MENGUAK MASA DEPAN ISLAM
Oleh: A. Faisal Marzuki
PENDAHULUAN
“Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang BERIMAN dan mengerjakan KEBAJIKAN (perbuatan baik, perbuatan yang membangun), ● bahwa DIA sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana DIA telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, ● dan sungguh DIA akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah DIA ridhai (sukai). ● Dan DIA benar-benar mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. ● Mereka (tetap) menyembah-KU dengan tidak mempersekutukan-KU dengan sesuatu pun. ● Tetapi barang siapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik (orang-orang yang jahat).” [QS An-Nūr 24:55].
A |
llah Subhāna Wa Ta’ālā (saw) sebagai Pencipta alam semesta dan segala isinya, telah mengatur sedemikian rupa melalui hukum dan sunatullah-Nya dari dulu kala, sampai sekarang dan akan datang. Tidak berubah. Apakah itu hukum alam seperti adanya siang dan malam, terbit dan tenggelamnya cahaya matahari dengan segala keteraturannya. Atau hukum mengenai kehidupan manusia yang berada di muka bumi ini seperti jatuh dan bangunnya suatu bangsa. Tidak mungkin Allah mencelakakan ciptaan-Nya, khususnya manusia melalui petunjuk-Nya supaya maju dan berkembang. Dan peringatan-Nya supaya aman, damai serta selamat dalam kehidupannya sekarang di dunia dan nanti di akhirat.
Dalam berbagai ayat disebutkan bahwa Allah Rabbi Al-‘Ālamīn (baca: allāhu rabbil ‘ālamīn) sebagaimana yang disebutkan Imam Ibnul Jawzi dalam tafsirnya Zādul Masīr mengatakan bahwa kata “ar-Rabb” sebagai salah satu nama-Nya mengandung tiga makna: (a) Dia sebagai PEMILIK Alam Raya di Raya dengan segala isinya; (b) Dia pula sebagai PEMELIHARA-nya (c) Dia TUHAN YANG mesti DITAATI. Semua makna ini menunjukkan betapa Allah swt akan menjaga kelestarian ciptaan-Nya sampai pada saat yang Dia tentukan. Dan untuk mewujudkan kelestarian ini, Allah telah meletakkan hukum atau sistem mengatur perjalanan segala wujud di alam semesta, dan jalan hidup manusia.
Hukum itu adalah setiap orang yang beriman kepada-Nya mesti melakukan kebajikan, dengan itu Allah telah menjanjikan kepada mereka orang-orang diantara kamu yang beriman dan mengerjakan kebajikan. Janji Allah ini berlaku kepada orang yang beriman dan melakukan kebajikan sebagaimana disebutkan dalam penggal-penggal ayat-Nya di atas yang artinya sebagai berikut:
● DIA sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana DIA telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa,
● dan sungguh DIA akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah DIA ridhai (sukai).
● Dan DIA benar-benar mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa.
● Mereka (tetap) menyembah-KU dengan tidak mempersekutukan-KU dengan sesuatu pun.
Kebajikan yang dimaksudkan oleh Tuhan Maha Pencipta itu sebagaimana yang disebutkan dalam firman-Nya yang artinya adalah:
● Dan berbuat baiklah (kepada semua orang dan lingkungan hidup), sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. [QS Al-Qashash 28:77]
● Dan carilah negeri Akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu. Tapi janganlah kamu lupakan bagianmu (hidupmu semasih) di Dunia. [QS Al-Qashash 28:77]
● Dia telah menciptakanmu dari bumi dan menjadikanmu pemakmurnya (manusia dijadikan penghuni bumi untuk menguasai/mengolahnya dan dengan itu dapat memakmurkan kehidupannya di bumi agar penduduknya menjadi sejahtera). [QS Hūd 11:61]
Untuk dapat sampai kepada tujuan tersebut diatas, Allah saw memberi petunjuk dan peringatan-Nya yang artinya sebagai berikut:
● Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu): Berlaku Adil dan Berbuat Kebajikan, Memberi Bantuan kepada kerabat, Dia melarang (melakukan): Perbuatan Keji, Kemungkaran, dan Permusuhan. Dia memberi: Pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. [QS An-Nahl 16:90]
● Dan tepatilah janji dengan Allah apabila kamu berjanji, dan janganlah kamu melanggar sumpah setelah diikrarkan, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. [QS Surat An-Nahl 16:91]
● Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai-berai kembali. Kamu menjadikan sumpah (perjanjian) mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Allah hanya menguji kamu dengan hal itu, dan pasti pada hari Kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu. [QS Surat An-Nahl 16:92]
● Wahai Manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal (lita'ārafū) satu sama lainnya. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti. [QS Al-Hujurāt 49:13]
Dari titik tolak seperti yang dipaparkan dalam ayat-ayat Al-Qur’an diatas yang mengandung ajaran dan doktrin hidup, maka Al-Qur’an itu datang dengan membawa mabadi (prinsip-prinsip) yang akan menguatkan tali-tali hubungan muamalah sesama manusia dalam suatu negara dan antar negara. Dengan demikian ajaran dan doktrin Al-Qur’an menjadi penenang setiap individu, masyarakat dan bangsa serta antar bangsa. Dengan tsiqoh (kepercayaan penuh) dalam hubungan positif dan membangun muamalah (sistim sosial), dalam tekad yang di ikat dalam janji (dan semua perjanjian).
