Tuesday, April 5, 2016

Permasalahan Danau Maninjau






 
“Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu nikmat yang telah diberikan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui. [QS al-Anfal 8:53].


“Kebajikan (kebaikan) apa pun yang kamu peroleh, adalah dari sisi Allah, dan keburukan apa pun yang menimpamu, itu dari (kesalahan perbuatan) dirimu sendiri”, QS an-Nisā’ 4:79.


D
anau Maninjau merupakan salah satu berkah luar biasa dari Allah swt untuk rakyat Sumatera Barat, khususnya yang bermukim di selingkup danau. Keindahan pemandangan danau dapat dinikmati dari lokasi pengamatan seperti dari Embun Pagi dan Puncak Lawang. Air danau dan segala biota yang dikandungnya baru sebagian kecil yang terungkap dalam pengetahuan kita melalui penelitian, sementara  masih banyak species yang dikhawatirkan sudah punah sebelum diketahui keberadaan dan fungsinya dalam ekosistem danau. Demikian juga dengan legenda adanya bunyi suara music yang terdengar dari tengah danau setiap kali air danau melepaskan belerang, konon ada kaitannya dengan pesta “urang bunian” Kita menikmati dan mengetahui secerbis kekayaan Danau Maninjau dalam pengalaman hidup yang rentang waktunya sangat singkat,  tanpa memahami sepenuhnya untuk apa Allah menitipkan Danau Maninjau dalam kehidupan kita.  Kita bahkan tak pernah merasa kehilangan, walau  begitu banyak bagian lain yang sirna tanpa kita pernah menyadari tahu manfaatnya baik bagi kita maupun ekosistem danau itu sendiri. Kita banyak kehilangan masa depan danau karena merasa bahwa keberadaan danau hanyalah untuk dimanfaatkan semaksimal mungkin saat ini.

Pemanfaatan danau yang hanya kita lihat dari sisi ekonomi dan kepentingan pembangunan saat ini sudah mulai dirasakan dampak negatifnya. Masyarakat tepi danau mulai merasakan terjadinya penurunan kualitas lingkungan perairan dan daratan serta nilai estetika dari danau. Bila kita dapat mensyukuri nikmat dan mengelolanya dengan baik, maka Allah akan menambah nikmat tersebut. Bila kita menyia-nyiakan, kita akan memperoleh azab yang kita tidak tahu bila dan apa bentuknya, serta sejauh mana akan mempengaruhi hidup kita dimasa depan. Sesuai dengan potensinya, pemerintah telah menetapkan bahwa pembangunan Danau Maninjau menganut tiga pilar kesetimbangan antara ekonomi, sosial dan lingkungan hidup. Danau Maninjau dan daerah tangkapan airnya  ditetapkan sebagai: 1). Kawasan resapan bagi DAS Antokan dan sekitarnya, 2). Objek wisata alam dan buatan, 3). Sumber energi terbarukan bagi Provinsi Sumatera Barat dan Riau, 4). Sumber air bagi penduduk setempat dan masyarakat di hilirnya, dan 5). Budi daya atau perikanan tangkap air tawar.

Tantangan utama dalam membangun Danau Maninjau sesuai dengan peruntukkannya adalah karena rona awalnya sudah mengalami tekanan dan bahkan perubahan akibat berbagai kegiatan dari sektor pembangkit energi, perikanan, jasa pariwisata, pertanian, kehutanan dan  pemukiman. Tekanan yang dialami Danau Maninjau berdampak terhadap perubahan kualitas dan kuantitas air danau, serta berbagai komponen lingkungannya. Tekanan yang berdampak terhadap penurunan kualitas lingkungan serta mengancam kelestarian danau antara lain dilihat dari:

