Thursday, April 7, 2016

Pengertian Nilai Hidup Bermasyarakat Dalam Islam






PENGERTIAN NILAI
HIDUP BERMASYARAKAT
Oleh: A. Faisal Marzuki


Pengertian ‘nilai’ (value) adalah, “a principle, standart, or quality regarded as worthwhile or desirable”, yakni ‘nilai’ maknanya prinsip, standar atau kualitas yang dipandang bermanfaat dan sangat diperlukan. Nilai adalah “suatu keyakinan dan kepercayaan yang menjadi dasar bagi seseorang atau sekolompok orang untuk memilih tindakannya, atau menilai suatu yang bermakna bagi kehidupannya. [Webster 1984]


N
ilai adalah standar tingkah laku, keindahan, keadilan, dan efisiensi yang mengikat manusia dalam hablum minan nās (hubungan bermuamalah, interaksi) sesama manusia dan sepatutnya dijalankan serta dipertahankan. Nilai adalah bagian dari potensi manusiawi selaku individual maupun komunal, yang berada dalam dunia rohaniah (kesadaran, consciousness), ada tapi tidak dapat dilihat, tidak dapat diraba, dan sebagainya. Namun sangat kuat pengaruhnya serta penting peranannya dalam setiap perbuatan dan penampilan seseorang.

Nilai adalah suatu pola normatif, yang menentukan tingkah laku yang diinginkan bagi suatu sistem yang ada kaitannya dengan lingkungan sekitar tanpa membedakan fungsi sekitar bagian-bagiannya. Nilai tersebut lebih mengutamakan berfungsinya pemeliharaan pola dari sistem sosial (hidup bermuamalah, habblum minan nās) manusia.

Dari definisi tersebut dapat kita ketahui dan dirumuskan, bahwasanya nilai adalah suatu tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup sistem kepercayaan, dimana seseorang harus bertindak atau menghindari suatu tindakan, atau mengenai suatu yang tidak pantas atau yang pantas dikerjakan, dimiliki dan dipercayai. Nilai yang baik dan sudah baku itu perlu dimasyarakatkan atau diajarkan, agar generasi berikut berjalan sesuai dengan nilai-nilai itu.

Dalam proses belajar mengajar dapat diartikan sebagai pendidikan yang mana nilai dijadikan sebagai tolok ukur dari keberhasilan yang akan dicapai, dalam hal ini kita sebut dengan pendidikan nilai. Pendidikan nilai adalah penanaman dan pengembangan nilai-nilai dalam diri seseorang. Suatu nilai ini menjadi  pegangan bagi seseorang yang dalam hal ini adalah siswa atau peserta didik, nilai ini nantinya akan diinternalisasikan, dipelihara dalam proses belajar mengajar serta menjadi pegangan hidupnya.

Memilih nilai secara bebas berarti bebas dari tekanan apapun. Nilai-nilai yang ditanamkan sejak dini bukanlah suatu nilai yang penuh bagi seseorang. Situasi tempat, lingkungan, hukum dan peraturan dalam sekolah, bisa memaksakan suatu nilai yang tertanam pada diri manusia yang pada hakikatnya tidak disukainya-pada taraf ini semuanya itu bukan merupakan nilai orang tersebut. Sehingga nilai dalam arti sepenuhnya adalah nilai yang kita pilih secara bebas yang pilihannya dilakukan dengan ‘kesadaran’ penuh dalam ‘kepribadian yang matang (mature)’.