Disebutkan pada kata adl (adil) seperti tersebut diatas itu - Surat An-Nahl ayat 90, hendaknya menjadi penopang setiap individu, masyarakat dan bangsa sebagai kaidah yang baku dalam pergaulan sehari-hari. Sedikitpun tidak boleh dirasuki hawa-nafsu (subjektif atau tidak objektif). Tidak terpengaruh oleh belas kasihan (yang benar ya benar, yang salah ya salah) dan rasa benci (hasad dan hasut, mau berdusta demi membenarkan rasa bencinya). Tidak akan tertukar dengan keturunan dan nasab. Tidak berdasarkan kaya atau miskin, kuat atau lemah. Akan tetapi, semua berjalan di atas relnya berdasarkan satu neraca untuk semuanya. Dan timbang dengan satu timbangan yang satu pula, untuk semua. Pisau bukan hanya satu sisi yang tajam kebawah (orang/bangsa/negara yang lemah) saja, akan tetapi juga tajam ke atas (orang/bangsa/negara yang kuat). Itulah disebut adil sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla menyebutkan yang artinya:
Wahai orang-orang yang
beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun
terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia
(yang terdakwa) kaya atau miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatan (kebaikannya).
Maka janganlah engkau mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari
kebenaran. Jika kamu memutar balikkan (kata-kata dalam kesaksian) atau enggan
menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Maha Teliti terhadap segala apa yang kamu
kerjakan. [QS An-Nisā’ 4:135]
Ayat dalam Surah An-Nisā’ ayat 135 ini, popular dan menjadi dasar pandangan penegakkan hukum yang sangat di akui oleh Fakultas Hukum Harvard University dan Mahkamah Agung Amerika Serikat.
Prinsip hukum praduga tak bersalah yang dikenal di negeri-negeri Barat, pertama kali dimunculkan oleh Napoleon Bonaparte. Ide tentang hal tersebut, ia peroleh setelah berhasil menaklukkan Mesir (1797-1798). Dari penaklukan tersebut, Bonaparte bersama pasukannya sempat membawa banyak buku hukum Islam dari perpustakaan Universitas Al-Azhar ke negerinya, Perancis.
Setelah buku-buku tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis oleh ahli-ahli bahasa negerinya, dengan sungguh-sungguh Napoleon mempelajari buku-buku tersebut. Tidak lama setelah itu, muncullah kitab karangannya yang terkenal di bidang ilmu Hukum, yaitu Code Pinale.
Di dalam buku tersebut yang dibahas di dalamnya antara lain masalah prinsip hukum praduga tak bersalah. Hingga saat ini prinsip tersebut telah mengglobal ke seluruh dunia. Jadi, kalau dirunut-runut sejarahnya pastilah ilmu hukum Islam (fiqh, fikih) sebenarnya sejak awal sudah menemukan prinsip-prinsip hukum yang berlaku secara universal.
