Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di
antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. [QS Al-Mujadalah
58:11]
D
|
Di kota Kordoba Al-Andalus, di masa mulai tahun
711 sampai tahun 1492, ia menjelma menjadi kota seribu cahaya. Megacity yang
dilengkapi dengan berbagai fasilitas umum, jalan-jalan aspal, lampu kota yang
menambah kesan megah, jembatan-jembatan cantik, dan bangunan yang sedap
dinikmati aura kegagahannya. Disini bermukim 5 juta penduduk, mewakili
banyak peradaban, belajar, bekerja, berkarya dan bertukar pikiran.
Penguasanya bersemangat menimba ilmu,
menghadirkan ulama, kaum intelektual dan mengumpulkan naskah-naskah ilmiah yang
penting, dan dijadikan khazanah peradaban yang kelak akan dipersembahkan kepada
generasi setelah mereka. Saat kemegahan itu terbentang di hadapan dunia, ia
menyita perhatian masyarakat dunia. Hingga pemuda pemudi Eropa, Arab Afrika
bahkan China sekalipun berbondong-bondong melakukan studi di sana. Begitulah
peradaban Islam memimpin dunia, kala itu.
Kemudiannya, kekuasaan umat Islam di Al-Andalus
praktis berakhir dengan jatuhnya Granada. Namun pengaruhnya pada dunia
intelektual Barat, tidak terelakkan, telah berakar kuat sampai saat ini.
Dengan itu usaha menjelajah sejarah intelektual Islam zaman Al-Andalus tetap relevan sebagai
refleksi kekinian dan kekitaan saat ini. Montgomery Watt memberi pandangan
bahwa wajah sejarah Barat dan atau Amerika saat ini tidak lain adalah pengaruh
langsung dari sejarah umat Islam Al-Andalus (Spanyol Islam).
Here an oriental culture has entered Europe and left
behind magnificent architectural remains. It offers important example of close
contact of diverse culture, and one that has contributed to making
Eouropean and American historian what he is. [1]
Di sini budaya timur telah memasuki Eropa dan meninggalkan sisa-sisa
arsitektur yang luarbiasa indahnya. Hal ini merupakan contoh penting dari adanya hubungan yang erat antar beragam budaya, dan salah satu yang telah memberi
kontribusi untuk menjadikan sejarawan Eropa dan Amerika mengenal siapa dirinya yang sebenarnya.
Tentu ada latar kesejarahan yang menyuburkan dunia
intelektual Islam Andalusia sehingga berkembang pesat. Ada situasi
sosial-politik yang melatari perkembangan: sastra;
pendidikan; dan keilmuan. Ketiga
ranah itu cukup menjadi penanda tumbuh suburnya dunia intelektual masa itu yang
membangunkan Peradaban Manusia pasca the
dark ages Eropa (Barat) abad tengah menjadi bangkit seperti sekarang ini.
Dengan batasan ketiga ranah itu, tulisan ini tidak
membahas bidang-bidang peradaban lain semisal: pertanian; hukum;
arsitektur; administrasi publik
maupun pemerintahan; militer; armada laut; ekonomi yang juga sangat menonjol saat itu.
Kemajuan dunia intelektual di Al-Andalus yang di sebabkan dari Faktor Internal
Sebagian besar penguasa di Andalusia
yang masuk dalam line up silsilah kekuasaan di Al-Andalus adalah
orang-orang yang memiliki komitmen sekaligus bakat keilmuan dan kecintaan pada sastra. Abdurrahamn I,
Hisyam, Abdurrahman II dan III sedari muda adalah para pecinta ilmu dan sastra.
Tidak diragukan pemerintahan mereka mendorong tumbuh kembangnya budaya
keilmuan. Kelimpaham materi yang dicapai penguasa Al-Andalus dimanfaatkan untuk
pengembangan dunia keilmuan dan kecintaan pada buku.
Edward Gibbon, penulis
sejarah kekaisaran Romawi, membuat catatan, bahwa ia terkagum-kagum dengan
kecintaan masyarakat muslim di Al-Andalus
yang jauh melampui kultur Kristen zaman pertengahan yang antibuku. Di Kordoba saja ada 70 gedung perpustakaan. Khusus perpustakaan
khalifah sendiri memiliki koleksi judul buku sebanyak 600.000.
