“Kami adalah suatu kaum yang telah dimuliakan
oleh Allah Azza wa Jalla dengan Islam, maka bila kami mencari kemuliaan
dengan selain cara-cara Islam maka Allah akan menghinakan kami.” [Umar
bin al-Khatthab ra]
KATA PENGANTAR
S
|
etiap manusia adalah makhluk sosial,
seseorang tidak bisa lepas dari interaksi dengan sesamanya. Bahkan seringkali
dia harus dibantu atau bantu membantu diantara satu dengan yang lain. Ini dapat dilakukan dalam berorganisasi dan
bermasyarakat serta bernegara. Atas dasar inilah, anak bangsa dan kaum muslimin diperintahkan untuk saling
bekerjasama dalam semangat saling menghormati, saling memahami kondisi dan perasaan, saling mengasihi dan membantu, saling memberi kebaikan, dan saling berterima kasih.
Dengan moral seperti itu akan menghasilkan sinergi yang powerful. Yaitu, saling melengkapi dari kekurangan masing-masing dengan saling isi mengisi kelebihan masing-masing. Sikap yang seperti itulah yang akan mengantarkan kita kepada nikmat-nikmat-Nya dalam berinteraksi sosial yang hasilnya akan menjadi berlipat-lipat ganda. Yaitu bangunan peradaban bangsa dan umat menjadi hidup, sehat, berkembang, maju, dan berjaya. Demikianlah tujuan dari cita-cita bangsa Indonesia merdeka.
Dengan moral seperti itu akan menghasilkan sinergi yang powerful. Yaitu, saling melengkapi dari kekurangan masing-masing dengan saling isi mengisi kelebihan masing-masing. Sikap yang seperti itulah yang akan mengantarkan kita kepada nikmat-nikmat-Nya dalam berinteraksi sosial yang hasilnya akan menjadi berlipat-lipat ganda. Yaitu bangunan peradaban bangsa dan umat menjadi hidup, sehat, berkembang, maju, dan berjaya. Demikianlah tujuan dari cita-cita bangsa Indonesia merdeka.
Selanjutnya yang perlu dijelaskan disini, bahkan sangat relevan
sekali pada saat ini, dan bulan-bulan berikutnya, terutama dalam menghadapi tahun
politik. Mari hindari caci-mencaci,
ejek-mengejek, tuduh-menuduh, hal-hal seperti itu tidak perlu dilakukan, waste energy, tidak bermanfaat sama sekali. Apalagi menganggap diri paling benar, yang lain salah.
Sering pula berlaku: “Tiba di diri dikecil-kecilkan, tiba di orang dibesar-besarkan”
dalam hal kejelekannya. Kebalikannya: “Tiba di diri dibesar-besarkan, tiba di orang dikecil-kecil” dalam hal kebaikannya. Malah ada lagi tukang kipasnya. Naudzubillah min dzalik!
Cara-cara seperti tersebut tidak produktif dan melemahkan kehidupan berbangsa dalam bernegara. Perlu diperhatikan bahwa hubungan sosial antar sesama ini
merupakan kehendak Allah swt yang
kesemuanya dalam bentuk, cara, dan peraturan yang diatur sesuai dengan fitrah
manusia itu sendiri. Yaitu masyarakat yang harmonis, dipenuhi rasa kebersamaan dan
kekeluargaan. Inilah yang menjadi harapan kita yang disepakati oleh perintis dan pendiri bangsa dari kemerdekaan Indonesia. Sudahlah pasti pula bahwa hanyalah
dengan aturan Allah dan Rasul-Nya dalam ajaran Islam akan terwujud ikatan hubungan masyarakat yang
kuat dalam jalinan kasih sayang di antara anak bangsa dan umat, sebagaimana yang telah
dicatat sejarah dengan tinta emas dari interaksi sosial antara Anshar dan Muhajirin serta Umat Lain yang hidup di Madinah. □
INTERAKSI SOSIAL
Oleh: A. Faisal Marzuki
Oleh: A. Faisal Marzuki
- Dalam hidup bermasyarakat potensi terjadinya gesekan-gesakan tidak bisa dihindari, sebagai manusia yang "dhaif". Akan tetapi tidak boleh sampai menjadi retak dan pecah berkeping-keping.