Seperti halnya dengan John Locke, Thomas Jefferson memiliki sebuah Qur’an. Thomas Jefferson tertarik pada Qur’an sebagai sebuah kitab hukum, karena pada saat itu ia juga memesan banyak karya bahasa Inggris terkait yurisprudensi. Pastinya dia cukup surprise membaca definisi penerjemahnya George Sale yang menyebut Nabi (Muhammad Shalallāhu ‘Alaihi Wasallam) sebagai “pemberi ketentuan hukum bagi orang-orang Arab”. Bahkan George Sale menyebutkan Muhammad (Shalallāhu ‘Alaihi Wasallam) sebagai “pribadi yang sungguh baik karakternya, punya kecerdasan yang mendalam, perilaku yang menyenangkan, mengasihi orang miskin, sopan kepada setiap orang, kukuh di hadapan musuh, dan di atas segalanya, memiliki penghormatan yang sangat tinggi atas nama Allah”. Jadi dengan itu jauh sebelum Barat berkembang seperti sekarang ini, masyarakat Islam ketika itu telah berkembang maju karena keteraturan hidup masyarakatnya berdasarkan hukum seperti apa yang tertulis dari kitab al-Qur’an sendiri. Hal inilah yang dipelajari Thomas Jefferson.
PROBLEMATIK UMAT
ISLAM MASA KINI
S |
etelah runtuhnya Kekhalifahan Utsmani diakhir millennium ke-2 dan memasuki awal millennium ke-3 di abad ke-21 ini, kondisi negeri-negeri umat Islam yang kaya akan sumber-sumber alam bagaikan makanan yang diperebutkan orang-orang lapar. Sementara rakyat yang hidup di negaranya tidak ada pekerjaan atau pendapatannya tidak cukup layak bisa membiayai hidupnya hasilnya. Arus pengungsi Muslim terus mengalir ke negara-negara Barat dari negara-negara Muslim yang dilanda konflik dan kemiskinan, karena pengelolaan pemerintahannya kurang baik - mismenejemen.
Fenomena ini sebenarnya amat memalukan - ditinjau dari pengertian yang sebenarnya dari ajaran atau doktrin Islam tentang bagaimana hidup di dunia seperti yang diuraikan diatas yaitu:
● Dan carilah negeri Akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu. Tapi janganlah kamu lupakan bagianmu (hidupmu semasih) di Dunia. [QS Al-Qashash 28:77]
● Dia telah menciptakanmu dari bumi dan menjadikanmu pemakmurnya (manusia dijadikan penghuni bumi untuk menguasai/mengolahnya dan dengan itu dapat memakmurkan kehidupannya di bumi agar penduduknya menjadi sejahtera). [QS Hūd 11:61]
● Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu): Berlaku Adil dan Berbuat Kebajikan, Memberi Bantuan kepada kerabat, Dia melarang (melakukan): Perbuatan Keji, Kemungkaran, dan Permusuhan. Dia memberi: Pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. [QS An-Nahl 16:90]
Kenyataan yang sebenarnya sekarang ini Umat Islam nyaris tak bisa berbuat apa-apa. Fenomena terorisme menjadi momok bagi masyarakat Barat, bahkan terhadap umat Islam sendiri. Islam di Barat khususnya di Eropa menjadi olok-olok kartunis. Di Amerika akibat dari peristiwa 9-11 berkembang menjadi Islamophobia. Apa yang salah dengan umat ini? Mengapa Islam tidak mampu menjadi “rahmatan lil ‘alamin” di era memasuki millennium ke-3 ini? Bahkan ada seorang penulis Barat yang menulis buku “The World without Islam” yang mengatakan dunia akan lebih baik tanpa Islam? Fuller (pengarang buku The World without Islam) kemudian bertanya kepada pembaca: “Andaikata Islam tidak ada - alasan yang jelas bagi petualangan Perang Salib - mungkinkah sebuah bentuk Perang Salib Barat melawan Timur masih terjadi?” seperti yang diuraikan dalam blog penulis “Apa Jadinya Dunia Tanpa Islam - The World without Islam”.
Secara internal Ajaran dan Doktrin Islam telah kehilangan vitalitas atau spirit keberagamaannya yang dinamis, luas dan lapang. Kenapa? Bukantah Islam sebagai doktrin dan ajaran yang salah! Melainkan bagaimana kaum Muslim dalam menafsirkan atau memahami bahwa dalam dalam ajaran Islam ada terkandung doktrin hidup yang akan membawa kemajuan dan keselamatannya - disinilah permasalahan. Kurangnya pemahaman terhadap kebulatan ajaran ajaran Islam antara muamalah (ibadah ghaira mahdhah) dengan ibadah maghdhah dalam al-Qur’an dan al-Hadits sebagai sistim yang menyeluruh yang mesti dipegang dan diamalkannya. Hakekat ajaran menyeluruh seperti tersebut belum dipahami sebagaimana mestinya.
