Wednesday, October 8, 2014

Muamalah & Karakter Muslim

Masjid IMAAM CENTER di Silver Spring, Maryland, USA



KATA PENGANTAR

B
ahan tulisan ini diambil dari draft buku penulis yang berjudul: “Berkah dan Nikmat Shalat dan Dzikir Rasulullah dan Implikasinya Dalam Kehidupan”. Edisi ke-2, 200 halaman termasuk kata pengantar sebagai mukadimahnya. Bab yang diambil adalah bab mengenai Implikasi Shalat Dalam Kehidupan, sebagiannya saja. Dalam posting milis IMAAM dan blog penulis ini, penulis beri judul: “Paradigma Ajaran Muamalah Islam dan Karakter Moral Muslim.”

Namun dalam tujuk blog ini disederhanakan menjadi  “Muamalah dan Karakter Muslim” sebagaimana bahasannya dapat diikuti berikut seperti dibawah ini.




MUAMALAH DAN KARAKTER MUSLIM
Oleh: A. Faisal Marzuki


Peranan duniawi umat Muhammad Shallallahu ‘alihi wassallam yang menjadi “shibghah” (identitas) bagi kepribadian umat Islam. "Yakni menjaga keselarasan hubungan dengan Allah dan hubungan umat sesamanya.”


L
andasan hubungan antar manusia dalam ajaran muamalah Islam sebagai acuan untuk dinamika sosial kemasyarakatan dalam bernegara dan hubungan antar negara dapat diambil referensinya - sebagai acuan moral motivasi yang mesti dipegang oleh seorang Muslim dalam hidup bersosial masyarakat sebagaimana firman Allāh Subhānahu wa Ta’ālā dalam surat ke-3 Āli ‘Imrān pada ayat 110 menyebutkan sebagai berikut:

Kuntum khairo ummatin ukhrijat linnāsi ta’murūna bil ma’rūfi wa tan hauna ‘anil munkari wa tu’minūna billāhi.

Artinya:

Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang ma’ruf (agents of social  development), dan mencegah dari berbuat yang mungkar (agents of social changes) dan beriman kepada (ajaran) Allah (seperti yang telah dilakukan Rasulullah saw).

Dengan itu, maka kita mesti menegakkan Islam dengan cara-cara ma’ruf (kebaikan) yaitu membangun kesejahteraan, kedamaian, keadilan, toleransi dalam keyakinan beragama dan perbedaan-perbedaan lainnya. Dengan cara seperti itu dapat terbangun tali hubungan sosial kemasyarakatan dengan respect (lita’arafu) satu dengan yang lainnya. Ditegakkan semangatnya mesti pula dengan cara-cara ma’ruf lainnya seperti dengan kejujuran, bertanggung jawab, mengutamakan cara damai seperti dialog [1] atau musyawarah serta perundingan daripada cara-cara kekerasan dan ‘superiority of lust (perang, terror serta penggunaan media masa bagi kepentingan sepihak). Hal seperti ini layak dilakukan Rasullullāh Shallallāhu ‘Alaihi Wassallam dan dilanjutkan oleh para sahabat setelah beliau wafat.

Kita mesti menjauhi kemungkaran seperti mau menang sendiri. Dialah yang benar, orang lain yang salah. Untuk melakukan rasa kebenarannya itu mereka melakukan kekerasan, teror, anti terror dengan jalan perang. Sifat-sifat semacam ini tidak islami dan jauh daripada ajaran kedamaian (Islam) yang sebenarnya. Firman-Nya menyebutkan: “Yang demikian (jika tidak dirubah [2] maka), kesengsaraan terjadi adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu nikmat (kedamaian) yang (tadinya) telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa yang ada (dengan kebiasaan buruk yaitu tidak adil, tidak jujur, tidak ma’ruf) pada diri mereka sendiri (hingga nikmat itu akan dikembalikan lagi kepadanya karena menegakkannya dengan adil, jujur, dan ma’ruf).” [QS Al-Anfāl 8:53]

Menarik pula untuk didiketahui tulisan dari Denise A. Spellberg, seorang profesor sejarah dan studi Timur Tengah di University of Texas , Austin dalam bukunya Thomas Jefferson’s Qur’an, Islam and the Founders. [3] Bahwasanya Jefferson [4] tertarik kepada Islam dalam ajaran muamalah (sosial kemasyarakatan) dan ketuhanan dalam Islam. Untuk mengetahui lebih dalam lagi dari sumber aslinya Jefferson membeli al-Qur’an pada tahun 1765 dari Inggris karya terjemahan al-Qur’an asli dari skrip bahasa Arab oleh George Sale. Qur’an (yang kemudian disebut sebagai Thomas Jefferson’s Qur’an, masih ada sampai saat ini diperpustakaan Library of Congress) dipelajarinya, termasuk ‘Hadist’ Rasul Shallallāhu ‘Alaihi Wassallam dan artikel-artikel keislaman lainnya.