- Perbedaan adalah suatu keniscayaan, namun sebagai anak bangsa dan umat mesti bersatu. "Bangsa yang kuat adalah bangsa dan umat yang bersatu". Kalau tidak, "serigala" siap menerkam kita.
I
|
nteraksi sosial kita dalam hidup
bermasyarakat hendaklah sesuai dengan cara-cara dan adab Islam yang diajarkan
Rasulullah saw. Adapun pokok-pokok Ajaran Islam dalam bermasyarakat dan bernegara adalah sebagaimana firman Allah swt menyebutkan yang artinya: “Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran”, QS Al-Ma'idah 5: 2.
Diingatkan pula oleh Rasulullah Nabi Muhammad saw dalam sabdanya yang artinya: “Hendaklah kalian bertaqwa kepada Allah dan
memperbaiki hubungan di antara sesama kalian, karena sesungguhnya Allah
memperbaiki hubungan di antara orang-orang yang beriman pada hari kiamat”,
HR Hakim dari Anas bin Malik ra.
Berikut ini adalah pembahasan "Interaksi
Sosial" sebagai pedoman untuk menghindari yang telah sedikit disinggung seperti tersebut diatas yang tidak pada tempatnya sebagai negara muslim
terbesar di dunia. Untuk itu dalam ajaran Islam telah mengatur dengan suatu
akhlak sebagai pedoman, yaitu: mana yang tidak baik, “don’t do it” - jangan kerjakan.
Selanjutnya mana yang baik, “do it” - kerjakan.
Dengan prinsip seperti tersebut diatas,
maka selamatlah kita dalam "berlalu lintas" dalam bermasyarakat. Terutama
dalam suasana tahun politik ini. Karena bermasyarakat itu layaknya seperti berada
di jalan raya besar yang banyak simpang dan belokannya, dan diisi dengan
berbagai macam kendaraan dan pejalan kaki. Maka dari itu perhatikan tanda-tanda
dan rambu-rambunya. Tanda-tanda dan rambu-rambu "lalulintas
dalam bermasyarakat dan bernegara" inilah yang dibahas berikut ini.
JANGAN MARAH!
TINGGALKAN DENDAM DAN HASUD
D
|
ari Abu Hurairah ra bahwasanya ada seorang lelaki yang berkata kepada Nabi saw, "Ya Rasulullah, Berikanlah wasiat padaku!" Nabi saw menjawab: "Janganlah engkau marah", Orang itu mengulang-ulangi
lagi permintaan wasiatnya sampai beberapa kali, tetapi Beliau saw tetap menjawab: "Janganlah engkau marah."
[HR Muslim].
Dengan itu kita jangan mengunakan
kata-kata atau cara-cara yang mengakibatkan orang lain menjadi marah. Hadits
riwayat Abu Hurairah ra, bahwa
Rasulullah saw bersabda yang artinya:
"Bukanlah orang kuat itu dengan menang bergulat, tetapi orang yang kuat
ialah orang yang dapat menguasai dirinya ketika marah". Shahih Muslim
#4723.
Cabang iman 43-44 disebutkan dalam
bait: "Tinggalkan dan cegahlah olehmu setiap dendam dan hasud, haramkan
bagi kehormatan orang-orang muslim, maka engkau akan selamat".
Dendam adalah buah dari kemarahan,
sedangkan letak dari kekuatan marah adalah “hati”. Marah adalah mendidihnya
darah “hati” untuk menuntut hukuman. Arti dendam ialah apabila hati selalu
merasa berat dan benci, sedangkan perasaan tersebut langgeng dan tetap.