Dengan itu saat ini umat Islam belum mampu menjadi “khairu ummah” atau umat terbaik yang pernah ada (dikeluarkan kepada manusia) seperti di masa lampau (the golden ages of Islam di abad tengah). Umat Islam saat ini belum mampu menjadi saksi atas sekalian manusia. Kalau kita kembali ke masa lalu di mana Islam pernah mencapai kejayaannya, umat Islam mampu menjadi teladan bagi umat manusia. Umat Islam di masa lampau telah membuktikan bahwa mereka adalah umat terbaik di dunia (khairu ummah). Umat manusia pada waktu itu sangat menghormati umat Islam sebagai salah-satu peradaban yang paling tinggi dan paling maju.
Al-Qur’an dan al-Hadits mendorong umat Islam untuk menjadi masyarakat yang beradab (civillized), terbuka, dan dinamis. Al-Qur’an dan al-Hadits mendorong umat Islam untuk menuntut ilmu kepada siapa saja. Peradaban Muslim pernah jaya hampir 800 (atau 1.000) tahun lamanya. Saat itu mereka memimpin dunia. Umat Islam telah mejadi pusat peradaban yang terbuka untuk siapa saja yang ingin mereguk ilmu pengetahuan. Teknologi dan teologi kaum Muslimin amat canggih sehingga mengundang banyak sarjana dari dunia non-Muslim untuk belajar kepada umat Islam.
Kondisi saat ini jauh berbeda dengan masa lalu. Walaupun diprediksikan bahwa jumlah penganut Islam akan semakin meningkat, namun hal itu tidak berhubungan dengan kualitas umat Islam. Berdasarkan pengamatan sekilas, umat Islam di beberapa negara bahkan tidak pernah mengenyam pendidikan yang berkualitas. Sistem pendidikan di negara-negara Muslim sangat tidak mengikuti zaman. Sistem pendidikan di masa lampau masih terus digunakan walaupun dunia telah berubah. Ini artinya, bahwa ada sebagian pemahaman dan pengetahuan umat Islam yang tertinggal di abad pertengahan. Umat Islam sepertinya dilanda kejumudan dan kebodohan dalam memahami hidup di dunia yang ada sekarang ini (padahal firman-Nya menyebutkan: “Dan carilah negeri Akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu. Tapi janganlah kamu lupakan bagianmu (hidupmu semasih) di Dunia, QS Al-Qashash 28:77; Dia telah menciptakanmu dari bumi dan menjadikanmu pemakmurnya (manusia dijadikan penghuni bumi untuk menguasai/mengolahnya dan dengan itu dapat memakmurkan kehidupannya di bumi agar penduduknya menjadi sejahtera, QS Hūd 11:61). Kondisi ini menyebabkan rasa frustrasi di kalangan umat Islam sendiri. Mereka tidak mampu menghadapi ‘modernitas’. Mereka tidak punya kekuatan untuk menghadapi perubahan zaman. Sebagian dari mereka memilih jalur ekstrim dengan mengisolasikan diri. Sebagian dengan gegap gempita berusaha menyambut modernitas, tapi ada yang memandang belum pas seperti yang dimaksudkan dalam ajaran atau doktrin Islam yang sebenarnya. Dengan itu Umat Islam kini berada di antara dua ekstremitas antara yang pro-modernitas maupun yang anti-modernitas. Banyak di antara umat Islam sendiri yang menyangka bahwa untuk menghadapi Barat mereka harus kembali kepada Islam seperti pada masa Rasululullah saw yang disalah mengertikan. Mereka merasa hal ini berarti kembali kepada al-Qur’an dan as-Sunnah. Mereka menolak kemajuan. Orang-orang seperti ini dicirikan dengan janggut panjang, jubah, dan sorban. Mereka menganggap hal itu sunnah - ini tidak salah. Namun sunnah Nabi harus pula diambil substansinya, bukan hanya formalitasnya saja. Dia telah menciptakanmu dari bumi dan menjadikanmu pemakmurnya (manusia dijadikan penghuni bumi untuk menguasai/mengolahnya dan dengan itu dapat memakmurkan kehidupannya di bumi agar penduduknya menjadi sejahtera). [QS Hūd 11:61]
Mengikuti Rasulullah saw bukan berarti hanya berhenti pada pakaian dan jenggotnya, lebih daripada itu. Mengikuti Rasulullah saw harus dilakukan dengan ilmu. Rasulullah saw adalah gudang ilmu. Banyak hal yang bisa diambil dari Rasulullah saw, dari cara berpikir dan bersikapnya yang bijak (wise), akhlaknya, ketegasannya, moralnya, dan bagaimana beliau sangat peduli terhadap nasib Kaum Miskin dan Dzimmi (non Muslim yang hidup di Madinah), sebagimana dikatakan oleh George Sale.
