“Yang
demikian itu karena sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu nikmat yang
telah diberikan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu mengubah apa yang ada
pada diri mereka sendiri. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui. [QS
al-Anfal 8:53].
“Kebajikan
(kebaikan) apa pun yang kamu peroleh, adalah dari sisi Allah, dan keburukan apa
pun yang menimpamu, itu dari (kesalahan perbuatan) dirimu sendiri”, QS an-Nisā’ 4:79.
D
|
anau
Maninjau merupakan salah satu berkah luar biasa dari Allah swt untuk rakyat Sumatera Barat, khususnya yang bermukim di
selingkup danau. Keindahan pemandangan danau dapat dinikmati dari lokasi
pengamatan seperti dari Embun Pagi dan Puncak Lawang. Air danau dan segala
biota yang dikandungnya baru sebagian kecil yang terungkap dalam pengetahuan
kita melalui penelitian, sementara masih
banyak species yang dikhawatirkan sudah punah sebelum diketahui keberadaan dan
fungsinya dalam ekosistem danau. Demikian juga dengan legenda adanya bunyi
suara music yang terdengar dari tengah danau setiap kali air danau melepaskan
belerang, konon ada kaitannya dengan pesta “urang bunian” Kita menikmati dan
mengetahui secerbis kekayaan Danau Maninjau dalam pengalaman hidup yang rentang
waktunya sangat singkat, tanpa memahami
sepenuhnya untuk apa Allah menitipkan Danau Maninjau dalam kehidupan kita. Kita bahkan tak pernah merasa kehilangan,
walau begitu banyak bagian lain yang
sirna tanpa kita pernah menyadari tahu manfaatnya baik bagi kita maupun
ekosistem danau itu sendiri. Kita banyak kehilangan masa depan danau karena
merasa bahwa keberadaan danau hanyalah untuk dimanfaatkan semaksimal mungkin
saat ini.
Pemanfaatan
danau yang hanya kita lihat dari sisi ekonomi dan kepentingan pembangunan saat
ini sudah mulai dirasakan dampak negatifnya. Masyarakat tepi danau mulai
merasakan terjadinya penurunan kualitas lingkungan perairan dan daratan serta nilai
estetika dari danau. Bila kita dapat mensyukuri nikmat dan mengelolanya dengan
baik, maka Allah akan menambah nikmat tersebut. Bila kita menyia-nyiakan, kita
akan memperoleh azab yang kita tidak tahu bila dan apa bentuknya, serta sejauh
mana akan mempengaruhi hidup kita dimasa depan. Sesuai dengan potensinya,
pemerintah telah menetapkan bahwa pembangunan Danau Maninjau menganut tiga
pilar kesetimbangan antara ekonomi, sosial dan lingkungan hidup. Danau Maninjau
dan daerah tangkapan airnya ditetapkan
sebagai: 1). Kawasan resapan bagi DAS Antokan dan sekitarnya, 2). Objek wisata alam dan buatan, 3). Sumber energi terbarukan bagi Provinsi Sumatera Barat dan
Riau, 4). Sumber air bagi penduduk setempat dan masyarakat di hilirnya, dan 5). Budi daya atau perikanan tangkap air tawar.
Tantangan utama dalam membangun Danau
Maninjau sesuai dengan peruntukkannya adalah karena rona awalnya sudah
mengalami tekanan dan bahkan perubahan akibat berbagai kegiatan dari sektor
pembangkit energi, perikanan, jasa pariwisata, pertanian, kehutanan dan pemukiman. Tekanan yang dialami Danau Maninjau
berdampak terhadap perubahan kualitas dan kuantitas air danau, serta berbagai
komponen lingkungannya. Tekanan yang berdampak terhadap penurunan kualitas
lingkungan serta mengancam kelestarian danau antara lain dilihat dari:
1.