Khususnya nilai-nilai ajaran Islam dalam interaksi bersosial kemasyarakatan dalam proses pembelajaran yang nantinya disajikan beberapa nilai-nilai yang akan diterapkan dan dilaksanakan secara langsung dalam proses belajar mengajar oleh pengajar (Kiayi, Buya, Syeikh, Ustadz, Murabbi, Guru, Pemimpin, Senior). Sehingga dari situlah realisasi dari pada nilai itu terlaksana dengan baik, nilai-nilai ajaran Islam dalam interaksi bersosial kemasyarakatan sebagaimana firman-Nya yang artinya sebagai berikut:

Wahai manusia! Sungguh, Kami (Allah) telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami (Allah) jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal (ta’aruf). (QS Al-Hujurāt 49:13)

Sesungguhnya Allah, ● Menyuruh (kamu): Berlaku adil; Berbuat kebajikan; Memberi bantuan kepada kerabat.  ● Dia melarang (melakukan): Perbuatan keji; Kemungkaran, dan Permusuhan. ● Dia memberi: Pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS Surat An-Nahl 16:90)

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)  kebajikan dan taqwa, dan janganlah kamu tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. (QS Al-Mā’idah 5:2)

...orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, maka mereka akan mendapat pahala yang tidak ada putus-putusnya. [QS At-Tīn 95:6]

Aku (Allah) tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah (menyembah dan mengikuti perintah-Nya) kepada-Ku (Allah). [QS Adz-Dzāriyāt 53:56]

Lanjutan dari beribadah kepada-Nya adalah perintah-Nya untuk memakmurkan bumi sebagaimana firman-Nya yang artinya:

Dia (Allah) telah menciptakanmu dari bumi dan menjadikan kamu (umat manusia) pemakmurnya. [QS Hūd 11:61]

Sebenarnya kalau saja hidup manusia itu berdasarkan kepada adanya “iman dan dengan iman itu berbuat kebaikan” seperti tersebut diatas maka jalan kemakmuran dan perdamaian yang kekal akan tercapai. Bagaimana cara? Caranya adalah setiap bangsa atau negara jika menegakkan ta’aruf (saling mengenal); tafahum (saling memahami); ta’awun (kerja sama);  itsar (saling membela dan tidak bertengkar), maka damailah dan makmurlah manusia di bumi ini.

Jadi nilai-nilai Islam pada hakikatnya adalah kumpulan dari prinsip-prinsip hidup, ajaran-ajaran tentang bagaimana seharusnya manusia menjalankan kehidupannya di dunia ini, yang satu prinsip dengan lainnya saling terkait membentuk satu kesatuan yang utuh tidak dapat dipisah-pisahkan.


NILAI-NILAI DALAM AJARAN ISLAM

Nilai-nilai keislaman merupakan bagian dari nilai material yang terwujud dalam kenyataan pengalaman rohani dan jasmani. Nilai-nilai Islam merupakan tingkatan integritas kepribadian yang mencapai tingkat budi (mature, insan kamil). Nilai-nilai Islam bersifat mutlak kebenarannya, universal dan suci. Kebenaran dan kebaikan agama mengatasi rasio, perasaan, keinginan, nafsu-nafsu manusiawi dan mampu melampaui subyektifitas golongan, ras, bangsa, dan stratifikasi sosial, firman Allah ‘Azza wa Jalla yang artinya:

Wahai orang-orang  yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa) kaya atau miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatan (kebaikannya). Maka janganlah engkau mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Jika kamu memutar balikkan (kata-kata dalam kesaksian) atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Maha Teliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan. [QS An-Nisā' 4:135]

Dan berbuat baiklah (kepada semua orang dan lingkungan hidup), sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. [QS Al-Qashash 28:77]

Wahai Manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal (lita'ārafū) satu sama lainnya. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti. [QS Al-Hujurāt 49:13]


Nilai-nilai keislaman atau agama mempunyai dua segi yaitu: “segi normatif” dan “segi operatif”. Segi normatif menitik beratkan pada pertimbangan baik buruk, benar salah, hak dan batil, diridhoi atau tidak. Sedangkan segi operatif mengandung lima kategori yang menjadi prinsip standarisasi prilaku manusia, yaitu baik buruk, setengan baik, netral, setengah buruk dan buruk. Yang kemudian dijelaskan sebagai berikut:

1. Wajib (baik)

Nilai yang baik yang dilakukan manusia, berarti ada ketaatan dalam menjalankan kebaikan akan memperoleh imbalan jasa (pahala) karena melakukan kebaikan). Sebaliknya, nilai yang baik tidak dilakukan, berarti melawan nilai kebaikan, maka dengan melakukan  kedurhakaan akan mendapat sanksi (dosa) karena melakukan keburukan.