Dari hasil studi keislamannya itu ia memperoleh pandangan bagaimana melihat dunia dan sistim kemasyarakatan untuk masa depan Amerika Serikat.  Beberapa contoh antara lain: ● Selaku pengacara hukum seorang wanita yang minta bercerai dengan suaminya, padahal ketika itu perceraian adalah tabu (tidak bisa, tradisinya tidak ada karena ajaran Katolik Inggris,  Anglican tidak membolehkan), sementara itu wanita tersebut hidup ‘menderita’ dalam berumah tangga. Selaku pengacara beliau berhasil memenangkan perkara percerain itu. ● Selaku konseptor Konstitusi Negara Amerika Serikat yang menyebutkan Tuhan dengan nama ‘Almighty God’ - ‘Tuhan Yang Mahakuasa’, padahal penyebutan seperti itu tidak lazim dari kalangan penganut agama Kristen.  ● Jefferson menginginkan orang Islam yang berada di Amerika Serikat masuk (inklusif) sebagai warga Amerika yang diakui sama haknya, padahal ketika itu Islam belum begitu nyata (significant) keberadaannya.


KARAKTER MORAL MUSLIM

K
arakter moral seorang muslim yang dikehendaki Allah Pencipta dan Pemelihara Manusia yang tertera dalam ajaran Islam dalam bermuamalah, yaitu hubungan antar sesama manusia dalam hidup berbangsa (dalam suatu negara) dan antar bangsa (di bumi) ini dalam Islam sangat dipandang penting, serius, dan mendasar serta sincere (jujur lahir bathin; honest dalam melaksanakannya). Tidak berpura-pura sebagaimna pula disebutkan dalam firman Allah dalam Hadits Qudtsi “Tiada berlaku curang kepada makhluk-Ku.”

Untuk memakmurkan hidup di dunia dimana pemakmurnya adalah manusia, untuk manusia, oleh manusia dalam ‘semangat team’ bangsa dan ‘semangat team’ berantar bangsa. ‘Kedamaian dan Kemakmuran dapat tercapai dengan baik bila ditegakkannya kedamaian dalam hubungan antar manusia dalam bangsa dan antar bangsa. Karena, penyebaranan kesejahteraan di bumi tidak akan terlaksana dengan baik tanpa adanya kedamaian. Demikianlah ajaran Islam itu hadir - derivatif nama islam itu sendiri adalah damai sejahtera - dimana hak-hak bersama dan individu dilindungi. Jangan lupa bahwa dalam menegakkan hak-hak individu itu sendiri ada kewajiban bersama dan tanggung jawab bersama dalam kedamaian (peace, love, and tolerant)

“Dalam pada itu haruslah diingat (oleh kita), ada pula rasanya di mana seruan tidak bersahut, suatu do’a tidak berjawab, (suatu upaya tanpa hasil). Ada masanya yang demikian itu terjadi, walaupun kita menepati shalat, senantiasa melakukan puasa, bahkan walaupun kita disebut orang-orang baik, (dan orang beradab). Mengapa gerangan permohonan kita tidak makbul, (upaya kita belum berhasil), rintihan jiwa kita tidak didengarkan, sehingga nasib kita terus merosot, seperti orang yang tak masuk hitungan, bagai ijuk tak bertulang. Seakan-akan Allāh Subhānahu wa Ta’ālā telah meninggalkan kita. Bila demikian di mana gerangan letak sebabnya?”

“Untuk jawabnya, mari kita dengar peringatan Rasulullah Shallallāhu ‘Alaihi Wassallam yang pernah disampaikan beliau secara serius dalam salah satu khutbahnya.

Yā ayyuhannāsu innallōha yakūlu lakum murū bilma’rūfi wan hau ‘anilmunkari qobla-an tad-’ū falā ujību lakum wa tas-alūnī falā u’-thīkum wa tastan-shirūnī falā anshurukum.