[2] Sumber yang lain menyatakan 400.000.
Selain perpustakaan, sejumlah tempat-tempat penelitian,
pusat-pusat kesehatan dan teknologi dibangun. [3] Kordoba
benar-benar menjadi kota peradaban yang dibangun sejak Abdurrahman I dan
diperluas dan semasa Abdurrahamn II dan Al-Hakam.
Pameran dan pasar buku
sangat ramai. Tawar-menawar dan lelang buku di kalangan pecinta dan kolektor
buku menjadikan harga buku jauh melampui harga riilnya. [4] Perpustkaan
Kordoba bisa jadi semacam “The Library of Congress” di
Washington saat ini.
Sementara gairah akan buku masyarakatnya bisa dianalogikan dengan “Frankfrut Book Fair”, perhelatan buku terbesar di dunia saat ini.
[5]
Jika di Eropa banyak buku-buku disegel oleh gereja,
pikiran-pikiran kritis dan bertentangan dengan penguasa dan gereja dibungkam
seperti yang terjadi pada Copernicus dan Galileo. Lain halnya di Al-Andalus,
pemikiran tumbuh subur dan kritis. Semasa Abdurrahman III, seorang khatib bernama Al-Mundzir
bin Sa’id mengkritik keras megaproyek pembangunan Madinah Az-Zahra. Seorang penasihat khalifah membisiki agar sang khatib itu dipecat atau diberi sanksi. Akan tetapi,
dengan besar hati, Abdurrahman III menerima kritik itu sebagai peringatan untuk
dirinya.
[6]
Penguasa Bani Umayyah
juga terkenal dekat dan akrab dengan banyak penyair. Seringkali Abdurrahman II,
misalnya mengundang sastrawan ke
kediamannya. Seorang pujangga yang dekat dengan penguasa adalah Ibn'Abd Rabbih (994-1064)
atau Ibn'Abd Rabbihi adalah seorang penulis dan penyair
Moor yang dikenal luas sebagai penulis Al-'Iqd al-Farīd.
Pujangga besar lain yang beraliran Platonis
adalah Ibnu Hazm. Puisi platonis memandang keindahan romantisme sebagai wakil
dari keindahan abadi. Bagi puisi platonis, kecintaan pada dunia adalah anak
tangga bagi kecintaan pada Ilahi. Cinta sejati yang terungkap dalam puisi
tidak lain adalah jalan pendakian untuk berkontempelasi pada Yang Maha Kuasa. “Love
is a means of ascent to comtempletion of Devine,” kata Stanford yang
mengutip Plato. [7]
Ibnu Hazm (994-1064) - Abū Muhammad'Alī
ibn Ahmad ibn Sa'īd ibn Hazm adalah seorang penyair Al-Andalus, polymath,
sejarawan, ahli hukum, filsuf dan teolog, lahir di Kordoba, seorang kristen yang menjadi mualaf. Pernah menjabat di
kabinet, tetapi kemudian mengundurkan diri dan lebih memilih jalan hidup
sebagai seorang sastrawan. [8] Kordoba
benar-benar menjadi enclave dan episentrum kegiatan ilmu dan satra.
Nyaris semua
pengunjungnya baik berasal dari
Al-Andalus maupun manca negara memberi pujian sebagai perhiasan dunia (The
Ornament of World). Dicacat oleh As Sirjani, sejumlah tokoh semisal Ibnu
Hauqal, Al-Idrisi, Al Himyari Abu
Al Hasan bin Bassam, Ibu Al Wardi memuji Kordoba sebagai pusat bertemunya
orang-orang hebat, berilmu, dan cerdas. [9]
Kesusastraan Islam
zaman Al-Andalus, diakui mempengaruhi dunia sastra Eropa pada saat itu. Sampai saat inipun semua kritikus Don Xuisote
karya Carvantes mengakui dalam karyanya ada pengaruh sastra Arab. Kekuatan prosaik Don Xuisote pun
hanya bisa ditandingi oleh karya-karya Shakespeare.
