PENDAHULUAN
D
|
alam pemahaman barat, konsep agama (religion)
dipandang lebih sempit dan terbatas dibandingkan dengan konsep agama (ad-din)
dalam Islam. Menurut barat, agama bukan merupakan suatu totalitas,
sedangkan agama menurut Islam merupakan suatu totalitas yang bersifat
komprehensif.
Menurut W. Montgomery Watt, agama dalam Islam
dapat meliputi seluruh bentuk kehidupan, sedangkan agama menurut barat tidak.
Kemudian Clifford Geertz juga menjelaskan bahwa agama (di barat) hanya sebagai
simbol untuk menciptakan suasana hati dan motivasi yang kuat, serba menyeluruh
dan berlaku lama dalam diri manusia.
Dalam hal ini dapat dipahami bahwa konsep agama
menurut barat berarti bahwa agama memiliki ruang lingkup yang terbatas dalam
aspek kehidupan manusia, agama hanya sebatas mengatur tentang pribadi manusia
itu sendiri, seperti dalam hal kejiwaan, pernikahan, kematian dan tingkah laku
manusia. Sedangkan pada urusan kenegaraan dan hukum, itu merupakan diluar
kajian agama.
Konsep tersebut didasarkan atas kata agama itu
sendiri, menurut barat, kata religion bukan berasal dari kitab suci,
sedangkan Ad-Din dalam Islam merupakan kata yang muncul dari kitab suci.
Oleh karena itu, dalam pandangan barat tentang fungsi agama diluar aturan
pribadi manusia dianggap tidak ada.
Mungkin jika dikaji secara akal, tidaklah benar
jika agama dipisahkan dari aspek hukum dan kenegaraan. Sebab, dari kedua aspek
tersebut sangat diperlukan aturan agama dalam hal etika dan tingkah laku serta
moral manusia terhadap pembentukan konsep hukum dan Negara. Namun, barat
terpaksa mengabaikan konsep tersebut dikarenakan pada awalnya mereka sendiri
tidak mampu menerjemahkan kata “agama” dengan baik. Mereka terlalu banyak
mengkaji tentang kehidupan Yesus, namun mereka sendiri tidak mengerti bagaimana
konsep tuhan yang sebenarnya. Oleh karena itu, mereka menganggap bahwa akal
adalah diatas segalanya. Sehingga konsep tentang tuhan pun direkayasa agar
dapat diterima oleh akal.
Jika konsep tuhan saja dapat dimanipulasi dengan
akal, apalagi halnya dengan agama. Tentunya mereka memberikan batasan-batasan
yang lebih sempit dalam pengkajian agama terhadap aturan hidup mereka. Dengan
demikian, agama hanyalah sebagai pengikat individu manusia dalam hal etika dan
moral, serta suatu kepercayaan yang hanya bersifat sebagai komplemen atau
pelengkap saja dalam kehidupan manusia sebagai makhluk yang bertuhan. Sehingga
dalam hal pengaturan politik Negara dan hukum, agama dinafikan, hal ini disebut
sekularisme.
Pengertian Sekularisme
Istilah sekuler (secular)
berasal dari bahasa latin saeculum yang memiliki dua konotasi yaitu time dan location. Waktu menunjukan sekarang sedangkan tempat dinisbahkan
kepada dunia. Jadi saeculum berarti
zaman ini atau masa kini, dan zaman ini atau masa kini menunjukan peristiwa di
dunia ini, dan itu juga berarti peristiwa–peristiwa masa kini. [2] Adapun
sekularisasi dalam kamus ilmiah adalah hal usaha yang merampas milik gereja
atau penduniawian. Sedangkan Sekularisme adalah sebuah gerakan yang menyeru
kepada kehidupan duniawi tanpa campur tangan agama. [3]
Al-Attas, dalam bukunya yang berjudul
Islam dan Sekularisme, menjelaskan bahwa sekularisasi didefinisikan sebagai
pembebasan manusia, yaitu mula-mula dari agama dan kemudian dari metafisika.
Itu berarti terlepasnya dunia dari pengertian-pengertian religious dan religious-semu,
terhalaunya semua pandangan-pandangan dunia yang tertutup, terpatahkannya semua
mitos supernatural dan
lambang-lambang suci. Sekularisme lebih condong kepada proses peralihan
fungsi-fungsi dan sifat-sifat keagamaan kearah fungsi-fungsi dan sifat-sifat
yang tak bernilai atau yang tidak ada hubungannya dengan keagamaan. Pengertian
yang lain menyebutkan sekularisme adalah penduniawian sesuatu yang pada mulanya
bersifat atau bernilai keagamaan.