Penurunan
Tinggi Muka Air Danau
Tinggi muka air danau sebelum PLTA Maninjau beroperasi
diatas 463,6 mdpl. PLTA Maninjau dirancang untuk beroperasi normal pada tinggi
muka air danau 463,15 mdpl. Empat tahun berturut turut sebelum PLTA Maninjau
beroperasi, tinggi muka air Danau Maninjau berfluktuasi pada 464,7 mdpl dan
463,7. Setelah PLTA Maninjau beroperasi, tinggi muka air Danau Maninjau terus
menurun dan bahkan tahun 1992, 1993 dan 1998 sampai tidak bisa beroperasi
karena tidak ada lagi air overflow dari badan air danau.Karena rendahnya muka
air danau, dipastikan PLTA Maninjau tidak bisa beroperasi maksimal. Penurunan
kualitas dan fungsi air danau sangat dirasakan karena terdapat perbedaan tinggi
muka air danau pada musim penghujan dengan musim kemarau. Kondisi ini akan
mempengaruhi terhadap beberapa spesies biota air yang diduga sebagian telah
punah karena tidak mampu bertahan hidup dengan fluktuasi muka air yang relative
sangat tajam.
2.
Tekanan
Aktivitas Penduduk
Selingkup Danau Maninjau berada dalam wilayah Kecamatan
Tanjung Raya. Berdasarkan data dari Penduduk Kecamatan Tanjung Raya dalam angka
tahun 2005, penduduknya berjumlah 30.532 jiwa. Kecamatan Tanjung Raya dengan
luas 244,03 Km2 terdiri atas 9
(sembilan) Nagari dengan 53 jorong yang didominasi oleh permukaan danau,
persawahan dan perbukitan. Masyarakat Kecamatan Tanjung Raya menggantungkan
sumber kehidupannya pada bidang perdagangan, pegawai dan sebagian besar pada
bidang pertanian meliputi usaha keramba, bercocok tanam dan berkebun. Berdasarkan data dari BPS Kabupaten Agam Hasil Sensus Penduduk Tahun 2010, warga Kecamatan Tanjung Raya berjumlah 28.311
jiwa yang terdiri atas 2.939 KK dan sebanyak
2.126 KK diantaranya masih dikategorikan miskin. Walaupun memiliki danau
yang sangat potensial sebagai objek wisata, namun potensi ini belum bisa
dibangkitkan untuk membuka kesempatan berusaha dan lapangan kerja sebagai
sumber pendapatan.
Besarnya jumlah penduduk yang tergolong miskin
akan memberikan tekanan terhadap kualitas dan kelestarian danau maupun daerah
daratan yang dimanfaatkan untuk usaha pertanian. Kemiskinan juga dapat
menyebabkan terjadinya perpindahan penduduk. Kerusakan lahan pada daerah
tangkapan air menyebabkan terjadinya kerusakan pada DAS yang berpengaruh
terhadap aliran air sungai yang bermuara ke danau. Aliran air sungai yang dahulunya dimanfaatkan
untuk sumber air bersih kering pada musim kemarau dan meluap di musim hujan.
Kerusakan lahan dan tata air lainnya dirasakan dengan menghilangnya mata air di
selingkar danau, sehingga masyarakat kekurangan sumber air bersih. Makin
meningkatnya kebutuhan masyarakat yang bersandar pada potensi sumber daya alam
danau, menyebabkan kearifan local menyelamatkan ikan danau dengan membatasi penangkapan telah hilang.
Demikian juga karena rendahnya tingkat pendapatan petani di darat menyebabkan
masyarakat tidak mampu menjalankan upaya konservasi lahan. Pada lokasi
permukiman, seluruh limbah cair masyarakat telah jadi beban bagi badan air
Danau Maninjau, karena belum ada upaya pengolahan limbah tinja maupun rumah
tangga dilakukan baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat perseorangan.
3.
Usaha
Keramba Jaring Apung
Usaha
Keramba
Jaring Apung mulai diperkenalkan ke perairan Danau Maninjau pada tahun
1991. Usaha Keramba Jaring Apung (KJA)
dilakukan masyarakat pada 8 nagari (Koto Malintang, Koto Gadang VI Koto, Koto
Kaciak, Duo Koto, Bayua, Maninjau, Sungai Batang dan Tanjung Sani. Tahun 2008 -
2009 terdapat 15.051 petak KJA di permukaan danau, dan jumlah ini menurun
menjadi 12.860 petak pada tahun 2009 -
2010 dan tahun 2010-2011 sebanyak 9.830 petak. Penurunan ini dapat diduga karena adanya
kejadian gempa bumi yang menghunjam Tanah Agam. Tahun 2010, sembilan (seluruh)
nagari di Kecamatan Tanjung Raya menjadi tempat usaha pembibitan ikan yang
awalnya tahun 2008 - 2009 hanya menempati areal 71,5 Ha, dan tahun 2009 - 2010 meningkat
menjadi 91,5 Ha. Selain budidaya ikan keramba, sebanyak 363 KK dari masyarakat
melakukan usaha perikanan tangkap (2009 - 2010). Selain budi daya ikan di
permukaan danau, masyarakat juga melakukan budi daya ikan di kolam air deras sebanyak 129 petak.