2. Sunnah (setengah baik)

Nilai baik tambahan (bonus) yang dapat dilakukan manusia, sebagai penyempurnaan terhadap nilai yang baik atau wajib, sehingga ketaatan dalam mengerjakannya mendapat imbalan jasa (pahala, kebaikan) dan tidak dikerjakan tidak mendapatkan sangsi.

3. Mubah (netral)

Nilai yang bersifat netral, mengerjakan atau tidak, tidak akan berdampak imbalan jasa atau sangsi.

4. Makruh (setengah baik)

Nilai yang sepatutnya mesti ditinggalkan. Disamping kurang baik, juga memungkinkan untuk terjadinya kebiasaan yang buruk yang pada akhirnya akan menimbulkan keharaman.

5. Haram (buruk)

Nilai yang buruk dilakukan karena membawa kemudharatan dan merugikan diri pribadi maupun ketenteraman pada umumnya, sehingga apabila subyek yang melakukan akan mendapat sangsi, baik langsung (di dunia) atau tidak langsung (di akhirat).

Kelima nilai yang tersebut diatas cakupannya menyangkut seluruh bidang yaitu menyangkut nilai ilahiyah ubudiyah, ilahiyah muamalah, dan nilai etik insani yang terdiri dari nilai sosial, rasional, individual, biofisik, ekonomi, politik dan estetik. Dan sudah barang tentu bahwa nilai-nilai yang jelek tidak dikembangkan dan ditinggalkan. Namun demikian sama-sama satu nilai kewajiban masih dapat didudukkan mana kewajiban yang lebih tinggi dibandingkan kewajiban yang lainnya yang lebih rendah hierarkinya. Hal ini dapat dikembalikan pada hierarki nilai, contohnya: kewajiban untuk beribadah haruslah lebih tinggi dibandingkan dengan kewajiban melakukan tugas politik, ekonomi, dan sebagainya. Catatan: Maksud dari beribadah haruslah lebih tinggi atau didahulukan dari yang lainnya adalah dalam mengerjakan shalat wajibnya didahulukan. Namun seselesainya shalat, dilanjutkan lagi, karena politik adalah bagian daripada ibadah muamalah antar hubungan manusia yang mesti dikerjakan juga,  sebagai manusia khalifah, dan ekonomi adalah bagian dari keperluan untuk kehidupan manusia, yaitu mencari nafkah, seperti makan, minum, pakaian, perumahan, pendidikan, transportasi, pendidikan dan kesehatan, serta zakat, infaq dan sadakah. Disamping itu masing-masing bidang nilai masih dapat dirinci mana yang esensial dan mana yang instrumental. Misalnya: pakaian jilbab bagi kaum wanita, ini menyangkut dua nilai tersebut, yaitu nilai esensial, dalam hal ini ibadah menutup aurat, sedangkan nilai insaninya (instrumental) adalah nilai estetik, sehingga bentuk, model,warna, cara memakai dan sebagainya dapat bervariasi sepanjang dapat menutup aurat.