Sejarah Munculnya Sekularisme Di Barat
Bila kita melacak sejarah bangsa Eropa,
sekularisme muncul disebabkan pengungkungan peranan gereja dalam tindakannya
menyekat pintu pemikiran dan penemuan sains
(ilmu pengetahuan). Pihak gereja Eropa telah menghukum ahli sains seperti Copernicus, Gradano,
Galileo dll yang mengutarakan penemuan saintifik yang berlawanan dengan ajaran
gereja. Kemunculan paham ini juga disebabkan tindakan pihak gereja yang
mengadakan upacara agama yang dianggap berlawanan dengan nilai pemikiran dan
moral seperti penjualan surat pengampunan dosa, yaitu seseorang boleh membeli
surat pengampunan dengan nilai uwang yang tinggi dan mendapat jaminan syurga
walaupun berbuat kejahatan di dunia.
Kemudian muncul revolusi rakyat Eropa yang
menentang pihak agama dan gereja yang bermula dengan pimpinan Martin Luther,
Roussieu dan Spinoza. Akhirnya tahun 1789, Perancis menjadi negara pertama yang
bangun dengan sistem politik tanpa intervensi agama. Revolusi ini terus
berkembang sehingga di negara-negara Eropa, muncul ribuan pemikir dan saintis
yang berani mengutarakan teori yang menentang agama dan berunsurkan rasional.
Seperti muncul paham Darwinisme, Freudisme, Eksistensialisme, Ateismenya dari
idea Nietche yang menganggap "Tuhan telah mati" dan manusia bebas
dalam mengeksploitasi. Akibatnya, agama dipinggirkan dan menjadi bidang yang
sangat kecil, terpisah daripada urusan politik, sosial dan sains. Bagi mereka
yang melakukan penolakan terhadap sistem agama telah menyebabkan kemajuan sains
dan teknologi yang pesat dengan munculnya zaman Renaissance [4] yaitu
pertumbuhan pesat dari perindustrian dan teknologi di benua Eropa.
Disamping itu, sejarah yang paling kental
tentang munculnya sekularisme adalah disebabkan dari bentuk kekecewaan (mosi
tidak percaya) masyarakat Eropa kepada agama Kristen saat itu (abad 15). Di
mana Kristen beberapa abad lamanya menenggelamkan dunia barat ke dalam periode
yang kita kenal sebagai “the dark ages”
(abad gelap Eropa). Padahal pada saat yang sama peradaban Islam saat itu sedang
berada di puncak kejayaannya - baca blog afaisalmarzuki dengan tajuk Islam
di Spanyol dan Peninggalannya. Sehingga ketika perang salib
berakhir dengan kekalahan di pihak Eropa, walau mereka mengalami kerugian di
satu sisi, tetapi, sebenarnya mereka mendapatkan sesuatu yang berharga, yaitu
inspirasi pengetahuan dari Islam yang memegang pemerintahan “Kekhalifahan
Islam” saat itu. Karena justru setelah mereka “bergesekan” dengan umat Islam di
“Perang Salib” (Crusader). Hal
tersebut ternyata menjadi kawah lahirnya renaissance
beberapa abad setelahnya di Eropa. Setelah mereka menerjemahkan buku-buku
filsafat Yunani berbahasa Arab dan karya-karya filosof Islam, dan buku-buku
ilmu pengetahuan seperti astronomi, matematik, aljabar, algoritmi, kedokteran,
obat-obatan, ilmu optik, sosiologi dan lainnya ke dalam bahasa Latin.
Pada saat Eropa mengalami the dark ages, Kristen yang sudah melembaga saat itu menguasai
semua ranah kehidupan masyarakat Eropa. Politik, ekonomi, pendidikan dan
semuanya tanpa terkecuali yang dikenal dengan istilah ecclesiastical jurisdiction (hukum Gereja). Semua hal yang berasal
dari luar kitab suci Injil dianggap salah. [8] Filsafat yang notabene sebagai al-umm (ilmu induk) dari ilmu
pengetahuan dengan ruang lingkupnya yang sangat luas, mereka sempitkan dan
dikungkung hanya untuk menguatkan keyakinan mereka tentang ketuhanan yang
trinitas itu. Mereka menggunakan filsafat hanya sekedar untuk menjadikan
trinitas yang irasional menjadi kelihatan rasional. Dengan demikian secara
otomatis filsafat yang seharusnya menjadi induk dari seluruh ilmu pengetahuan
yang ada menjadi mandul dan tidak berfungsi.