Saat ini lebih banyak orang yang lebih peduli pada bagaimana Beliau saw berpakaian daripada bagaimana Beliau saw berakhlak. Padahal pakaian yang Beliau saw pakai adalah pakaian budaya lingkungan hidupnya - karena Beliau saw orang Arab, sebagaimna kebanyakan orang Arab, bahkan lebih sederhana daripada itu. Rasulullah saw bersikap lembut bahkan kepada musuh-musuhnya. Tujuan Beliau saw datang ke bumi ini adalah untuk memudahkan, bukan menyulitkan. Beliau saw sangat peduli dengan pendidikan anak-anak kaum muslimin sehingga beliau menyuruh tawanan Quraisy untuk mengajar anak-anak kaum muslimin untuk dapat membaca tulisan sebagai syarat pembebasan mereka.
Sungguh, Islam tidak datang untuk menyulitkan manusia. Islam datang untuk membebaskan umat manusia dari kegelapan menuju cahaya. Namun berapa banyak kaum Muslim yang menyadari hal demikian. Semakin hari, kita semakin jauh dari Ajaran Islam karena kita tidak memahami substansi ajaran Islam itu sendiri. Islam hanya simbol dan identitas. Identitas kultural dan politik. Rasulullah saw pernah bersabda bahwa suatu saat nanti Islam hanya sekedar identitasnya saja. Al-Qur’an suatu saat nanti tinggal bacaannya saja. Artinya ajaran Islam dan al-Qur’an tidak dihayati dengan baik. Kita bangga dengan perlombaan membaca Al-Qur’an - ini tidak salah, tetapi tidak pernah mengetahui bagaimana al-Qur’an diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kita tidak tahu makna dari membaca terjemahann al-Qur’an sehingga tidak mengerti tafsir Al-Qur’an yang sebenarnya dalam konteks zaman.
JALAN KELUARNYA
P |
erintah pertama al-Qur’an sungguh luar biasa. Perintah untuk “membaca”, bersamaan dengan itu atau baru setelah itu mengerjakan shalat, puasa dan zis (zakat, infak, sedekah) atau haji - artinya apa yang kita kerjakan itu mesti kita pahami. Kita tidak akan mungkin memahami ajaran Islam kalau tidak membaca buku-buku mengenai ajaran Islam dan buku-buku lainnya yang berkaitan dengan perkembangan peradaban manusia. Kita tidak akan bisa bershalat yang sempurna tanpa “membaca” makna shalat, begitu pula puasa, zis dan haji. Para ulama di masa lampau telah mewariskan banyak buku untuk kita baca, padahal budaya membaca kaum muslimin di abad ini sangat lemah. Kita kehilangan kontak dengan cahaya-cahaya di masa lalu. Buku-buku para ulama dan cendekiawan muslim merupakan “cahaya-cahaya” dari masa lalu.
Berapa banyak kaum muslim yang peduli dengan agamanya? Mereka lebih suka menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah umum ketimbang sekolah yang konten agama lebih banyak. Madrasah dan pesantren ditinggalkan karena dianggap tidak up-to-date. Pengembangan pendidikan Islam kurang berjalan dengan baik karena minimnya dukungan dari umat Islam sendiri.