Rasulullah saw bersabda yang artinya:
"Orang mukmin itu bukanlah
pendendam".
Definisi dari dendam adalah benci
terhadap kenikmatan (kesuksesan, keberhasilan) yang ada pada orang lain dan
senang apabila kenikmatan (kesuksesan, keberhasilan) lenyap dari orang
tersebut.
Sayyidina Hasan bin Ali ra meriwayatkan, dari Rasulullah
bersabda yang artinya: "Dendam dan hasud memakan amal kebajikan,
sebagaimana api memakan kayu bakar".
Hasud (menghasud) adalah buah dari
dendam, sedangkan dendam adalah buah dari marah. Jadi hasud adalah cabang dari
cabang, sedangkan marah adalah asal dari asal. Rasulullah saw bersabda yang artinya: "Janganlah kamu sekalian saling
berbuat hasud. Janganlah saling menambah penawaran. Janganlah saling membenci.
Janganlah bercerai-berai. Janganlah salah seorang dari kamu sekalian saling
berebut pembeli. Dan jadilah kamu sekalian para hamba Allah yang bersaudara.
Orang muslim adalah saudara orang muslim".
Di antara hikmah dari hadits di atas ialah
agar kita sekalian jangan saling mengangan-angankan nikmat (kesuksesan,
keberhasilan) yang ada pada orang lain hilang. Kita hendaknya menyibukkan diri
untuk melaksanakan ajaran agama Islam seolah-olah kita sekalian adalah berasal
anak-anak dari satu orang, sebagaimana sesungguhnya kita adalah para hamba
Allah swt. Hal tersebut didasarkan
dari kalimat ini, “Bahwa sesungguhnya orang muslim adalah saudara dari orang
muslim lainnya dalam agama”.
Telah menceritakan kepada kami Abdullah
bin Yusuf telah mengabarkan kepada kami Malik dari Ibnu Syihab dari Anas bin
Malik bahwa Rasulullah saw bersabda yang artinya: “Janganlah kalian
saling membenci, janganlah saling mendengki dan janganlah kalian saling
membelakangi dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara, dan tidak
halal bagi seorang muslim mendiamkan (tidak berbaikan, tidak bertegur sapa)
saudaranya melebihi tiga malam”, Shahih Bukhari #5612.
LARANGAN MENCELA
DAN MENGADU DOMBA
J
|
angan meremehkan orang lain, karena
masing-masing manusia sudah diberikan kelebihan dan kekurangan. Tidak mutlak
seseorang yang berpenampilan menarik, akan berhati baik. Dan jangan mengira yang
berpakaian compang-camping atau terlihat sederhana, berhati buruk, padahal dia baik di sisi Allah, lantas engkau hinakan orang tersebut. Manusia menjadi mulia karena takwanya bukan karena faktor dunia, pakaian, pangkat
jabatan atau lainnya. Allah swt
berfirman yang artinya: "Sungguh, yang paling mulia di
antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa", QS
Al Hujurāt 49:13.
MENGATASI GESEKAN-GESEKAN
DALAM BERINTERAKSI SOSIAL
DALAM BERINTERAKSI SOSIAL
G
|
esekan-gesekan dalam hidup
bermasyarakat bisa saja terjadi. Gesekan-gesekan itu timbul bila ada orang
terhadap orang lain melakukannya, seperti: mencaci; menghina; mempermalukan;
mencela; ghibah; mengejek; mengumpat; mengutuk; berkata keji; dan berkata
kotor; mengadu domba dst.