Ilmu pengetahuan yang menopang majunya sebuah
peradaban malah dimusuhi. Ketika ada penemuan baru yang dianggap bertentangan
dengan isi kitab suci Injil dianggap sebagai sebuah pelanggaran yang harus
ditebus dengan nyawa. Sebagaimana yang dialami Copernicus yang menyatakan teori
“heliosentris”-nya (tatasurya dimana matahari sebagai pusat dari jagat
planet-planet yang mengelilinginya) yang notabene
bertentangan dengan Injil nama kita suci Kristen yang mengemukan teori
“geosentris” (bumilah sebagai pusat jagat raya termasuk matahari dan
planet-planet).
Sesuai dengan teori arus air, jika ia ditahan
maka lama kelamaan akan menjadi tenaga yang begitu dahsyat untuk mengahancurkan
penahannya. Begitu juga yang terjadi di Eropa pada abad 15 dengan apa yang
disebut renaissance sebagai lambang
dari pembebasan masyarakat Eropa dari kungkungan gereja. Gerakan renaissance ini mulai digerakkan di
berbagai lini, seni, gerakan pembaruan keagamaan yang melahirkan Kristen
Protestan, Humanisme dan penemuan Sains. Yang selanjutnya diteruskan dengan
masa enlightenment (abad pencerahan
Eropa) pada abad ke-18 satu abad setelah lahirnya aliran Filsafat Moderen pada
abad ke-17.
Tirani Gereja Kristen—sebagaimana yang kita
ketahui—merupakan agama yang cinta damai dan agama cinta kasih. Ini bisa
dilihat dari perkataan Yesus yang memerintahkan murid-muridnya untuk
"memberikan pipi kanan jika dipukul pipi yang kiri”. Namun, pada
kenyataannya Gereja Kristen yang melembaga justru menjadi “tirani” bagi bangsa
Eropa pada abad pertengahan. Dengan itu membuat Eropa menjadi terpuruk selama
berabad-abad dalam masa yang disebut the
dark ages.
Agama dan Negara Dalam Sejarah Nusantara Dan Kemerdekaan Indonesia
Wacana hubungan Agama dan Negara dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) sudah sangat jelas dalam tinjauan sejarah terbentuknya negara di Nusantara yang kemudian menjadi Negara
Kesatuan Republik Indonesia, mulai dari animisme, kemudian masuklah ajaran
Budha dan Hindu dari Asia Timur, selanjutnya
ajaran Islam yang disebarkan oleh pedagang dari Timur Tengah. Masuknya
ajaran agama Islam ke Nusantara ini tersebut ditempuh dengan damai dan penduduk
setempat sukarela menerimanya. Mereka tidak menduduki (menjajah) Nusantara.
Kemudian mulai abad ke-16 masuklah negara-negara
Eropa ke Nusantara yang akhirnya menduduki dan menjajah dan dimasukkan bagian
dari Negara penjajah bersamaan dengan masuknya agama yang di anut para
penjajah. Negara-negara yang menjajah tersebut adalah mulai dari Purtugis,
Spanyol, Inggris. Terakhir Belanda selama 350 tahun berangsur-angsur menduduki
daerah-daerah dari kepulauan Nusantara.
Zaman itu bagian-bagian Nusantara yang telah
dikuasai penjajah. Nusantara tidak berdaulat sama sekali, namun walaupun telah
diduduki tetap mengadakan perlawanannya melalui perang frontal maupun gerilya,
sampai akhirnya merdeka. Sebelum negara-negara Eropa yang datang ke
daerah-daerah kepulauan Nusantara telah berdiri masing-masing dalam bentuk
kesultanan-kesultanan Islam.
Tinjauan hubungan agama dan negara secara
ideologis oleh para kesultanan di Nusantara tidak asing lagi. Dan pemikiran
Islam seperti inilah yang mengilhami para kesultanan-kesultanan di Nusantara
menjadikan daerah pemerintahannya berdasarkan ajaran Islam.