Karena nilai bersifat ideal dan tersembunyi dalam setiap kalbu manusia, maka pelaksanaan nilai tersebut harus disertai dengan niat. Niat merupakan i’tikad seseorang yang mengerjakan sesuatu dengan penuh kesadaran. Dalam hal ini i’tikad tersebut diwujudkan dalam aktualisasi nilai-nilai Islam dalam proses pembelajaran pendidikan agama Islam. Dalam proses aktualisasi nilai-nilai Islam dalam pembelajaran tersebut, diwujudkan dalam proses sosialisasi di dalam kelas dan diluar kelas. Pada hakikatnya nilai tersebut tidak selalu disadari oleh manusia. Karena nilai merupakan landasan dan dasar bagi perubahan. Nilai-nilai merupakan suatu daya pendorong dalam hidup seseorang pribadi atau kelompok. Oleh karena itu nilai mempunyai peran penting dalam proses perubahan sosial.

Al-Qur'an sebagai sumber pedoman bagi umat Islam, di dalamnya mengandung dan membawa nilai-nilai yang membudayakan manusia. Hampir dua pertiga dari ayat-ayat al-Qur'an mengandung ayat-ayat motivasi kependidikan bagi umat manusia. Dengan itu maka pendidikan Islam adalah usaha bimbingan jasmani dan rohani pada tingkat kehidupan individu dan sosial untuk mengembangkan fitrah manusia berdasarkan paradigma, ajaran, kaidah, dan hukum-hukum Islam menuju terbentuknya manusia ideal (insan kamil) yang berkepribadian muslim dan berakhlak yang terpuji. Sehingga dimanapun dia berada (sebagai pengusaha, pedagang, pekerja, politisi, pejabat dan pegawai pemerintah dst, dst) menjalankan dengan berintegritas, berakhlak dan bermoral dalam bekerja dan bertanggung jawab dalam pekerjaannya.

Surat Al-Mā’ūn [1] termasuk ayat al-Qur'an yang membahas tentang kepedulian sosial dan banyak memberikan pesan untuk bagaimana nilai-nilai pendidikan Islam yang sangat bermanfaat dan dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Namun kenyataannya saat ini banyak dijumpai dikalangan masyarakat Islam yang mampu dari segi finansial misalnya, tapi mereka enggan menolong sesama manusia. Mereka lebih suka menghambur-hamburkan harta mereka untuk kesenangan diri. Padahal dengan harta berlebih itu dapat lebih bermanfaat jika disedekahkan untuk orang yang membutuhkan. Pemborosan untuk kepentingan diri sendiri dan tidak peduli dengan keadaan lingkungan kehidupan masyarakatnya bertentangan dengan nilai-nilai pendidikan Islam, khususnya dalam nilai sosial kemasyarakatan.

Nilai-nilai pendidikan Islam yang terdapat dalam surat Al-Mā’ūn dapat digunakan sebagai pedoman dalam bersikap dan berperilaku seperti yang terdapat dalam surat Al-Mā’ūn tersebut yaitu meliputi:

(1) Nilai pendidikan tauhid. Bagi orang yang tidak percaya kepada hari pembalasan atau hari pertanggungan jawab (kiamat), sering tidak takut kepada penyimpangan dari ajaran kemanusiaan dari Tuhan Pencipta dalam hubungan vertical (hablum minAllāh), maupun hubungan horizontal (habblum minan nās) sesama manusia dan ekosistimnya, bahwa nanti harus dipertangung jawabkan kehadirat-Nya apa yang diyakini dan apa yang dikerjakan di dunia mesti atau mau tidak mau di hari kiamat.

(2) Nilai pendidikan ibadah shalat, yaitu orang yang menegakkan nilai shalat dan melaksanakan shalat. Padahal shalat adakah kunci dari hubungan manusia dengan Tuhan Penciptanya.

(3) Akhlak, meliputi larangan berbuat riya' (melakukan shalat untuk bisa dilihat orang, padahal nilai yang terkandung dalam shalat tidak dilakukannya) dan orang-orang yang enggan menolong orang yang tidak bisa mencukupi kebutuhan hidupnya (kaum fakir miskin) dan anak yatim (yang kehilangan orang tuanya) mereka belum mampu bekerja karena masih dibawah usia kerja. Anak yatim perlu makan dan minum, pendidikan, pakaian, tempat tinggal. Jadi mereka perlu disantuni dalam kebutuhan hidupnya.