1.     Penurunan Tinggi Muka Air Danau

Tinggi muka air danau sebelum PLTA Maninjau beroperasi diatas 463,6 mdpl. PLTA Maninjau dirancang untuk beroperasi normal pada tinggi muka air danau 463,15 mdpl. Empat tahun berturut turut sebelum PLTA Maninjau beroperasi, tinggi muka air Danau Maninjau berfluktuasi pada 464,7 mdpl dan 463,7. Setelah PLTA Maninjau beroperasi, tinggi muka air Danau Maninjau terus menurun dan bahkan tahun 1992, 1993 dan 1998 sampai tidak bisa beroperasi karena tidak ada lagi air overflow dari badan air danau.Karena rendahnya muka air danau, dipastikan PLTA Maninjau tidak bisa beroperasi maksimal. Penurunan kualitas dan fungsi air danau sangat dirasakan karena terdapat perbedaan tinggi muka air danau pada musim penghujan dengan musim kemarau. Kondisi ini akan mempengaruhi terhadap beberapa spesies biota air yang diduga sebagian telah punah karena tidak mampu bertahan hidup dengan fluktuasi muka air yang relative sangat tajam.

2.    Tekanan Aktivitas Penduduk

Selingkup Danau Maninjau berada dalam wilayah Kecamatan Tanjung Raya. Berdasarkan data dari Penduduk Kecamatan Tanjung Raya dalam angka tahun 2005, penduduknya berjumlah 30.532 jiwa. Kecamatan Tanjung Raya dengan luas 244,03 Km2  terdiri atas 9 (sembilan) Nagari dengan 53 jorong yang didominasi oleh permukaan danau,  persawahan dan perbukitan. Masyarakat Kecamatan Tanjung Raya menggantungkan sumber kehidupannya pada bidang perdagangan, pegawai dan sebagian besar pada bidang pertanian meliputi usaha keramba, bercocok tanam dan berkebun.  Berdasarkan data dari BPS Kabupaten Agam Hasil Sensus Penduduk Tahun 2010,  warga Kecamatan Tanjung Raya berjumlah 28.311 jiwa yang terdiri atas 2.939 KK dan sebanyak  2.126 KK diantaranya masih dikategorikan miskin. Walaupun memiliki danau yang sangat potensial sebagai objek wisata, namun potensi ini belum bisa dibangkitkan untuk membuka kesempatan berusaha dan lapangan kerja sebagai sumber pendapatan.
 
Besarnya jumlah penduduk yang tergolong miskin akan memberikan tekanan terhadap kualitas dan kelestarian danau maupun daerah daratan yang dimanfaatkan untuk usaha pertanian. Kemiskinan juga dapat menyebabkan terjadinya perpindahan penduduk. Kerusakan lahan pada daerah tangkapan air menyebabkan terjadinya kerusakan pada DAS yang berpengaruh terhadap aliran air sungai yang bermuara ke danau.  Aliran air sungai yang dahulunya dimanfaatkan untuk sumber air bersih kering pada musim kemarau dan meluap di musim hujan. Kerusakan lahan dan tata air lainnya dirasakan dengan menghilangnya mata air di selingkar danau, sehingga masyarakat kekurangan sumber air bersih. Makin meningkatnya kebutuhan masyarakat yang bersandar pada potensi sumber daya alam danau, menyebabkan kearifan local menyelamatkan ikan danau  dengan membatasi penangkapan telah hilang. Demikian juga karena rendahnya tingkat pendapatan petani di darat menyebabkan masyarakat tidak mampu menjalankan upaya konservasi lahan. Pada lokasi permukiman, seluruh limbah cair masyarakat telah jadi beban bagi badan air Danau Maninjau, karena belum ada upaya pengolahan limbah tinja maupun rumah tangga dilakukan baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat perseorangan.


3.    Usaha Keramba Jaring Apung

Usaha Keramba Jaring Apung mulai diperkenalkan ke perairan Danau Maninjau pada tahun 1991.  Usaha Keramba Jaring Apung (KJA) dilakukan masyarakat pada 8 nagari (Koto Malintang, Koto Gadang VI Koto, Koto Kaciak, Duo Koto, Bayua, Maninjau, Sungai Batang dan Tanjung Sani. Tahun 2008 - 2009 terdapat 15.051 petak KJA di permukaan danau, dan jumlah ini menurun menjadi 12.860 petak pada tahun  2009 - 2010  dan tahun 2010-2011 sebanyak 9.830 petak.  Penurunan ini dapat diduga karena adanya kejadian gempa bumi yang menghunjam Tanah Agam. Tahun 2010, sembilan (seluruh) nagari di Kecamatan Tanjung Raya menjadi tempat usaha pembibitan ikan yang awalnya tahun 2008 - 2009 hanya menempati areal 71,5 Ha, dan tahun 2009 - 2010 meningkat menjadi 91,5 Ha. Selain budidaya ikan keramba, sebanyak 363 KK dari masyarakat melakukan usaha perikanan tangkap (2009 - 2010). Selain budi daya ikan di permukaan danau, masyarakat juga melakukan budi daya ikan di  kolam air deras sebanyak 129 petak.