Secara khusus Gunawan Muhammad memberikan catatannya dan menerjemahkan satire
Don Xuisote yang pernah difilmkan.
Syahdan, adegan
dimulai dengan Miguel de Cervantes, penyair, pemungut pajak, dan prajurit, yang
ditangkap bersama bujangnya yang setia. Jawatan Inkuisisi, lembaga Gereja
Katolik Spanyol yang dengan tangan besi menjaga keutuhan umat dan iman,
menjebloskan mereka ke dalam kurungan di bawah tanah. Tak ayal, dalam Calabozo
yang seram itu mereka dikerubuti para tahanan lain bahwa semua milik yang mereka bawa harus diserahkan kepada
Gereja. [10]
Bersama dengan kemajuan dunia sastra di Al-Andalus, pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan juga
berkembang pesat. Baik ilmu agama maupun ilmu alam berkembang dengan pesat.
Khusus tentang pengajaran Al-Qur’an, dalam catatan Ibnu Khaldun, masyarakat Al-Andalus sangat sadar akan pentingnya mengajarkan Al-Qur’an. Pada
anak kecil Al-Qur’an diajarkan dengan kemampuan membaca. Pelajaran Al-Qur’an
diberikan tanpa tambahan tafsir, tambahan pelajaran menulis pada anak-anak
tersebut. Ini dilakukan untuk menancapkan kecintaan pertama kali pada Al Quran. [11]
Pada usia yang lebih
remaja, mereka diajari menulis dan tatabahasa Arab. Sebagai pelajaran tambahan murid-murid diajari
sejarah, tafsir Al-Qur’an, tata bahasa Arab, puisi, leksikografi dan geografi.
Guru-guru mendapatkan tempat yang terhormat. Kaum wanita pun tidak banyak
dibatasi untuk belajar. Pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi, pemerataan
pendidikan dilakukan. Pada zaman Abdurrahman III dinyatakan bahawa tidak ada
penduduk dewasa di Kordoba yang buta aksara. Kordoba juga memiliki universitas
besar. Asal-mulanya adalah Masjid Kordoba yang dibangun tidak hanya untuk
tempat ibadah, tetapi juga untuk aktivitas intelektual. Boleh
jadi Universitas Kordoba saat itu bandingannya
adalah seperti “Sarbone University”, Perancis atau Harvard Universiy,
Amerika Serikat saat ini.
Selain Kordoba, kota-kota Spanyol seperti Sevilla,
Malaga, Granada juga juga memiliki universitas. Universitas Kordoba membuka
berbagai jurusan, yaitu:
astronomi, matematika,
kedokteran, hukum dan teologi. Univeritas Granada yang dibangun zaman Khlalifah Nashiriah, tidak kalah dengan univeristas Kordoba,
bahkan di Granada dibuka jurusan kimia menambahi jurusan yang ada di Kordoba.
Kemajuan pendidikan di
kota-kota Al-Andalusia (Spanyol Islam) menjadikan kaum Yahudi mengiblat. Kurikulum pendidikan
mereka tak ayal lagi berusaha
mengadopsi dan menyerap tingkat perkembangan pendidikan Islam. Umat Yahudi ikut
menikmati kejayaan Al-Andalus bagi kesejahteraan hidup mereka. Dalam amatan orang
Yahudi, tidak hanya Kordoba yang menjadi pusat perkembangan ilmu dan budaya,
kota-kota lain seperti Sevilla, Granada, Malaga berusaha keras bisa menyamai
Kordoba. Sejumlah orang Yahudi yang berkibar menjadi tokoh, pujangga, ilmuwan
diataranya adalah Juha
Halevi, Maimondes, Joseph Ibnu Nagrela, Hasdai Ibn Shaprut.
[12] Kota-kota Al-Andalus, terutama Kordoba saat itu adalah tujuan kegiatan fellowship (hubungan persahabatan dan beasiswa).
Kemajuan dunia intelektual di sepanyol yang
di sebabkan dari Faktor Eksternal
Dominasi intelektual generasi umat Islam di Andalusia, tidak pelak
lagi, menjadikan bahasa Arab adalah lingua franca (bahasa
pergaulan, bahasa sehari-hari) saat itu.