Perintah “membaca” telah merevolusi bangsa Arab ketika awal berdirinya Islam yang tadinya masyarakat terbelakang di gurun pasir yang gersang dan panas sekali menjadi bangsa yang dikagumi dunia. Mereka menjadi bangsa yang lebih maju sehingga peradaban yang dibangunnya melebihi bangsa-bangsa lain di dunia. Baghdad, Damaskus, Kairo, Kordoba, dan Sevilla menjadi pusat-pusat peradaban dunia. Apakah negara-negara Muslim sekarang ini ada yang melakukan hal-hal seperti di masa lalu itu? Membangun peradaban atau menguasai ilmu pengetahuan. Kebanyakan negara Muslim hanya membangun ekonomi semata, tetapi tidak dalam pengembangan intelektual. Pendidikan di negara-negara Arab Muslim yang kaya minyak tidak lebih baik dari sistem pendidikan di Israel. Bangsa-bangsa Muslim kini tidak melahirkan lagi ilmuwan-ilmuwan handal, kecuali mereka yang mendapat pendidikan di negara-negara Barat.
PENUTUP
U |
mat Islam tertinggal dalam segala hal dari Barat, kecuali iman dan takwa (ibadah maghdah). Namun umat Islam juga diperintahkan untuk tidak meninggalkan “kehidupan di dunia”, sebagaimana firman-Nya yangartinya sebagaiberikut:
●Dan carilah negeri Akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu. Tapi janganlah kamu lupakan bagianmu (hidupmu semasih) di Dunia. [QS Al-Qashash 28:77]
● Dia telah menciptakanmu dari bumi dan menjadikanmu pemakmurnya (manusia dijadikan penghuni bumi untuk menguasai/mengolahnya dan dengan itu dapat memakmurkan kehidupannya di bumi agar penduduknya menjadi sejahtera). [QS Hūd 11:61]
Memahami kehidupan di dunia ini perlu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Umat Islam tidak boleh menjadi bangsa tertinggal di muka bumi. Umat Islam diwajibkan menuntut ilmu dari buaian sampai liang lahat. Hanya Islam, satu-satunya agama yang memerintahkan penganutnya untuk mencari ilmu sepanjang hayat hidupnya.
Islam adalah agama misi dalam artian Islam membawa misi khusus untuk dunia ini, yakni menyeru manusia dari kegelapan menuju Tauhid. Islam memerintahkan umatnya untuk berdakwah kepada seluruh manusia agar beriman dan bertakwa. Dalam berdakwah dibutuhkam ilmu pengetahuan bukan hanya mengedepankan emosi. Islam juga menyeru kepada manusia untuk berbuat baik sebagai bekal menuju Tuhan.
● Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu): Berlaku Adil dan Berbuat Kebajikan, Memberi Bantuan kepada kerabat, Dia melarang (melakukan): Perbuatan Keji, Kemungkaran, dan Permusuhan. Dia memberi: Pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. [QS An-Nahl 16:90]
● Dan tepatilah janji dengan Allah apabila kamu berjanji, dan janganlah kamu melanggar sumpah setelah diikrarkan, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. [QS Surat An-Nahl 16:91]
● Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai-berai kembali. Kamu menjadikan sumpah (perjanjian) mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Allah hanya menguji kamu dengan hal itu, dan pasti pada hari Kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu. [QS Surat An-Nahl 16:92]
● Wahai Manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal (lita'ārafū) satu sama lainnya. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti. [QS Al-Hujurāt 49:13]
Islam sebagai “rahmatan lil ‘alamin” yakni Dīn al-Islam (baca: dinul islam), agama kedamaian. Kalau kita mau melihat lebih jauh dan lebih mendalam, Islam adalah agama kasih sayang. Dakwah dalam Islam tidak boleh memaksa orang lain untuk meninggalkan agamanya. Lebih dari itu, dakwah haruslah dilakukan dengan cara dialog atau diskusi dengan baik. Islam menegaskan setiap manusia bebas mengikuti petunjuk atau menjadi kafir. Sungguh dalam bahasa Al-Qur’an, antara petunjuk dan kesesatan telah jelas. Saat ini belum mampu untuk kembali untuk mengulangi masa lalu yang penuh kejayaan.
Yang diperlukan saat ini adalah membangun kembali persaudaraan Islam. Kalau persatuan antar umat belum dapat dicapai, maka selayaknya kita membangun kembali persaudaraan. Al-Qur’an secara tegas menyebutkan mengenai persatuan. Beberapa ayat Al-Qur’an menyebutkan pula persaudaraan Islam sesama Muslim (ukhuwwah Islamiyyah). Sudah saatnya umat Islam mempelajari ilmu pengetahuan sosial, sains dan teknologi dari bangsa-bangsa Barat dan hal ini sudah kelihatan. Banyak ilmuwan Islam yang pulang dari Barat. Mereka kemudian mengembangkan ilmunya di negara-negara Muslim.