Kemudian Jepang mengalahkan Belanda dan kemudian
Belanda hengkang dari seluruh daerah-daerah di kepulauan Nusantara. Jepang yang
mengaku saudara tua berada di Nusantara selama tiga setengah tahun, sebelum
meninggalkan Nusantara, sempat seluruh daerah-daerah dari kepulauan Nusantara
bersatu dengan “Soempah Pemoeda 28 Oktober 1928” [5] memerdekakan dirinya
(bangsanya) dengan memproklamasikan kemerdekaan Indonesia (Nusantara), karena
Jepang telah menyerah pada Perang Dunia ke-2.
Tinjauan hubungan agama dan negara secara
ideologis pertama-tama harus diletakkan pada proporsinya dengan benar. Yaitu
sebagai pemikiran dari cabang tentang kehidupan, yang lahir dari pemikiran
mendasar tentang alam semesta, manusia, dan aqidah [1] kehidupan.
Oleh sebab itu, pembahasan hubungan agama dan negara
pertama-tama harus bertolak dari pemikiran mendasar tersebut, baru kemudian
dibahas hubungan agama dan negara, sebagai cabang pemikiran yang lahir dari
pemikiran mendasar tersebut.
Yang dimaksud pemikiran mendasar tersebut
(aqidah), adalah pemikiran menyeluruh (fikrah
kulliyyah) tentang alam semesta, manusia, dan kehidupan, serta tentang apa
yang ada sebelum kehidupan dunia dan sesudah kehidupan dunia, serta hubungan
kehidupan dunia dengan apa yang ada sebelum kehidupan dunia dan sesudahnya (An
Nabhani, Nizham Al-Islam, 2002).
NEGARA DALAM PRESPEKTIF ISLAM
A
|
qidah Islamiyah adalah iman kepada Allah, para
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, Hari Akhir, dan Qadar (taqdir)
Allah. Aqidah ini merupakan dasar ideologi Islam yang darinya terlahir berbagai
pemikiran dan hukum Islam yang mengatur kehidupan manusia. Aqidah Islamiyah
telah memerintahkan untuk menerapkan agama secara menyeluruh dalam segala aspek
kehidupan, yang tidak mungkin terwujud kecuali dengan adanya negara. Firman
Allah swt yang artinya sebagai
berikut:
“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan…” [QS Al-Baqarah 2:208]
“Apakah kamu akan beriman kepada sebagian Al Kitab dan ingkar kepada sebagian yang lainnya. Maka tidak ada balasan bagi yang mengerjakan itu di antara kamu, melainkan kehinaan dalam kehidupan dunia dan pada Hari Kiamat mereka akan dikembalikan kepada azab yang sangat pedih…” [QS Al-Baqarah 2:85]
Berdasarkan ini, maka seluruh hukum-hukum Islam tanpa kecuali harus diterapkan kepada manusia, sebagai konsekuensi adanya iman atau Aqidah Islamiyah. Dan karena hukum-hukum Islam ini tidak dapat diterapkan secara sempurna kecuali dengan adanya sebuah institusi negara, maka keberadaan negara dalam Islam adalah suatu keniscayaan. Karena itu, formulasi hubungan agama-negara dalam pandangan Islam dapat diistilahkan sebagai hubungan yang positif, dalam arti bahwa agama membutuhkan negara agar agama dapat diterapkan secara sempurna dan bahwa agama tanpa negara adalah suatu cacat yang akan menimbulkan reduksi dan distorsi yang parah dalam beragama. Agama tak dapat dipisahkan dari negara. Agama mengatur seluruh aspek kehidupan melalui negara yang terwujud dalam konstitusi dan segenap undang-undang yang mengatur kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
Maka dari itu, tak heran banyak pendapat para ulama dan cendekiawan Islam yang menegaskan bahwa agama dan negara adalah sesuatu yang tak mungkin terpisahkan. Keduanya ibarat dua keping mata uang, atau bagaikan dua saudar kembar (tau`amāni). Jika dipisah, hancurlah perikehidupan manusia.
Imam Al Ghazali dalam kitabnya Al Iqtishad fil I’tiqad halaman 199 berkata:
“Karena
itu, dikatakanlah bahwa agama dan kekuasaan adalah dua saudara kembar.
Dikatakan pula bahwa agama adalah pondasi (asas) dan kekuasaan adalah
penjaganya. Segala sesuatu yang tidak berpondasi niscaya akan roboh dan segala
sesuatu yang yang tidak berpenjaga niscaya akan hilang lenyap.”
Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ul Fatawa, juz 28 halaman 394 telah menyatakan:
“Jika kekuasaan terpisah dari agama, atau jika agama terpisah dari kekuasaan, niscaya keadaan manusia akan rusak.”
Sejalan dengan prinsip Islam bahwa agama dan negara itu tak mungkin dipisahkan, juga tak mengherankan bila kita dapati bahwa Islam telah mewajibkan umatnya untuk mendirikan negara sebagai sarana untuk menjalankan agama secara sempurna. Negara itulah yang terkenal dengan sebutan Khilafah atau Imamah.
Taqiyyuddin An Nabhani dalam kitabnya Nizhamul
Hukmi fil Islam, hal. 17 mendefinisikan Khilafah sebagai ‘kepemimpinan umum
bagi seluruh kaum muslimin di dunia untuk menegakkan hukum-hukum Syariat Islam
dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia’.
Seluruh imam madzhab dan para mujtahid besar tanpa kecuali telah bersepakat bulat akan wajibnya Khilafah (atau Imamah, Kepemimpinan Negara) ini. Syaikh Abdurrahman Al Jaziri menegaskan hal ini dalam kitabnya Al Fiqh ‘Ala Al Madzahib Al Arba’ah, juz V, halaman 308:
“Para imam madzhab (Abu Hanifah, Malik, Syafi‘i, dan Ahmad) rahimahumullah, telah sepakat bahwa Imamah (Khilafah, Kepemimpin Negara) itu wajib adanya, dan bahwa ummat Islam wajib mempunyai seorang imam (khalifah, pemimipin) yang akan meninggikan syiar-syiar agama serta menolong orang-orang yang tertindas dari yang menindasnya…”
Kalau tidak maka akan terjadi lagi penjajahan
seperti yang telah terjadi pada mulai abad ke-16 di Nusantara dimana konsep dan
motif penjajah itu adalah trilogi barat untuk menjajah 3-g sebagai berikut:
Historians
use a standard shorthand, “Gold,
God (Gospel), and Glory,” to describe
the motives generating the overseas exploration, expansion, and conquests that
allowed various European countries to rise to world power between 1400 and
1750.
“Gold” refers to the search
for material gain through acquiring and selling Asian spices, African slaves,
American metals, and other resources. As merchants gained influence in
late-medieval western Europe, they convinced their governments to establish a
direct connection to the lucrative Asian trade, leading to the first European
voyages of discovery in the 1400s.
“God” (Gospel) refers
to the militant crusading and missionary traditions of Christianity,
characterized in part by rivalry with Islam and hatred of non-Christian
religions.
“Glory” alludes to the
competition between monarchies. Some kings sought to establish their claims to
newly contacted territories so as to strengthen their position in European
politics and increase their power at the expense of the landowning nobility.
They also embraced the ideology of mercantilism, which held that governments
and large private companies should cooperate to increase the state’s wealth by increasing
the reserves of precious metals. Motivated by these three aims, several western
European peoples gained control or influence over widening segments of the
globe during the Early Modern Era. By 1914 Europeans dominated much of the
world politically and economically.
Terjemahannya:
Para sejarawan menggunakan singkatan standar Gold,
God (Gospel), Glory, "Emas
(mendapatkan
harta dari tanah jajahan), Tuhan (menyebarkan
ajaran Injil/Kristen, dan Kejayaan
(Kemuliaan)," untuk menggambarkan
motif yang menghasilkan eksplorasi, ekspansi, dan penaklukan luar negeri yang
memungkinkan berbagai negara Eropa untuk naik menjadi kekuatan dunia antara tahun 1400 sampai tahun 1750.
"Emas" mengacu pada pencarian untuk keuntungan
materi melalui akuisisi dan penjualan rempah-rempah Asia, budak Afrika, logam
Amerika, dan sumber daya lainnya. Karena para pedagang mendapat pengaruh di
Eropa barat akhir abad pertengahan, mereka meyakinkan pemerintah mereka untuk
membangun hubungan langsung ke perdagangan Asia yang menguntungkan, yang
mengarah ke pelayaran Eropa pertama penemuan pada tahun 1400-an.
"Tuhan" mengacu pada tradisi Perang Salib dan
misionaris yang militan dari Kekristenan, yang dicirikan sebagian oleh
persaingan dengan Islam dan kebencian terhadap agama-agama non-Kristen.