Bahasa menjadi kiblat ilmu pengetahuan saat itu. Bahasa Latin yang sudah lama
mendominasi konstelasi peradaban Eropa tergeser oleh bahasa Arab. Digambarkan
oleh Menocal, bagaimana seorang Pendeta Kristen Paul Alvarus menjadi gelisah melihat
kenyataan anak-anak muda penduduk asli Al-Andalus (maksudnya Spanyol)
merasa lebih optimis belajar bahasa Arab.
Banyak orang Kristen
juga senang mempelajari berbagai syair Arab. Tatabahasa Arab yang indah menjadi
daya tarik bagi orang Kristen Eropa. “Adakah rakyat jelata yang masih mau
membaca tafsir-tafsir kitab suci berbahasa latin,” begitu keluh Alvarus dalam
bukunya The Unmistitakable Sign
– tanda yang jelas, kepastian. [13] Gejala
ini mungkin tidak jauh beda dengan kondisi masyarakat intelektual kita sekarang
yang cenderung mengiblat pada bahasa Inggris.
Universitas-universitas di kota-kota Al-Andalus benar-benar menunjukkan diri sebagai center of
excellent. Jika saja saat itu sudah ada badan pemeringkatan Perguruan
Tinggi
sebagaimana Time Higher Education, tidak mustahil, Univeritas Kordoba akan menduduki peringkat atas jajaran
World Class University. Peringkat yang saat ini diidam-idamkan dan
dikejar-kejar Perguruan Tinggi seluruh dunia.
Salah satu alumnus Kordoba adalah Al-Idrisi,
nama lengkapnya Abu Abdullah
Muhammad al-Idrisi al-Qurtubi al-Hasani
al-Sabti.
Dikalangan orang Eropa (Barat) dikenal dengan nama Dreses. Muhammad al-Idrisi lahir di kota Afrika Utara, di kota
semenanjung Ceuta (Sabtah), Maroko tahun 1100.
Dia adalah pakar
geografi, kartografi, mesirologi, botani
Dia seorang pengembara yang tinggal di
istana Raja Roger II. Al-Idrisi
merupakan keturunan para penguasa Idrisiyyah di Maroko. Ia keturunan dari Hasan bin Ali, putra Ali ra,
dan cucu Nabi Muhammad
saw. Ia tumbuh dan besar di Ceuta dan
menempuh pendidikan di Kordoba, Al-Andalus. Dan wafat tahun 1166
M di Sisilia - pulau, sekarang bagian negara Italia.
Al-Idrisi juga merupakan ahli farmakologi dan
seorang dokter. Namun, minatnya yang besar pada matematika dan astronomi
menjadikannya sangat ahli di bidang navigasi. Hal ini membawanya menjadi
seorang yang sangat pakar di bidang geografi dan pembuatan peta (kartografi).
Buku al-Idrisi Nuzhat al-Mushtaq fi Ikhtiraq al-Afaq merupakan sebuah ensiklopedia
geografis yang berisi peta rinci dan informasi negara-negara di Eropa, Afrika,
dan Asia. Dia kemudian menyusun sebuah ensiklopedia yang lebih komprehensif
berjudul Rawd-Unnas wa-Nuzhat al-Nafs.
Bukunya tentang geografi sangat populer selama beberapa abad. Beberapa bukunya diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Salah satu terjemahan yang di terbitkan pada 1619 M di Roma adalah sebuah edisi singkat dan penerjemahnya tidak mencantumkan nama Al-Idrisi - sebagai penemu dan penciptanya.
Eropa memerlukan tiga abad untuk memanfaatkan bola dunia dan peta dunia yang dibuat Al-Idrisi, Christopher Columbus dan Vasco Da Gama sesungguhnya menggunakan peta karya Al-Idrisi itu. Dengan peta dunia yang dibuat Al-Idrisi inilah, Christopher Columbus menemui Amerika. [14]
Bukunya tentang geografi sangat populer selama beberapa abad. Beberapa bukunya diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Salah satu terjemahan yang di terbitkan pada 1619 M di Roma adalah sebuah edisi singkat dan penerjemahnya tidak mencantumkan nama Al-Idrisi - sebagai penemu dan penciptanya.