Ilmu adalah cahaya, kata Syaik Waqi’i guru Imam Syafi’i. Membangun Islam di masa depan tidak dapat dilepaskan dari ilmu pengetahuan sosial, sains dan teknologi yang disertai dengan iman dan taqwa (imtaq). Umat Islam dituntut untuk memurnikan kembali agamanya. Dengan menghidupkan ipteksos (ilmu pengetahuan teknologi dan sosial) di dunia Islam, diharapkan umat Islam kembali dinamis dengan disuntikkannnya pengetahuan dan pemahaman up to date mengenai Islam dan dunia. Islam tidak datang untuk memusuhi dunia. Dunia adalah jalan menuju akhirat. Saat ini penerbitan buku-buku sains di dunia Islam amatlah sedikit bila dibandingkan dengan negara-negara Barat. Untuk itu kecermelangan berpikir (ibadah ghaira mahdhah) dalam di dunia Islam haruslah dibangkitkan kembali.
Penggunaan akal untuk memahami ayat-ayat kauniyah yang berkaitan dengan Al-Qur’an dan alam semesta merupakan perintah yang jelas, sebagimana yang dikisahkan dalam suatu hadits
Umat Islam seharusnya tidak takut menggunakan akalnya dalam memahami agama. Umat Islam juga perlu mempelajari demokrasi dan kapitalisme, bukan untuk menerapkannya mentah-mentah tapi mencari mana yang baik dan mana yang buruk sebagaimana yang dipahami Muhammad Natsir. Dengan kata lain, setiap pemikiran baru yang datang dari luar Islam, entah Barat atau bukan, perlu dipelajari dan dijadikan kajian oleh para ulama dan intelektual Islam, kemudian diambil manfaatnya sebagaimana pernah dilakukan Muslim di “abad tengah”. Umat Islam harus menguasai media agar tidak selalu dijadikan bulan-bulanan oleh orang-orang yang antipati terhadap Islam. Selain itu, pendidikan kaum perempuan juga harus digalakkan. Pendeknya, pemahaman Islam harus kembali disegarkan dengan mengedepan tafsir kontemporer. Umat Islam tidak boleh takut dengan istilah “pembaharuan”. Dalam hadits Nabi saw disebutkan, Allah akan mengutus seorang pembaharu agama setiap seratus tahun sekali.
Demikianlah uraian tersebut diatas menggambarkan kepada kita bahwasanya masa depan Islam secara sunatullah-Nya bergantung kepada pemahaman dan usaha dari umat Islam itu sendiri sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya yang artinya sebagai berikut:
● Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum (bangsa dan antar bangsa) sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. [QS Ar-Ra’d 13:11].
Semoga bermanfaat hendaknya bagi kita semua dalam rangka menjadikan Islam kembali sebagai rahmat bagi manusia dan alam semasta. Allāhu A’lam bish-Shawab, Billāhit Taufiq wal-Hidāyah. □ AFM
KEPUSTAKAAN
http://www.kompasiana.com/hanvitra/menguak-masa-depan-islam_570675ae8223bd0114720f4c
http://afaisalmarzuki.blogspot.com/2014/05/tatanan-masyarakat-dalam-al-quran-ii.html
https://kanzunqalam.com/2010/08/02/napoleon-bonaparte-seorang-muslim/
http://bedahbuku-faisal.blogspot.com/2016/07/pergelutan-thomas-jefferson-dengan-al.html
http://jendelailmu-faisal.blogspot.com/2016/03/apa-jadinya-dunia-tanpa-islam.html
http://www.dakwatuna.com/2008/10/11/1194/masa-depan-milik-islam
http://imaam-book-discussion.blogspot.com/2016/08/m-natsir-di-panggung-sejarah-republik.html
Terjemahan ayat-ayat Al-Qur’an berpodoman kepada ALFATIH Al-Qur’an Tafsir Per Kata Di Sarikan Dari Tafsir Ibnu Katsir, Pustaka ALFATIH. □□□