“Kejayaan”
atau "Kemuliaan" menyinggung
persaingan antara monarki. Beberapa raja berusaha untuk menetapkan klaim mereka
ke wilayah-wilayah yang baru dihubungi untuk memperkuat posisi mereka dalam
politik Eropa dan meningkatkan kekuasaan mereka dengan mengorbankan kaum
bangsawan pemilik tanah. Mereka juga memeluk ideologi merkantilisme, yang
menyatakan bahwa pemerintah dan perusahaan swasta besar harus bekerja sama
untuk meningkatkan kekayaan negara dengan meningkatkan cadangan logam mulia.
Termotivasi oleh
ketiga tujuan seperti tang disebutkan diatas itu, beberapa orang Eropa Barat menguasai atau mempengaruhi
segmen-segmen pelebaran dunia selama Awal Era Modern. Pada 1914, Eropa mendominasi sebagian besar
dunia secara politik dan ekonomi. [7]
KESIMPULAN
H
|
ubungan agama dan negara dalam pandangan Islam bersumber
pada Aqidah Islamiyah (ajaran Islam). Karena itulah hubungan agama dan negara
sangatlah eratnya dalam perjalanan sejarah kesultanan-kusultanan Islam di Nusantara sebelum penjajahan datang
menguasai Nusantara, kedatangannya telah mengeksploitasi sumber daya alam dan
sumber daya manusia dengan berusaha menerapkan ajaran atau paham “trilogy
imperialisme” barat yaitu Gospel (God), Gold and Glory (Tuhan, Emas, Kejayaan).
[8]
Hubungan ini secara nyata dapat diwujudkan dengan berdiri negara yang mengakomodir ajaran Islam yang dalam sejarah berdirinya negara Republik Indonesia telah selesai dalam konsep bernegara yaitu berdasarkan Pancasila yang salah satu dasarnya adalah Ketuhahan Yang Maha Esa yang bersumber dari Piagam Jakarta. Sedangkan sila-sila yang lainnya (Humanity; the Unity of Indonesia; democracy; and Social Justice for all of the people) itupun merupakan ajaran Islam, yang pendirian dan penegakannya merupakan kewajiban seluruh warganegara. Tidak layak agama (Islam) dalam bernegara dipisahkan, karena telah digunakan dengan baik sejak sebelum kedatangan penjajah sampai kemerdekaan Indonesia dengan dasar negaranya adalah Pancasila. [9]
Nusantara dimerdekakan merupakan hasil
perjuangan keras dari darah syuhada umat Islam sebagaimana tercatat dalam
sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Tanpa mengakomodasikan ajaran Islam
dan menerapkannya secara sempurna dan menyeluruh bertentangan dengan sejarah
nusantara (Indonesia) dan sejarah kemerdekaan Indonesia.
PENUTUP
D
|
emikianlah gambaran Konsep
(ber)Negara Dalam Islam dimana Islam (agama) dan Negara yang keyakinan imannya
berusaha untuk mencapai keamanan, kedamaian, kebahagian dan kesejahteraan hidup umat manusia (Islam
sebagai Rahmat Bagi Alam Semesta termasuk manusia di dalamnya).
Dalam
merealisasikan tujuan tersebut, Al-Qur’an meletakkan kaidah dan prinsip-prinsip
umum yang berkaitan dengan negara dan pemerintahan seperti penegakkan keadilan,
penerapan musyawarah, memperhatikan kesamaan, jaminan hak dan kebebasan
berpendapat, kebebasan beragama dan penetapan solidaritas sosial secara
komprehensif serta hubungan pemimpin dan rakyatnya seperti hak dan kewajiban
timbal balik antara pemimpin dengan rakyatnya.
Bahkan Islam adalah agama dan sekaligus sistem negara yang
membangun peradaban, sebagaimana seorang orientalis,
H.A.R. Gibb mengungkapkan, “Islam
is much more than a religious system. It is a complete civilization.”
Islam itu adalah suatu sistim yang lebih dari sekedar peribadatan, Islam adalah
juga membangun peradaban (berkebudayaan tinggi) - artinya ajaran yang paling
lengkap dan sempurna serta membawa kemajuan.