Wahai manusia! Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepadamu: Anjurkanlah olehmu berbuat baik dan laranglah perbuatan yang mungkar, agar jangan datang disuatu saat,  di mana kamu berdo’a, tetapi Aku tidak  menjawab do’amu; kamu meminta tetapi Aku tidak kabulkan; kamu memohon pertolongan, tetapi Aku tidak memberimu pertolongan.

Itulah jawabannya! Itulah yang menyebabkan pintu do’a jadi tertutup. Bukan karena melalaikan hubungan dengan Allah secara konvensional, seperti shalat, shiyam dan sebagainya, akan tetapi karena meremehkan hubungan sesama manusia, sebagai anggota masyarakat yang turut bertanggung jawab atas keselamatan hidup bermasyarakat itu sendiri. Yakni tugas “Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar.” Tugas: “Menegakkan kebajikan (as the agents of development); Memberantas kemungkaran (as the agents of changes),” - mesti kita pahami dan pegang kuat dengan keyakinan yang penuh.

Itulah posisi, dan itulah peranan duniawi umat Muhammad Shallallahu ‘alihi wassallam yang menjadi “shibghah” (identitas) bagi kepribadian umat Islam. "Yakni menjaga keselarasan hubungan dengan Allah dan hubungan umat sesamanya.”

Semoga kedua jalur hubungan vertikal (hubungan dengan Allah Pencipta Alam Semesta dan manusia, hablum minallōh) dan hubungan horizontal (dengan sesama manusia, hablum minannās) dapat diisi secara seimbang, karena keimanan tidak ada artinya jika kita tidak berbuat baik (buah dari iman itu mesti melakukan kebajikan bagi sesama manusia). Semoga do’a dan usaha kita senantiasa berjawab, amin. [5]


PENUTUP

L
ast but not least, firman Allah swt dalam surat ke-28 al-Qashash ayat 77 menyatakan: Wa ahsin kamā ahsanallōhu ilayka. Artinya: Dan berbuat baiklah (kepada orang lain dan lingkungan) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. [6]        

Wa lā tab-ghil fasāda fil ardh, innalLõha lā   yuhibbul mufsidīn.

Artinya:

Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh Allah tidak menyukai orang    yang berbuat kerusakan.

Jelaslah sekarang bahwa ajaran Islam itu sangat mulia. Kini kewajiban kita untuk melaksanakannya disetiap tempat dimana kita berada. Kepada siapa saja kita lakukan, karena kita semua adalah sebagai duta selaku agents of development (amar ma’ruf) dan juga agents of changes (nahi munkar). Suatu pekerjaan yang sangat mulia di abad ke-21 ini dimana kerusuhan, kekerasan dan peperangan di sana sini masih merajalela, karena azaz yang ditegakkannya dengan pendekatan ‘superiority of lust instead of dialog, peace, love and tolerant. Allāhu ‘Alam bish-Shawab, billāhit  Taufiq wal-Hidāyah. AFM


Catatan Kaki:
[1] Wasyā wirhum fil amri [Bermusyawarahlah (dialog, tukar pikiran, berunding) dengan mereka dalam suatu urusasn]. [QS ‘Ali Imrān 3:159]
[2] Keadaan mereka serupa dengan keadaan pengikut Fir’aun dan orang-orang sebelum mereka, yaitu mereka mengingkari ayat-ayat Allah, maka Allah menyiksa mereka disebabkan dari ulah kesalahan-kesalahannya (dosa-dosanya) [QS al-Anfāl 8:52]
[3] Thomas Jefferson’s Qur’an, Islam and the Founders, Denise A. Spellberg, In press. Alfred A. Knopf.
[4] Thomas Jefferson (13 April 1743-4 Juli 1826) adalah ahli hukum;  Penulis; Konseptor penyusun ‘Declaration of Independence of America’; Bapak Pendiri (Founding Father) Amerika Serikat; Dan kemudian menjadi Presiden Amerika Serikat yang ke-3.
[5] M. Natsir dalam kata sambutannya dalam buku Imam Hasan al-Banna, Do’a dan dzikir Rasulullah saw, Penerbit Media Dakwah, Jakarta.
[6] “Allah tiada melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” “Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu (menjadikan sebagai kawan, yaitu) orang yang memerangi kamu dalam urusan agama dan mengusir kamu dari negerimu.” [QS al-Mumtahanah 60:8,9] □□□

Blog Archive