(4) Tugas sosial dalam bekerja memerlukan moral akhlak integritas. Seperti kejujuran, keadilan, tidak korupsi walaupun ada kesempatan, dan bertanggungjawab dalam melaksanakan tugas sosialnya baik dalam berusaha, bekerja dan duduk di badan pemerintahan.



NILAI-NILAI YANG DITUNTUT ISLAM

Dalam filsafat, nilai dibedakan dalam tiga macam, yaitu: a). Nilai logika adalah nilai benar salah. b). Nilai estetika adalah nilai indah tidak indah. c). Nilai etika atau moral adalah nilai baik buruk.

Nilai moral adalah suatu bagian dari nilai, yaitu nilai yang menangani kelakuan baik atau buruk dari manusia. Moral selalu berhubungan dengan nilai, tetapi tidak semua nilai adalah nilai moral. Moral berhubungan dengan kelakuan atau tindakan manusia. Nilai moral inilah yang lebih terkait dengan tingkah laku kehidupan kita sehari-hari. Menyebutkan adanya 3 macam nilai. Ketiga nilai itu adalah sebagai berikut:

1) Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia atau kebutuhan ragawi manusia.

2) Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.

3) Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai kerohanian meliputi:

a. Nilai kebenaran yang perlu menggunakan akal (rasio, budi, cipta) manusia sabagai alat bantu dalam pemahamannya.

b. Nilai keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada unsur perasaan (emotion) manusia dengan nilai ini menambah dekatkan kepada-Nya, seperti seni kaligarfi al-Qur’an, dekorasi dan arsitektural masjid, dan seterusnya.

c. Nilai kebaikan atau nilai moral yang bersumber pada unsur kehendak (karsa, will) manusia dalam hubungan kemanusian antar sesama Muslim dan Ahlul Kitab lainnya serta kepercayaan lainnya.

d. Nilai religius yang merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak serta bersumber pada kepercayaan atau keyakinan manusia.


NILAI DILIHAT DARI SUDUT PANDANG IBADAH

Kaidah pelaksanaan dimensi sosial kemasyarakat dalam Islam adalah “berbuat baik karena Allah”. Ibadah dalam sosial kemasyarakatan disebut juga sebagai “ibadah ghaira mahdhah”, artinya tidak murni semata hubungan dengan Allah, yaitu ibadah yang di samping sebagai hubungan  hamba dengan Allah juga merupakan hubungan atau interaksi antara hamba dengan makhluk lainnya. Prinsip-prinsip atau kaidah-kaidah dalam ibadah ini, ada empat yaitu: 1). Keberadaannya, 2). Tatalaksananya, 3). Bersifat rasional, 4). Azas Manfaat.


NILAI DILIHAT DARI BEBERAPA SUDUT PANDANGAN LAINNYA

Nilai dapat juga dilihat dari berbagai sudut pandangan,  antara lain dari (1) Skala Motivasi Ian Marshal; (2) Kemapuan Jiwa Manusia; (3) Pendekatan Proses Budaya yang diuraikan sebagai berikut:

1) Dilihat dari segi Skala Motivasi Ian Marshal

Dilihat dari segi Skala Motivasi Ian Marshal 1997 Model Maslow dari hasil obervasinya selama 40 tahun dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian yaitu, (A) Kebutuhan Tingkat Rendah. (B) Kebutuhan Tingkat Tinggi, lihat Tabelnya sebagai berikut:


TABEL: Skala Motivasi Hidup Manusia

A) Kebutuhan Tingkat Rendah

A.1. Bertahan Hidup
-8 Depersonalisasi (Sakit Jiwa)
-7 Malu dan Rasa Bersalah (Rugi)
-6 Apati (Tak Berguna)

A.2. Rasa Aman
-5 Keresahan (Kebingungan)
-4 Rasa Takut (Kecemasan)
-3 Keserakahan (Keinginan)

