KATA PENGANTAR
B
|
ahan tulisan ini diambil dari draft buku
penulis yang berjudul: “Berkah dan Nikmat Shalat dan Dzikir Rasulullah dan
Implikasinya Dalam Kehidupan”. Edisi ke-2, 200 halaman termasuk kata pengantar
sebagai mukadimahnya. Bab yang diambil adalah bab mengenai Implikasi Shalat
Dalam Kehidupan, sebagiannya saja. Dalam posting milis IMAAM dan blog penulis
ini, penulis beri judul: “Paradigma Ajaran Muamalah Islam dan Karakter Moral
Muslim.”
Namun dalam tujuk blog ini disederhanakan
menjadi “Muamalah dan Karakter Muslim” sebagaimana
bahasannya dapat diikuti berikut seperti dibawah ini.
MUAMALAH DAN KARAKTER MUSLIM
Oleh: A. Faisal Marzuki
Peranan
duniawi umat Muhammad Shallallahu ‘alihi wassallam yang menjadi “shibghah” (identitas) bagi kepribadian umat
Islam. "Yakni
menjaga keselarasan hubungan dengan Allah dan hubungan umat sesamanya.”
L
|
andasan hubungan antar manusia dalam ajaran
muamalah Islam sebagai acuan untuk dinamika sosial kemasyarakatan dalam
bernegara dan hubungan antar negara dapat diambil referensinya - sebagai acuan
moral motivasi yang mesti dipegang oleh seorang Muslim dalam hidup bersosial
masyarakat sebagaimana firman Allāh Subhānahu
wa Ta’ālā dalam surat ke-3 Āli ‘Imrān pada ayat 110 menyebutkan sebagai
berikut:
Kuntum khairo ummatin ukhrijat linnāsi ta’murūna
bil ma’rūfi wa tan hauna ‘anil munkari wa tu’minūna billāhi.
Artinya:
Kamu
(umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia (karena kamu)
menyuruh (berbuat) yang ma’ruf (agents of social development), dan
mencegah dari berbuat yang mungkar (agents of social changes) dan
beriman kepada (ajaran) Allah (seperti yang telah dilakukan Rasulullah saw).
Dengan itu, maka kita mesti menegakkan Islam
dengan cara-cara ma’ruf (kebaikan) yaitu membangun kesejahteraan, kedamaian,
keadilan, toleransi dalam keyakinan beragama dan perbedaan-perbedaan lainnya.
Dengan cara seperti itu dapat terbangun tali hubungan sosial kemasyarakatan
dengan respect (lita’arafu) satu dengan yang lainnya. Ditegakkan
semangatnya mesti pula dengan cara-cara ma’ruf lainnya seperti dengan
kejujuran, bertanggung jawab, mengutamakan cara damai seperti dialog [1] atau musyawarah serta perundingan
daripada cara-cara kekerasan dan ‘superiority of
lust’ (perang, terror serta penggunaan media
masa bagi kepentingan sepihak). Hal seperti ini layak dilakukan Rasullullāh Shallallāhu
‘Alaihi Wassallam dan dilanjutkan oleh para sahabat setelah beliau wafat.
Kita mesti menjauhi kemungkaran seperti mau
menang sendiri. Dialah yang benar, orang lain yang salah. Untuk melakukan rasa
kebenarannya itu mereka melakukan kekerasan, teror, anti terror dengan jalan
perang. Sifat-sifat semacam ini tidak islami dan jauh daripada ajaran kedamaian
(Islam) yang sebenarnya. Firman-Nya menyebutkan: “Yang demikian (jika tidak dirubah [2]
maka), kesengsaraan terjadi adalah
karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu nikmat (kedamaian)
yang (tadinya) telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu merubah
apa yang ada (dengan kebiasaan
buruk
yaitu tidak adil, tidak jujur, tidak ma’ruf) pada diri mereka sendiri (hingga nikmat itu akan
dikembalikan lagi kepadanya karena menegakkannya dengan adil, jujur,
dan ma’ruf).” [QS Al-Anfāl 8:53]
Menarik pula untuk didiketahui tulisan dari
Denise A. Spellberg, seorang profesor sejarah dan studi Timur Tengah di
University of Texas , Austin dalam bukunya Thomas Jefferson’s Qur’an, Islam and
the Founders. [3] Bahwasanya
Jefferson [4] tertarik kepada Islam
dalam ajaran muamalah (sosial kemasyarakatan) dan ketuhanan dalam Islam. Untuk
mengetahui lebih dalam lagi dari sumber aslinya Jefferson membeli al-Qur’an
pada tahun 1765 dari Inggris karya terjemahan al-Qur’an asli dari skrip bahasa
Arab oleh George Sale. Qur’an (yang kemudian disebut sebagai Thomas
Jefferson’s Qur’an, masih ada sampai saat ini diperpustakaan Library of
Congress) dipelajarinya, termasuk ‘Hadist’ Rasul Shallallāhu ‘Alaihi Wassallam
dan artikel-artikel keislaman lainnya.