Eropa memerlukan tiga abad untuk memanfaatkan bola dunia dan peta dunia yang dibuat Al-Idrisi, Christopher Columbus dan Vasco Da Gama sesungguhnya menggunakan peta karya Al-Idrisi itu. Dengan peta dunia yang dibuat Al-Idrisi inilah, Christopher Columbus menemui Amerika. [14]
Sayang sekali belum
ada Univeritas Islam di dunia Islam, jangan lagi UIN di
Indonesia masuk dalam daftar World Class University itu. [15]
Tokoh
dan Ilmuwan dalam kemajuan dunia intelektual di Al-Andalus
Dari rahim kemajuan dunia intelektual di Al-Andalus itu, lahirlah tokoh-tokoh ilmuwan muslim
pengembang berbagai bidang keilmuan. Tentu tidak bisa didaftar satu-persatu.
Beberapa berikut yang disebut cukuplah mewakili gambaran keunggulan warisan
inteletual dan dunia keilmuan umat Islam di Andalusia. Diantara mereka yang
mewakili zamannya sepanjang sejarah Islam di Spanyol adalah Al-Zahrawi, Ibnu Khaldun, Ibnu Thufayl, Ibny Rusyd, dan Ibnu
Bathutah.
Al-Zahrawi, adalah
dokter ahli bedah semasa kekuasaan Al-Hajib Al-Muzaffar.
Al-Zahrawi pula yang memperkenalkan pada dunia medis modern
alat-alat bedah, prinsip-prinsip pembedahan yang mengikuti jalur pembuluh darah
dan menemukan benang jahit paskabedah. [16] Ibnu Khaldun (1332-1406) mengulas sejarah dan sosiologi
dengan melihat faktor fisik demografis dan spritualitas yang berpengaruh kuat
pada dinamika kesejarahan bangsa Arab dan Berber (Moor, bangsa
Afrika Utara kulit hitam).
Ibnu Thufayl seorang dokter juga seorang filsuf besar.
Selain dokter istana, ia adalah penasihat Dinasti Muwahhidun,
tepatnya Khalifah Abu Yaqub
Yusuf. Ia sorang penganut paham neoplatonis. Ia belajar kedoktern di Granada. Karya filsafatya ditulis scara prosaik: Hayy
ibnu Yaqdzan (Hidupnya
Anak Kesadaran; Arabic: حي بن
يقظان "Alive, son of Awake";
Latin: Philosophus Autodidactus "The Self-Taught
Philosopher"; English: The
Improvement of Human Reason)
adalah judul karyanya. Buku itu selian komtemplatif juga mengibur. Buku itu
memuat gagasan. Bahwa salah satu kapasitas akal manusia adalah mengetahui tanpa
bantuan sedikitpun dari luar. Ilham, pengetahuan rohani, ide-ide spiritualisme
bisa diraih tanpa bantuan (melalui) panca indra. Buku ini diterjemahkan dalam bahasa Latin
pertama kali oleh Edward Pococke. Gaya menulisnya konon mirip dengan pendahulunya
Ibnu Sina, tetapi inspirasinya berasal dari Al-Farabi.[17]
Ibnu Rusyd (1126-1198), selain dokter dan hakim, ia
tekenal terutama di kalangan Barat karena ulasanya tentang Arsitoteles. Nalar
Barat terbantu dalam memahami alam pikiran Yunani terutama karya-karya Aristoteles berkat
ulasan-ulasan Ibnu Rusyd. Ia hidup semasa Ya’qub Al-Manshur salah satu penguasa Dinasti Muwahhidun.
Di dunia Islam,
pandangan-pandangan Ibnu Rusyd dikenal bertentangan dengan pandangan Al-Ghazali. Dalam perkembangan sejarah berikutnya, Al-Ghazali lebih diakrabi oleh kaum muslimin di belahan Asia
dan Afrika. Sementara orang-orang Kristen Barat mengiblat pada Ibnu Rusyd.
Andai saja umat Islam dalam kesejarahan mutakhir bisa melakukan elaborasi yang
seimbang pemikiran Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd, mungkin saja akan berdampak lain
pada wajah peradaban umat Islam hari ini.