Rendahnya pengetahuan tentang kegiatan akrab lingkungan untuk usaha pada daerah danau sebagaimana rendahnya juga pengetahuan untuk
lahan usaha di darat, menyebabkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan
danau maupun daratan secara bersamaan. Erosi yang terjadi di darat menyebabkan
pendangkalan di danau. Penurunan kualitas air danau akan menurunkan daya
dukungnya baik untuk ketersediaan air bersih, pariwisata maupun untuk budidaya
perikanan. Keluhan masyarakat yang juga didukung oleh hasil penelitian
menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan
tingkat kejernihan air serta munculnya bau tak sedap dari air danau.
Masyarakat juga menemukan endapan lumpur dan peralatan pendukung usaha keramba
di dasar danau seperti limbah potongan bambu, karung, sekam (sisa pakan), jala
dan juga drum bekas. Penurunan kualitas air danau yang paling dirasakan secara
langsung adalah karena terjadinya penurunan jumlah kujungan dari wisatawan baik
lokal maupun asing.
I.
RESPON
DAN UPAYA PENGELOLAAN
Menyadari
bahwa tingginya tingkat penyusutan muka air danau disebabkan oleh pemanfaatan
airnya untuk memutar turbin ditambah dengan faktor lainnya seperti curah hujan,
air larian dan juga mata air, PLTA Maninjau perlu melakukan evaluasi terhadap
kondisi ketersediaan air dan jumlah dan rentang waktu operasi turbin. Upaya
mengurangi jam operasi serta jumlah turbin yang dipakai perlu lebih
dimaksimalkan, sehingga pemakaian air tidak mengurangi fungsi dan kualitas air
danau. Sebagai konsekwensinya, Sumatera Barat akan kekurangan sumber listrik
yang berbiaya murah dan rendah polusi. Upaya pengaturan pemanfaatan air juga
disertai dengan pemulihan luas tutupan hutan serta pencegahan masuknya sedimen
ke badan air sungai yang bermuara ke Danau Maninjau. Upaya lain adalah dengan
mengolah lahan dalam kawasan DTA dengan
pola pertanian dan perkebunan akrab lingkungan.
Tingginya
tingkat sedimentasi di dasar danau dengan berbagai material baik hasil erosi,
limbah padat, sisa pembangunan dan operasi Keramba Jaring Apung. Pemerintah
bersama pengusaha keramba serta masyarakat perlu melakukan pencegahan antara
lain dengan penerapan usaha Keramba Jaring Apung yang lebih ramah lingkungan,
pengelolaan lahan darat dalam daerah tangkapan air dan pengerukan sedimen yang
dirasa sudah menghambat aktivitas pemanfaatan danau. Dari berbagai masalah
terkait kegiatan usaha Keramba Jaring Apung perlu upaya memininimalkan
dampaknye terhadap lingkungan antara lain dengan cara:
1. Pembatasan jumlah unit dan sebaran Keramba
Jaring Apung di permukaan air danau sehingga keberadaannya tidak menurunkan
kualitas lingkungan baik dari sisi aspek fisik-kimia dan biologi perairan serta
estetika. Dari hasil perhitungan, dengan
system pengelolaan maksimum daya dukung Danau Maninjau hanya untuk 2.500
s.d. 3.500 petak keramba, sedangkan saat ini jumlahnya sudah mencapai 10.000
unit.
2.
Penarikan retribusi jasa lingkungan kepada
pengusaha keramba yang proposional dengan dampak yang ditimbulkannya dengan
pertimbangan atas lokasi, jumlah unit
serta kualitas air disekitar lokasi kegiatannya.