Dari hasil studi keislamannya itu ia memperoleh
pandangan bagaimana melihat dunia dan sistim kemasyarakatan untuk masa depan
Amerika Serikat. Beberapa contoh antara lain: ● Selaku pengacara hukum
seorang wanita yang minta bercerai dengan suaminya, padahal ketika itu
perceraian adalah tabu (tidak bisa, tradisinya tidak ada karena ajaran Katolik
Inggris, Anglican tidak membolehkan), sementara itu wanita tersebut hidup
‘menderita’ dalam berumah tangga. Selaku pengacara beliau berhasil memenangkan
perkara percerain itu. ● Selaku konseptor Konstitusi Negara Amerika Serikat
yang menyebutkan Tuhan dengan nama ‘Almighty God’ - ‘Tuhan Yang
Mahakuasa’, padahal penyebutan seperti itu tidak lazim dari kalangan penganut
agama Kristen. ● Jefferson menginginkan orang Islam yang berada di
Amerika Serikat masuk (inklusif) sebagai warga Amerika yang diakui sama haknya,
padahal ketika itu Islam belum begitu nyata (significant) keberadaannya.
KARAKTER MORAL MUSLIM
K
|
arakter moral seorang muslim yang dikehendaki
Allah Pencipta dan Pemelihara Manusia yang tertera dalam ajaran Islam dalam bermuamalah, yaitu hubungan antar sesama manusia dalam hidup
berbangsa (dalam suatu negara) dan antar bangsa (di bumi) ini dalam Islam
sangat dipandang penting, serius, dan mendasar serta sincere (jujur
lahir bathin; honest dalam melaksanakannya). Tidak berpura-pura
sebagaimna pula disebutkan dalam firman Allah dalam Hadits Qudtsi “Tiada
berlaku curang kepada makhluk-Ku.”
Untuk memakmurkan
hidup di dunia dimana pemakmurnya adalah manusia, untuk manusia, oleh manusia
dalam ‘semangat team’ bangsa dan ‘semangat team’ berantar bangsa. ‘Kedamaian
dan Kemakmuran’ dapat tercapai dengan baik bila ditegakkannya kedamaian
dalam hubungan antar manusia dalam bangsa dan antar bangsa. Karena,
penyebaranan kesejahteraan di bumi tidak
akan terlaksana dengan baik tanpa adanya kedamaian. Demikianlah ajaran Islam
itu hadir - derivatif nama islam
itu sendiri adalah damai sejahtera - dimana hak-hak bersama dan individu dilindungi. Jangan
lupa bahwa dalam menegakkan hak-hak individu itu sendiri ada kewajiban bersama
dan tanggung jawab bersama dalam kedamaian (peace, love, and
tolerant)
“Dalam pada itu
haruslah diingat (oleh kita), ada pula rasanya di mana seruan tidak bersahut,
suatu do’a tidak berjawab, (suatu upaya tanpa hasil). Ada masanya yang demikian
itu terjadi, walaupun kita menepati shalat, senantiasa melakukan puasa, bahkan
walaupun kita disebut orang-orang baik, (dan orang beradab). Mengapa gerangan
permohonan kita tidak makbul, (upaya kita belum berhasil), rintihan jiwa kita
tidak didengarkan, sehingga nasib kita terus merosot, seperti orang yang tak
masuk hitungan, bagai ijuk tak bertulang. Seakan-akan Allāh Subhānahu
wa Ta’ālā telah meninggalkan kita. Bila demikian di mana gerangan
letak sebabnya?”
“Untuk jawabnya, mari
kita dengar peringatan Rasulullah Shallallāhu ‘Alaihi Wassallam yang
pernah disampaikan beliau secara serius dalam salah satu khutbahnya.
Yā ayyuhannāsu innallōha yakūlu
lakum murū bilma’rūfi wan hau ‘anilmunkari qobla-an tad-’ū falā ujību lakum wa
tas-alūnī falā u’-thīkum wa tastan-shirūnī falā
anshurukum.