Jika terjadi gesekan dalam kehidupan
bermasyarakat, maka diantara satu dengan yang lain haruslah menghindari
terjadinya caci makian, apalagi dilanjutkan menjadi baku hantam, yaitu
perkelahian dari mereka yang bersengketa. Oleh sebab itu hindarilah. Perbuatan seperti itu akan memperburuk dan merusak hubungan
masing-masing. Itulah sebabnya mengapa dosa akibat dari cacian itu dipikul oleh
orang yang lebih dahulu memulai. Sebagaimana pada hadits yang diriwayatkan dari
Abu Hurairah ra, bahwa Rasul saw bersabda yang artinya: “Apabila dua orang terlibat saling mencaci,
dosa cacian itu dipikul oleh yang memulai, selama yang dicaci tidak membalas
melampaui batas”, HR Muslim.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda yang artinya: “Jika ada seseorang yang menghinamu dan mempermalukanmu dengan sesuatu yang ia ketahui ada padamu, maka janganlah engkau membalasnya dengan sesuatu yang engkau ketahui ada padanya. Akibat buruk, biarlah ia yang menanggungnya”, HR Tirmidzi #2722.
Ketahuilah, bahwa seseorang itu
dianggap cukup melakukan kejahatan apabila dia menghina saudaranya
sesama muslim, semisal sebab kemelaratannya atau lainnya. Seorang muslim
seharusnya memuliakan dan menghormati sesama muslim lainnya, semua perbuatan
yang menyakitkan orang muslim lain adalah haram (terlarang keras), seperti menumpahkan darahnya, mengambil
hartanya dan mencelanya, baik di hadapannya (menghina) maupun pada saat dia
tidak hadir (ghibah).
Sabda Rasulullah saw yang artinya: “Seseorang dianggap berbuat jahat bila ia
menghina saudaranya sesama muslim. Setiap orang muslim atas orang muslim yang
lain haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya”.
Dalam sebuah hadits disebutkan yang
artinya: “Barangsiapa yang mati dalam keadaan bertaubat dari ghibah, maka dia
adalah orang yang terakhir masuk surga. Dan Barangsiapa yang mati dalam keadaan
terus menerus (membandel, tidak peduli) berbuat ghibah, maka ia adalah orang pertama yang masuk neraka dalam
keadaan menangis”. Tahukah kamu
apa ghibah itu? Para
Sahabat menjawab: “Allah dan Rasul-Nya
lebih mengetahui.” Beliau saw bersabda: “Menyebut-nyebut sesuatu tentang saudaramu hal-hal yang dia tidak
sukainya”, HR Muslim.
Imam Qurtubi memberikan penjelasan
tentang firman Allah swt: “Sukakah salah seorang di antara kamu memakan
daging saudaranya yang sudah mati”, QS Al-Hujurāt 49: 12.
Allah memberikan perumpamaan mengenai
kejelekan ghibah dengan memakan
daging orang mati. Orang mati tidak mungkin mengetahui kalau dagingnya sedang
dimakan, seperti saat ia hidup tidak mengetahui bahwa dirinya sedang
digunjingkan (membicarakan - yang biasanya membicarakan keburukannya tidak
dihadapannya).
Baginda Rasulullah saw bersabda yang artinya: “Mengejek
seorang mu'min adalah perbuatan ‘fasik’ sedangkan membunuhnya termasuk
kekafiran.”
Pengertian fasik secara bahasa berarti
keluar dari sesuatu. Sedangkan menurut istilah fasik berarti seseorang yang
telah "bersaksi" (beriman, tetapi tidak melakukan ketaatannya sepenuhnya) melainkan sebagian saja yang dilakukannya, sebagian lagi tidak. Dalam agama Islam orang
yang fasik adalah orang yang telah keluar atau menyimpang dari ketaatan "penuh"
kepada Allah swt dan Rasul-Nya serta
cenderung kepada melaksanakan suatu kemaksiatan.
Sedang maksiat bisa disebut sayyi'ah,
bisa disebut khathi'ah, bisa disebut itsmun, bisa juga disebut dzanbun.