Rendahnya pengetahuan tentang kegiatan akrab lingkungan untuk usaha  pada daerah danau  sebagaimana rendahnya juga pengetahuan untuk lahan usaha di darat, menyebabkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan danau maupun daratan secara bersamaan. Erosi yang terjadi di darat menyebabkan pendangkalan di danau. Penurunan kualitas air danau akan menurunkan daya dukungnya baik untuk ketersediaan air bersih, pariwisata maupun untuk budidaya perikanan. Keluhan masyarakat yang juga didukung oleh hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan tingkat kejernihan air serta munculnya bau tak sedap dari air danau. Masyarakat juga menemukan endapan lumpur dan peralatan pendukung usaha keramba di dasar danau seperti limbah potongan bambu, karung, sekam (sisa pakan), jala dan juga drum bekas. Penurunan kualitas air danau yang paling dirasakan secara langsung adalah karena terjadinya penurunan jumlah kujungan dari wisatawan baik lokal maupun asing.

I.     RESPON DAN UPAYA PENGELOLAAN

Menyadari bahwa tingginya tingkat penyusutan muka air danau disebabkan oleh pemanfaatan airnya untuk memutar turbin ditambah dengan faktor lainnya seperti curah hujan, air larian dan juga mata air, PLTA Maninjau perlu melakukan evaluasi terhadap kondisi ketersediaan air dan jumlah dan rentang waktu operasi turbin. Upaya mengurangi jam operasi serta jumlah turbin yang dipakai perlu lebih dimaksimalkan, sehingga pemakaian air tidak mengurangi fungsi dan kualitas air danau.  Sebagai konsekwensinya,  Sumatera Barat akan kekurangan sumber listrik yang berbiaya murah dan rendah polusi. Upaya pengaturan pemanfaatan air juga disertai dengan pemulihan luas tutupan hutan serta pencegahan masuknya sedimen ke badan air sungai yang bermuara ke Danau Maninjau. Upaya lain adalah dengan mengolah lahan  dalam kawasan DTA dengan pola pertanian dan perkebunan akrab lingkungan.

Tingginya tingkat sedimentasi di dasar danau dengan berbagai material baik hasil erosi, limbah padat, sisa pembangunan dan operasi Keramba Jaring Apung. Pemerintah bersama pengusaha keramba serta masyarakat perlu melakukan pencegahan antara lain dengan penerapan usaha Keramba Jaring Apung yang lebih ramah lingkungan, pengelolaan lahan darat dalam daerah tangkapan air dan pengerukan sedimen yang dirasa sudah menghambat aktivitas pemanfaatan danau. Dari berbagai masalah terkait kegiatan usaha Keramba Jaring Apung perlu upaya memininimalkan dampaknye terhadap lingkungan antara lain dengan cara:
1.     Pembatasan jumlah unit dan sebaran Keramba Jaring Apung di permukaan air danau sehingga keberadaannya tidak menurunkan kualitas lingkungan baik dari sisi aspek fisik-kimia dan biologi perairan serta estetika. Dari hasil perhitungan, dengan  system pengelolaan maksimum daya dukung Danau Maninjau hanya untuk 2.500 s.d. 3.500 petak keramba, sedangkan saat ini jumlahnya sudah mencapai 10.000 unit.

2.        Penarikan retribusi jasa lingkungan kepada pengusaha keramba yang proposional dengan dampak yang ditimbulkannya dengan pertimbangan atas lokasi,  jumlah unit serta kualitas air disekitar lokasi kegiatannya.