A.3. Rasa Memiliki
-2 Kemarahan (Ketersinggungan)
                   -1 Penonjolan Diri (Keakuan)
         
             ------- 0 -------

B) Kebutuhan Tingkat Tinggi

B.1. Harga Diri
                   +1 Eksplorasi (Rasa Ingin Tahu)
                   +2 Sosialisasi dan Kooperasi (Hubungan Baik)
                   +3 Kekuatan Diri Dalam (Independen)

B.2. Aktualisasi Diri
                   +4 Penguasaan (Keahlian)
                   +5 Generitas (Cinta, Kesukaan)

B.3. Pengalaman Puncak (SQ – Spiritual Quotion)
                   +6 Pengabdian Yang Lebih Tinggi
                           (Kebajikan, Keadilan, Universal)     
                   +7 Jiwa Dunia (Diri, Alam, Tuhan)        
                   +8 Pencerahan (Kasih Sayang)

Dari Skala Motivasi Hidup Manusia Ian Marshal seperti dapat dilihat pada Tabel di atas dari motivasi Maslow menunjukkan bahwa Pengalaman Puncak adalah Kebutuhan Tingkat Tinggi yang terdiri dari atas kebawah adalah Pencerahan yaitu: Kesadaran yang tinggi akan Ketuhanan yang mutlak (+8). Kebawahnya adalah Jiwa Dunia yaitu, Kesadaran yang melampaui ruang dan waktu, memiliki paradigma yang utuh tentang Diri, Orang Lain, Alam dan Tuhan (+7). Kebawahnya lagi adalah Pengabdian Yang Lebih Tinggi yaitu, Kesadaran untuk melayani karena nilai-nilai kebajikan, keadilan, kebenaran, bersifat ksatria, mengikuti panggilan jiwa (+6).


2) Dilihat dari Kemampuan jiwa manusia

Dilihat dari Kemampuan jiwa manusia untuk menangkap dan mengembangkan,  nilai dapat dibedakan menjadi dua yakni:

a. Nilai yang statik, seperti kognisi, emosi, dan psikomotor

b. Nilai yang bersifat dinamis, seperti motivasi berprestasi, motivasi berafiliasi, motivasi berkuasa


3) Pendekatan proses budaya

 Pendekatan proses budaya nilai dapat dikelompokkan dalam tujuh jenis yakni:

a. Nilai ilmu pengetahuan,
b. Nilai ekonomi,
c. Nilai keindahan,
d. Nilai politik,
e. Nilai keagamaan,
f. Nilai kekeluargaan dan,
g. Nilai kejasmanian,

Pembagian nilai-nilai ini dari segi ruang lingkup hidup manusia dalam paparan diatas sudah memadai, sebab mencakup hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan dirinya sendiri, karena itu nilai-nilai ini juga mencakup nilai ilahiyah (ke-Tuhanan) dan nilai insaniyah (kemanusiaan).

Demikianlah uraian tema Pengertian Nilai Hidup Bermasyarakat, semoga bermanfaat hendaknya. Billāhi Taufiq Wal Hidāyah. AFM


Catatan Kaki:
[1] Surat Al-Mā’ūn 107:1-7: (1) Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? (2) Maka itulah orang yang menghardik anak yatim, (3) dan tidak mendorong (peduli - melaksanakan dan mengingatkan orang untuk) memberi makan orang miskin. (4) Maka celakahlah orang yang shalat. (5) (yaitu orang-orang yang lalai terhadap shalatnya, (6) yang berbuat riya, (7) dan enggan (memberikan) bantuan.


Kepustakaan
●https://www.academia.edu/9238928/pengertian-dan-konsep-nilai-dalam-islam
●Skala Motivasi Ian Marshal, Microsoft Power Point, by © Powered by AFM, Washington DC-Jakarta.  □□□

Blog Archive