Semua sinonimnya, memiliki makna yang berdekatan. Yang wajib dilakukan adalah
mewaspadainya. Perbuatan maksiat seperti ghibah, bisa disebut dzanbun,
bisa disebut maksiat, bisa juga disebut khathi'ah.
Arti ‘ghibah’ adalah membicarakan
kejelekan orang lain tidak didepannya. Penjelasannya: Dari Abu Hurairah ra,
Rasulullulah saw bersabda: "Tahukah engkau apa itu ghibah?"
Mereka menjawab: "Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu." Ia berkata:
"Engkau menyebut kejelekan saudaramu yang ia tidak suka untuk didengarkan
orang lain." Beliau ditanya: "Bagaimana jika yang ia sebutkan sesuai
kenyataan?" Jawab Nabi saw: Jika sesuai kenyataan berarti engkau
telah mengghibahnya. Jika tidak sesuai, berarti engkau telah memfitnahnya",
HR Muslim #2589. Sedang fitnah adalah "lebih berbahaya (kejam) dari pembunuhan", QS Al-Baqarah 2:191.
Dengan
demikian, setiap mukmin wajib menjauhi segala yang Allah haramkan baginya. Baik
dia sebut dosa, itsmun, khathi'ah, atau maksiat. Menghindari
semua perbuatan buruk yang Allah haramkan. Baik dinamakan khathi'ah, sayyi'ah,
maksiat, atau itsmun. Semua harus diwaspadai atau dijauhi, karena semua
itu adalah nama untuk segala yang Allah larang.
Dalam ayat-ayat Al-Qur'an telah banyak disebutkan tentang fasik ini. Adapun
ciri ciri orang fasik dalam Al-Qur'an ialah: "Dan sesungguhnya Kami telah
menurunkan kepadamu ayat-ayat yang jelas; dan tak ada yang ingkar kepadanya (kepada Rasul saw dan ajaran Islam yang dibawanya),
melainkan orang-orang yang fasik", QS Al-Baqarah 2:99.
WASIAT-WASIAT RASULULLAH SAW LAINNYA
D
|
i antara wasiat-wasiat Rasulullah saw adalah janganlah menghina orang lain.
Suatu ketika Abu Jurayy berkata kepada Rasulullah saw, “Berilah wasiat
kepadaku, Ya Rasulullah”, Nabi saw pun memberi wasiat yang artinya: “Janganlah engkau menghina seorang pun.”
Setelah Rasul saw menyampaikan wasiat ini, sahabat ini tidak pernah lagi menghina
seorang pun, walau pada seorang budak bahkan hewan, Abu Jurayy berkata: “Aku tidak pernah lagi menghina seorangpun
setelah itu, baik kepada orang yang merdeka, seorang budak, seekor unta maupun
domba.”
Allah swt memberikan kita petunjuk dalam berakhlak yang baik: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah
suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang
diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Dan jangan pula
perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain, (karena) boleh jadi
perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang
mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lainnya, dan janganlah
saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk”, QS Al-Hujurāt
49:11.
MENJAGA LISAN
DAN MENJAGA HATI
B
|
erhati-hatilah dalam mengucapan sesuatu, jaga lisan. Begitu pula "hati". Hati (perasaan) ini mesti dijaga dari suka menghina atau melecehkan orang lain. Terkadang apa yang kita
benci malah, itu baik untuk kita. Begitu pula sebaliknya, sesuatu yang kita
suka, padahal itu tidak ada kebaikannya untuk kita. Belajarlah "hidup sehat dan
islami" dengan tidak menyakiti pada sesama jamaah, tetangga, organisasi, sesama anak bangsa, melainkan saling menghormati, rukun dan damai.
Rasulullah saw bersabda yang artinya: "Barangsiapa yang menjaga
kehormatan saudaranya muslim di dunia, niscaya Allah Ta'ala akan mengutus malaikat
pada hari kiamat untuk menjaganya dari api neraka".