Wahai manusia!
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman
kepadamu: Anjurkanlah olehmu berbuat baik dan laranglah perbuatan yang mungkar,
agar jangan datang disuatu saat, di mana kamu berdo’a, tetapi Aku
tidak menjawab do’amu; kamu meminta tetapi Aku tidak kabulkan; kamu
memohon pertolongan, tetapi Aku tidak memberimu pertolongan.
Itulah jawabannya!
Itulah yang menyebabkan pintu do’a jadi tertutup. Bukan karena melalaikan
hubungan dengan Allah secara konvensional, seperti shalat, shiyam dan
sebagainya, akan tetapi karena meremehkan hubungan sesama manusia, sebagai
anggota masyarakat yang turut bertanggung jawab atas keselamatan hidup
bermasyarakat itu sendiri. Yakni tugas “Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar.” Tugas:
“Menegakkan kebajikan (as the agents of development);
Memberantas kemungkaran (as the agents of changes),” - mesti kita pahami
dan pegang kuat dengan keyakinan yang penuh.
Itulah posisi, dan
itulah peranan duniawi umat Muhammad Shallallahu ‘alihi wassallam yang
menjadi “shibghah” (identitas) bagi kepribadian umat Islam. "Yakni menjaga keselarasan hubungan dengan Allah dan
hubungan umat sesamanya.”
Semoga kedua jalur
hubungan vertikal (hubungan dengan Allah Pencipta Alam Semesta dan manusia, hablum minallōh) dan
hubungan horizontal (dengan sesama manusia, hablum minannās) dapat diisi
secara seimbang, karena keimanan tidak ada artinya jika kita tidak berbuat baik
(buah dari iman itu mesti melakukan kebajikan bagi sesama manusia). Semoga do’a
dan usaha kita senantiasa berjawab, amin. [5]
PENUTUP
L
|
ast but not least,
firman Allah swt dalam surat ke-28
al-Qashash ayat 77 menyatakan: Wa ahsin kamā ahsanallōhu ilayka. Artinya:
Dan berbuat baiklah (kepada orang lain dan lingkungan)
sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. [6]
Wa lā tab-ghil fasāda fil ardh, innalLõha lā
yuhibbul mufsidīn.
Artinya:
Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh
Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan.
Jelaslah sekarang
bahwa ajaran Islam itu sangat mulia. Kini kewajiban kita untuk melaksanakannya
disetiap tempat dimana kita berada. Kepada siapa saja kita lakukan, karena kita
semua adalah sebagai duta selaku agents
of development (amar
ma’ruf) dan juga agents of changes (nahi munkar). Suatu pekerjaan yang
sangat mulia di abad ke-21 ini dimana kerusuhan, kekerasan dan peperangan di
sana sini masih merajalela, karena azaz yang ditegakkannya dengan pendekatan ‘superiority of lust’ instead
of dialog, peace, love and tolerant. Allāhu ‘Alam bish-Shawab, billāhit Taufiq wal-Hidāyah. □ AFM
Catatan Kaki:
[1] Wasyā wirhum fil amri [Bermusyawarahlah (dialog, tukar
pikiran, berunding) dengan mereka dalam suatu urusasn]. [QS ‘Ali Imrān 3:159]
[2] Keadaan
mereka serupa dengan keadaan pengikut Fir’aun dan orang-orang sebelum mereka,
yaitu mereka mengingkari ayat-ayat Allah, maka Allah menyiksa mereka disebabkan
dari ulah kesalahan-kesalahannya (dosa-dosanya) [QS al-Anfāl 8:52]
[3] Thomas Jefferson’s Qur’an, Islam and the
Founders, Denise A. Spellberg, In press. Alfred A. Knopf.
[4] Thomas Jefferson (13 April 1743-4 Juli 1826)
adalah ahli hukum; Penulis; Konseptor penyusun ‘Declaration of Independence of America’; Bapak Pendiri (Founding Father) Amerika Serikat; Dan
kemudian menjadi Presiden Amerika Serikat yang ke-3.
[5] M. Natsir dalam kata sambutannya dalam buku
Imam Hasan al-Banna, Do’a dan dzikir Rasulullah saw, Penerbit Media Dakwah, Jakarta.
[6] “Allah tiada melarang kamu berbuat baik dan
berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak
(pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang berlaku adil.” “Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu (menjadikan sebagai
kawan, yaitu) orang yang memerangi kamu dalam urusan agama dan mengusir kamu
dari negerimu.” [QS al-Mumtahanah 60:8,9] □□□