Ibnu Bathutah (1304-1377), sebenarnya ahli fikih, tetapi
pengembaraannya menjadikannya terkenal karena catatan demografi, etnografi dan
geografi dari wilayah-wilayah yang dikunjuginya dari Afrika, India, China,
Konstantinopel dan ke Al-Andalus. [18] Dalam perjalanannya dari Delhi ke China, Ibnu Bathutah,
singgah di Samudra Pasai (Nusantara, Indonesia) pada tahun 1345. Saat itu penguasa kerajaan Islam pertama di Nusantara adalah Sultan Malikus Zahir.
[19]
Penutup
Demikian dalam pembahasan kemajuan
dunia intelektual yang “par
excellence” di Al-Andalus
yang mendunia di Abad Tengah - Abad Keemasan
Peradaban Islam yang berasal dari penduduk Timur Tengah yang
pengaruh sangat terasakan.
Seperti
halnya dari Al-Khwarizmi dengan algoritmanya, dunia
bisa mengenal komputer, ATM, medsos bahkan sampai game (dan video, foto, tv dan
film, kalkulator, map serta GPS, google dan adzan) yang ada di smartphone yang
jamak dipakai oleh para penggunanya. Peradaban-peradaban Romawi Kuno, Jepang,
Tiongkok, Korea, bahkan India tidak mengenal asas Algoritma itu. Maka,
sesungguhnya, dunia berhutang budi kepada intelektual pada zaman keemasan peradabaan
Islam. [20] Billahit
Taufiq wal-Hidayah. □
AFM
Catatan Kaki:
[1] William
Montgemary Watt and Pieere Cachia, A History of Islamic Spain
(Eidenburg: Eidenburg University Press, 1997), 1.
[2]
Maria Rosa Menocal, Sepotong Surga di Andalusia, 39.
[3] Janes S.
Gerber, The Jews of Spain: A Historic of Sephardic Experoence (New York:
McMillan, 1994),29.
[4] Philip K.
Hitti, The History Arabs, 717.
[5] Tentang
bergengsinya pameran buku di Frankfrut Jerman Dorothea Rosa Herliany, penyair
Indonesia yang tinggal di Jerman, menggambarkan dalam artikelnya ”Frankfurt
Book Fair: Pentingnya Sastra di Sebuah Bangsa”, Kompas, 6/10/2013.
[6] Roghib As
Sirjani, Bangkit dan Runtuhnya Andalusia, 22.
[7] Stella
Stanford, Plato and Sex (Cambridge, USA: Polity Press, 2010) 27.
[8] Philip K.
Hitti, The History of Arabs, 710.
[9] Rogib, As
Sirjani, Bangkit dan Runtuhnya Andalusia, 367.
[10]
http://goenawanmohamad.com/2010/08/23/majenun/
[11] Ibnu
Khladun, Muqoddimah, terj. (Jakarta: Al Kaustar, 2001) 1003.
[12] Janes R.
Gerber, The Jews of Spain: A History of Sephardic Experience (Macmillan,
1994), 36-38.
[13] Maenocal,
Sepotong Surga di Andaluisa, 77
[14] Al-Idrisi Pencipta Peta Dunia, A. Faisal
Marzuki (blog)
https://afaisalmarzuki.blogspot.com/2015/11/al-idrisi-pencipta-peta-dunia-1.html
[15] Soal ulasan capaian peringkat PT Indonesia dan sejumlah
PT dunia yang berhasil menembus daftar World Class University, “Bambang Cipto,
Di Balik Terpuruknya Peringkat PT” (Kompas: 14/10/2013).
[16] Roghib, As Sirjani, Bangkit dan Runtuhnya Andalusia, 328.
[17] Hitti, History ofArabs, 742.
[18] Ibid, 839.
[19] Ensiklopedia Islam
(Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 1996 ) 249.
[20] Makna Akhlaq, A. Faisal Marzuki (blog)
https://afaisalmarzuki.blogspot.com/2018/02/makna-akhlaq.html
Sumber:
sejarahislamarab.blogspot.com
id.wikipedia.org
afaisalmarzuki.blogspot.com □□