Selama penjajahan Barat atas dunia
Islam, kaum muslimin tidak sempat berpikir tentang ajaran Islam (agama) mereka
secara jelas, komprehensif, dan tuntas mengenai berbagai masalah disamping
sebagai sistim peribadatan juga membangunan peradaban melalui negara. Peran
semacam itu dapat dilihat dalam catatan sejarah keemasan Islam dimana dalam
sistim bernegara pada pemerintahan Islam berkembang peribadatan bersamaan
dengan berkembangnya ilmu pengetahuan (sains dan teknolgi).
Pencapaian prestasi yang gemilang
seperti itu yang dilakukan pada zaman Daulat Abbasiyah sangat jelas terlihat
pada lahirnya para ilmuwan muslim yang mashur dan berkaliber internasional
seperti: Al-Biruni dalam fisika, kedokteran; Jabir bin Hayyan (Geber) pada ilmu
kimia; Al-Khawarizmi (Algorism) pada ilmu matematika, aljabar, algoritma;
Al-Kindi dalam filsafat; Al-Farazi, Al-Fargani, Al-Bitruji (Alpetragius) dalam
astronomi; Abu Ali Al-Hasan bin Haythami pada bidang teknik dan optik; Ibnu
Sina (Avicenna) yang dikenal dengan Bapak Ilmu Kedokteran Modern; Ibnu Rusyd
(Averroes) pada bidang filsafat; Ibnu Khaldun dalam sejarah, sosiologi dan
ekonomi. Mereka telah meletakkan dasar dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan.
Menurut Philip K. Hitti, jarak
peradaban antara kaum muslimin di bawah kepemimpinan Harun Al-Rasyid jauh
melampaui peradaban yang ada pada orang-orang Kristen pimpinan Charlemagne.
Carli Fiorina, seorang yang visioner
dan berbakat tinggi, CEO dari Hewlett Packard, perusahaan perancang dan
produsen komputer memaparkan bahwa: “Para arsitek yang merancang
bangunan-bangunan yang mampu melawan gravitasi adalah mereka para matematikawan
yang menciptakan aljabar dan algoritma yang dengan itu komputer dan enkripsi
data dapat tercipta. Mereka para dokter yang memeriksa tubuh manusia, dan
menemukan obat baru untuk menyembuhkan penyakit. Mereka para astronom yang
melihat ke langit, memberi nama bintang-bintang, dan membuka jalan bagi
perjalanan dan eksplorasi antariksa” - mereka itu
adalah para ilmuan dan penemu Muslim pada zaman kejayaan Islam di abad tengah.
Terakhir, negara menurut
Dr. Wahid Ra’fat adalah sekumpulan besar masyarakat yang tinggal pada suatu wilayah
tertentu di belahan bumi ini yang tunduk pada suatu pemerintahan yang teratur
dan bertanggung jawab memelihara eksistensi masyarakatnya, mengurus segala
kepentingannya, dan kemaslahatan umum.
Islam adalah sistem kehidupan manusia
yang bertujuan selamat dan bahagia hidup di dunia serta selamat dan bahagia
hidup di akhirat. Islam sebagai rahmat bagi alam semesta. Menjalankan kehidupan
seperti inilah yang diperintahkan dan diridhoi oleh Allah Ta’ala, Tuhan Semesta
Alam. [10] Billahit Taufiq wal-Hidayah.
□ AFM
MENGENANG "ONE CULTURE THREE
RELIGIONS". Islam di Eropah pada abad 7 s/d abad 15, semasa pemerintahan
Al-Andalus (Spanyol Islam). Mari saksikan peninggalan sejarahnya melalui video
youtube ini. --Klik---> Cordoba Dibawah Pemerintahan Islam
Catatan
Kaki:
[1]
Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Islam dan Sekuler (terj) Karsidjo Djojosuwarno
(Bandung:Pustaka, 1978). Hlm 18-19.
[2]WAMY,
Gerakan keagamaan dan Pemikiran, Akar Ideologis dan penyebaran-nya (Jakarta:
Al-I’tishom 2002). Hlm 281.
[3]
Abad Renaisans, Bahasa Inggris: Renaissance;
artinya “Rebirth” atau dalam bahasa
Indonesia “Kelahiran kembali”, adalah sebuah gerakan budaya yang berkembang
pada periode kira-kira dari abad ke-14 sampai abad ke-17, dimulai di Italia
pada Abad Pertengahan dan kemudian menyebar ke seluruh Eropah.