3. Pembentukan tim independen yang bertindak
sebagai pembimbing dan penyuluh kegiatan usaha keramba jaring apung, sekaligus
menyerap aspirasi masyarakat terkait kasus kerusakan lingkungan yang patut
diduga berasal dari kegiatan pengelolaan Keramba Jaring Apung. Tim independen
juga bertindak sebagai inovator bagi upaya peningkatan nilai ekonomis dan
ekologis kegiatan usaha Keramba Jaring Apung.
4. Menurunnya tingkat kunjungan wisatawan karena
semakin kotor dan baunya air Danau Maninjau perlu dicermati secara serius.
Perlu kajian manfaat dan resiko keberadaan Keramba Jaring Apung dari aspek
lingkungan fisik-kimia-biologi, ekonomi, social, serta aestetika untuk jangka pendek dan
menengah terkait fungsi dan pertimbangan
manfaat keberadaan danau untuk kesejahteraan masyarakat selingkup danau. Usaha Keramba Jaring Apung yang sudah
beroperasi sejak 1991 ternyata terbukti tidak mampu mengangkat tingkat
perkenomian dan pendapatan penduduk Kecamatan Tanjung Raya yang dilihat dari
masih tingginya tingkat kemiskinan masyarakat. Indikator lain adalah tingginya
tingkat perpindahan penduduk yang
ditunjukkan terjadinya penurunan jumlah penduduk tahun 2010 dibanding tahun 2005. Ketidak berhasilan
dari segi ekonomi juga ditandai dengan makin menurunnya kualitas lingkungan.
5. Sampai saat ini belum ada pengelolaan limbah
rumah tangga dan perhotelan yang dikelola dengan baik seperti menggunakan
septik tank akrab lingkungan pada kawasan permukiman dan jasa pariwisata di
selingkup danau. Selain menimbulkan pencemaran, bangunan permukiman dan hotel
yang menempati sepandan danau juga harus ditertibkan.
Demikianlah
gambaran keadaan yang sebenarnya Permasalahan Danau Maninjau.
Kiranya hal ini menjadi keprihatinan kita bersama baik setiap penduduk yang menghuninya, pemerintah setempat
(Gubernur, Bupati, Camat, Wali Jorong dan Wali Nagari), minang diaspora dalam
negeri dan luar negeri. Untuk itu perlu di tangani secara seksama. Kalau tidak,
“kerusakan lingkungan ekosistim datang” akibat ulah manusia juga, dalam bentuk tidak
layak lagi ditinggali dalam jangka panjangnya bagi cucu-cicit keturunan
selanjutnya. Dengan itu menjadikan
penduduk Kecamatan Tanjung Sani sengsara dikemudian harinya, dan generasi
sekarang menjadi penanggung-jawabnya. Sebagaimana yang diingatkan dalam
firman-Nya sbb: “Yang demikian itu (kesengsaraan terjadi) karena sesungguhnya
Allah tidak akan mengubah (menjadi) suatu nikmat yang telah diberikan-Nya (karunia
alam yang indah) kepada suatu kaum, hingga kaum itu mengubah apa yang ada pada
diri mereka sendiri (akal, perasaan, hati, paham, sikap, kebiasaan dan usaha).
Sungguh, Allah Maha Mendengar (setiap kejadian), Maha Mengetahui (apa yang setiap
kamu kerjakan). [QS al-Anfal 8:53].
Terakhir
mari kita pahami firman Allah ‘Azza wa Jalla berikut ini: “Kebajikan (kebaikan)
apa pun yang kamu peroleh, adalah dari sisi Allah, dan keburukan apa pun yang
menimpamu, itu dari (kesalahan perbuatan) dirimu sendiri”, QS an-Nisā’ 4:79. Semoga kita
dijauhi hendaknya dari malapetaka kerusakan ekosistim lingkungan hidup kita.
Tentunya kita harus berbuat sesuatu untuk menyelamatkan Danau Maninjau ini. Billahi taufiq wal hidayah. □ AFM
Sumber:
●https://www.academia.edu/7726239/DANAU_MANINJAU_KONDISI_KEKINIAN_PERMASALAHAN_DAN_PENGELOLAANNYA
●Terjemahan
ayat-ayat berpedoman kepada Terjemahan Tafsir Per Kata AlFatih, Pustaka
AlFatih. □□□