.blogspot.com/2015/08/islam-di-spanyol-dan-peninggalannya.html
http://www.katolisitas.org/1684/apakah-galileo-galilei-dibunuh-gereja-katolik
https://www.youtube.com/embed/7YvNMDy_h3g  □□□

Blog Archive