[4]
Karena bukti yang dapat mendukung teori ini tidak cukup memadai, maka Gereja
tidak dapat mendukung teorinya. Maka pada tahun 1616, pihak Gereja Katolik
mengeluarkan dekrit bahwa teori heliosentris tersebut adalah teori yang salah
dan bertentangan dengan Kitab Suci. Perlu kita ketahui bahwa bukan hanya Gereja
Katolik yang menolak teori Copernicus yang dipegang oleh Galileo, tetapi gereja
Protestan juga menolaknya. Bahkan Martin Luther termasuk barisan pertama yang
menentang teori heliosentris, bersama-sama dengan muridnya Melancthon dan para
teolog Protestan lainnya. Mereka mengecam karya Copernicus.
[http://www.katolisitas.org/1684/apakah-galileo-galilei-dibunuh-gereja-katolik]
[5]
Poetoesan Congres Pemoeda-Pemoeda Indonesia 27-28 Oktober 1928]
[6]
Aqidah atau akidah (Bahasa Arab:
اَلْعَقِيْدَةُ;
transliterasi: al-'Aqīdah)
dalam istilah Islam yang berarti iman. Semua sistem kepercayaan atau keyakinan
bisa dianggap sebagai salah satu akidah. Fondasi akidah Islam didasarkan pada Hadits
Jibril, yang memuat definisi Islam, rukun Islam, rukun Iman, Ihsan dan
peristiwa hari akhir (qiyamat).
Dalam etimologi bahasa
Arab, akidah berasal dari kata al-'aqdu (الْعَقْدُ) yang
berarti ikatan, at-tautsīqu (التَّوْثِيْقُ) yang
berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkāmu (اْلإِحْكَامُ) yang
artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah (الرَّبْطُ بِقُوَّةٍ) yang
berarti mengikat dengan kuat.
Sedangkan
menurut istilah (terminologi), akidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang
tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya.
Jadi,
Akidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah
dengan segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid dan taat kepadaNya, beriman
kepada para malaikatNya, Rasul-rasulNya, kitab-kitabNya, hari Akhir, takdir
baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang telah shahih tentang
prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin),
perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma’ (konsensus)
dari salafush shalih, serta seluruh
berita-berita qath'i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang
telah ditetapkan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma' salaf
as-shalih.
[7]https://www.encyclopedia.com/social-sciences/applied-and-social-sciences-magazines/gold-god-and-glory
[8]
Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat, Dari Hegemoni Kristen Ke Dominasi Sekuler
Liberal, Jakarta Gema Insani Press, 2005.
[9]
Pancasila. The
official philosophical foundation of the Indonesian state, comprising five
principles: belief in the divinity of God; just and civilized humanity; the
unity of Indonesia; democracy guided by the inner wisdom in the unanimity
arising out of deliberations amongst representatives; and social justice for
all of the people.
Pancasila sebagai landasan
filosofis resmi negara Indonesia, yang terdiri dari lima prinsip: Ketuhanan
Yang Maha Esa; Kemanusiaan yang Adil dan Beradab;
Persatuan Indonesia; Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/Perwakilan; Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
[10]https://kuncikeyakinan-faisal.blogspot.com/2018/01/islam-dan-negara-3.html □□
Sumber
Kepustakaan:
http://said-iqbal.blogspot.com/2011/03/konsep-agama-negara-dan-hukum-menurut.html
https://afaisalmarzuki.blogspot.com/2016/01/sejarah-sekularisme.html
Ahmad
Mansur Suryanegara, Api Sejarah, Edisi Revisi Bandung, Surya Dinasti, 2016.
https://www.facebook.com/notes/muhammad-agung-rahmady/hubungan-agama-dan-negara-perspektif-islam/544163648989973/
https://www.encyclopedia.com/social-sciences/applied-and-social-sciences-magazines/gold-god-and-glory
Adian
Husaini, Wajah Peradaban Barat, Dari Hegemoni Kristen Ke Dominasi Sekuler
Liberal, Jakarta Gema Insani Press, 2005.
https://kuncikeyakinan-faisal.blogspot.com/2018/01/islam-dan-negara-3.html
https://afaisalmarzuki.blogspot.com/2015/08/islam-di-spanyol-dan-peninggalannya.html
http://www.katolisitas.org/1684/apakah-galileo-galilei-dibunuh-gereja-katolik
https://www.youtube.com/embed/7YvNMDy_h3g □□□