Seorang sahabat bertanya pada Rasulullah saw
yang artinya: “Wahai Rasulullah, si
fulanah sering shalat malam dan puasa, namun lisannya pernah (atau
sering) menyakiti tetangganya”.
Rasulullah saw bersabda: ‘Tidak ada kebaikan padanya, ia di neraka’”,
HR Al-Hakim. Orang beriman itu melakukan kewajiban ibadahnya, juga mesti melakukan amal shaleh (pekerjaan dan perilaku yang baik).
Imam al-Ghazali ra menasehatkan: “Jika
engkau melihat orang jahat, jangan anggap kita lebih mulia, karena mungkin satu
hari nanti dia akan insyaf dan bertaubat atas kesalahannya.” Sesungguhnya,
jika kita benar-benar takut kepada Allah, maka "hati" dan "lisan" ini akan selalu
terjaga dari mengotori dengan cacimakian kepada orang lain, bahkan kepada
orang yang belum insyaf sekalipun.
Rasulullah saw bersabda yang artinya: “Seorang
mukmin bukanlah seorang pengumpat, pengutuk, yang suka berkata keji dan berkata
kotor”, HR Turmudzi.
JANGAN MENGADU DOMBA
(DAN MENGIPAS-MENGIPASNYA)
J
|
anganlah merusak hubungan di antara
sesama dengan mengadu domba, membicarakan keburukannya dan hal-hal lain yang
menyebabkan perpecahan, karena hal itu termasuk dosa yang amat besar di sisi
Allah swt. Nabi saw bersabda yang
artinya: “Orang yang paling dibenci
oleh Allah di antara kalian adalah yang selalu mengadu domba di antara
orang-orang (yang mestinya saling kasih sayang) yang membuat perpecahan di antara
saudara-saudaranya.”
Di dalam Islam, telah dijelaskan mengenai haramnya mengadu domba, yaitu memindahkan kata-kata antara para manusia dengan tujuan hendak membuat perpecahan di antara mereka, membuat mereka saling bermusuhan, merusak (hubungan kedekatan atau persaudaraan) dan dengan memfitnah mereka. Sabda Rasulullah saw yang artinya: “Tidak akan masuk surga seorang pengadu domba.”
Dari Hudzaifah ra berkata bahwa Rasulullah saw bersabda yang artinya: “Tidak dapat masuk syurga seorang yang gemar mengadu domba”, Muttafaq 'alaih.
Hadits riwayat Abdullah bin Masud ra: Sesungguhnya Nabi Muhammad saw pernah bersabda yang artinya: "Maukah kamu sekalian aku beritahukan tentang
apa itu adh'hu? Adh'hu adalah
perkataan adu-domba yang selalu diucapkan di antara orang banyak".
Dan sesungguhnya Nabi Muhammad saw juga pernah bersabda: "Sesungguhnya seseorang selalu berkata jujur
sehingga dia tercatat sebagai orang jujur dan seseorang selalu berdusta
sehingga dia dicatat sebagai seorang pendusta", Shahih Muslim #4718.
Dari Ibnu Mas'ud ra, bahwasanya Nabi saw
bersabda: "Tahukah engkau semua,
apakah kedustaan besar itu? Yaitu ‘namimah’ atau banyak bicara adu domba antara
para manusia", Hadits Riwayat Muslim.
PENUTUP
A
|
pa yang telah diterangkan diatas
jauhilah sejauh-jauhnya segala sifat-sifat yang negatif itu, karena merugikan
kita semua. Merugikan persatuan yang tidak mudah memeliharanya. Untuk itu mari
berpegang denga sifat-sifat “akhlakul
karimah” (segala sesuatu yang baik-baik) yang di ajarkan oleh ajaran Islam.
Billahit Taufiq wal-Hidayah. □ AFM
Sumber:
https://jendelailmu-faisal.blogspot.com/2017/07/hidup-bermasyarakat-dalam-ajaran-islam-2.html□□