3.      Pembentukan tim independen yang bertindak sebagai pembimbing dan penyuluh kegiatan usaha keramba jaring apung, sekaligus menyerap aspirasi masyarakat terkait kasus kerusakan lingkungan yang patut diduga berasal dari kegiatan pengelolaan Keramba Jaring Apung. Tim independen juga bertindak sebagai inovator bagi upaya peningkatan nilai ekonomis dan ekologis kegiatan usaha Keramba Jaring Apung.

4.     Menurunnya tingkat kunjungan wisatawan karena semakin kotor dan baunya air Danau Maninjau perlu dicermati secara serius. Perlu kajian manfaat dan resiko keberadaan Keramba Jaring Apung dari aspek lingkungan fisik-kimia-biologi, ekonomi, social,  serta aestetika untuk jangka pendek dan menengah terkait fungsi dan pertimbangan  manfaat keberadaan danau untuk kesejahteraan masyarakat selingkup danau.  Usaha Keramba Jaring Apung yang sudah beroperasi sejak 1991 ternyata terbukti tidak mampu mengangkat tingkat perkenomian dan pendapatan penduduk Kecamatan Tanjung Raya yang dilihat dari masih tingginya tingkat kemiskinan masyarakat. Indikator lain adalah tingginya tingkat perpindahan penduduk yang  ditunjukkan terjadinya penurunan jumlah penduduk tahun  2010 dibanding tahun 2005. Ketidak berhasilan dari segi ekonomi juga ditandai dengan makin menurunnya kualitas lingkungan.

5.       Sampai saat ini belum ada pengelolaan limbah rumah tangga dan perhotelan yang dikelola dengan baik seperti menggunakan septik tank akrab lingkungan pada kawasan permukiman dan jasa pariwisata di selingkup danau. Selain menimbulkan pencemaran, bangunan permukiman dan hotel yang menempati sepandan danau juga harus ditertibkan.

       Demikianlah gambaran keadaan yang sebenarnya Permasalahan Danau Maninjau. Kiranya hal ini menjadi keprihatinan kita bersama baik setiap penduduk  yang menghuninya, pemerintah setempat (Gubernur, Bupati, Camat, Wali Jorong dan Wali Nagari), minang diaspora dalam negeri dan luar negeri. Untuk itu perlu di tangani secara seksama. Kalau tidak, “kerusakan lingkungan ekosistim datang” akibat ulah manusia juga, dalam bentuk tidak layak lagi ditinggali dalam jangka panjangnya bagi cucu-cicit keturunan selanjutnya.  Dengan itu menjadikan penduduk Kecamatan Tanjung Sani sengsara dikemudian harinya, dan generasi sekarang menjadi penanggung-jawabnya. Sebagaimana yang diingatkan dalam firman-Nya sbb: “Yang demikian itu (kesengsaraan terjadi) karena sesungguhnya Allah tidak akan mengubah (menjadi) suatu nikmat yang telah diberikan-Nya (karunia alam yang indah) kepada suatu kaum, hingga kaum itu mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri (akal, perasaan, hati, paham, sikap, kebiasaan dan usaha). Sungguh, Allah Maha Mendengar (setiap kejadian), Maha Mengetahui (apa yang setiap kamu kerjakan). [QS al-Anfal 8:53].

Terakhir mari kita pahami firman Allah ‘Azza wa Jalla berikut ini: “Kebajikan (kebaikan) apa pun yang kamu peroleh, adalah dari sisi Allah, dan keburukan apa pun yang menimpamu, itu dari (kesalahan perbuatan) dirimu sendiri”, QS an-Nisā’ 4:79. Semoga kita dijauhi hendaknya dari malapetaka kerusakan ekosistim lingkungan hidup kita. Tentunya kita harus berbuat sesuatu untuk menyelamatkan Danau Maninjau ini. Billahi taufiq wal hidayah. □ AFM


Video, klik --> : DanauManinjau

Sumber:

https://www.academia.edu/7726239/DANAU_MANINJAU_KONDISI_KEKINIAN_PERMASALAHAN_DAN_PENGELOLAANNYA

Terjemahan ayat-ayat berpedoman kepada Terjemahan Tafsir Per Kata AlFatih, Pustaka AlFatih. □□□

Blog Archive