Friday, November 24, 2023

Potret Islam di mata Barat

 

 

KATA PENGANTAR

   Tulisan yang bertemakan “Potret Buruk Islam Di Mata Barat, 10 Tesis Anti Kebencian” dari Chandra P. Anom, Jakarta yang telah mempostingkannya kepada pengutip (AFM). Judul asli: “Feinbild Islam – Zehn Thesen gegen Hass” oleh Jürgen Todenhöfer anggota parlemen Jerman dari partai CDU (Kristen-Demokrat). Ditulis oleh Yudi Nurul Ihsan Mahasiswa Indonesia S3, Jerman.

   Mudah-mudahan bermanfaat hendaknya bagi para pembaca, karena kita telah mendapat gambaran persoalan Barat dan dunia Islam dari pendapat orang Barat sendiri tentang dunia Islam yang sebenarnya. □ AFM

 

 

 

POTRET BURUK ISLAM DI MATA BARAT,

10 TESIS ANTI KEBENCIAN

Judul asli: “Feinbild Islam – Zehn Thesen gegen Hass”

 Oleh:

Jürgen Todenhöfer

Anggota parlemen Jerman

Dari partai CDU (Kristen-Demokrat)

  

Ditulis oleh:

Yudi Nurul Ihsan

Mahasiswa Indonesia S3, Jerman

 

PENDAHULUAN

J

ürgen Todenhöfer adalah seorang politikus dari partai CDU (Kristen-Demokrat) yang pernah 18 tahun duduk di parlemen Jerman. Jürgen Todenhöfer, telah membaca Quran. Setelah membaca, mengamati dan berpikir, Todenhöfer menulis. Hasilnya sebuah buku dengan judul “Feinbild Islam – Zehn Thesen gegen Hass” (“Potret Buruk Islam - 10 Tesis Anti Kebencian”), yang terbit di akhir tahun 2011. Ringkasan buku tersebut sebagai berikut dibawah ini.


TESIS PERTAMA

 BARAT LEBIH “BRUTAL” DARI DUNIA ISLAM

   Todenhöfer, dalam tesis pertama, mengingatkan fakta sejarah yang sering terlupa di dua abad terakhir. Barat jauh lebih brutal daripada dunia Muslim. Jutaan warga sipil Arab tewas sejak kolonialisme dimulai. Atas nama kolonialisasi, Prancis pernah membunuh lebih dari dua juta penduduk sipil di Aljazair, dalam kurun waktu 130 tahun. Atas nama kolonialisasi, Italia pernah menggunakan phosphor dan gas mustard untuk menghabisi penduduk sipil di Libya. Atas nama kolonialisasi, Spanyol juga pernah menggunakan senjata kimia di Marokko.

   Tidak berbeda di era setelah perang dunia kedua. Dalam invansi perang Teluk kedua, semenjak tahun 2003, UNICEF menyebutkan, 1,5 juta penduduk sipil Irak terbunuh. Sepertiganya anak-anak. Tidak sedikit dari korban terkontaminasi amunisi uranium. Di Baghdad hampir setiap rumah kehilangan satu anggota keluarganya. Sebaliknya, di dua abad terakhir, tidak satupun negara Islam menyerang, mengintervensi, mengkolonialisasi Barat. Perbandingan jumlah korban mati di dunia Islam dibanding Barat adalah 10:1. Problema besar dunia, di dua abad belakangan ini, bukan kebrutalan Islam, tapi kebrutalan beberapa negara-negara Barat.

 

TESIS KEDUA

MEMPROMOSIKAN ANTI-TERORISME,

MELAHIRKAN TERORISME


   Terorisme jelas tidak dibenarkan. Menilik secara objektif, terorisme justru lahir dari politik anti-terorisme Barat yang keliru. “Seorang pemuda muslim,” tulis Todenhöfer, “yang secara rutin memantau berita di televisi, hari demi hari, tahun demi tahun, akan situasi di Irak, Afghanistan, Pakistan, Palestina dan di tempat lain, di mana perempuan, anak-anak dan penduduk sipil, dihabisi oleh Barat dengan brutal, justru diprovokasi untuk menjadi seorang teroris.”

   Beruntung saja, sebagian besar pemuda Islam tidak terpancing. Mereka memilih jalan yang berbeda. Di Tunisia, Mesir, Libya, Marokko, dan negara-negara muslim lainnya, mereka menjawab ketidak-adilan yang menimpa mereka melalui jalan demokrasi dan teriakan kebebasan, bukan teror dan kekerasan.

 

TESIS KETIGA

TERORIME: FENOMENA DUNIA,

    BUKAN FENOMENA ISLAM

    Pemeo favorit di setiap diskursi bertemakan terorisme: “Tidak setiap muslim teroris, tapi seluruh teroris adalah muslim.” Selain jauh dari benar, dengan data dan fakta, propaganda ini mudah dipatahkan.

   Data resmi Badan Kepolisian Eropa, Europol, menyebutkan: Dari 249 aksi teror di tahun 2010, hanya tiga yang pelakunya berlatar belakang Islam. Bukan 200, bukan 100 – tapi tiga! Data di tahun-tahun sebelumnya, juga tidak kalah mengejutkan: Dari 294 aksi terror di tahun 2009, hanya satu yang berlatar belakang Islam. Hanya satu dari 515 aksi teror di tahun 2008. Hanya empat dari 583 di tahun 2007.

 

TESIS KEEMPAT

HUKUM INTERNASIONAL UNTUK SEMUA


   Di hadapan hukum internasional, dunia Barat selalu mentematisir, dan merekam dengan baik, 3500 korban terorisme yang jatuh atas nama “teror-Islam” semenjak pertengahan 1990-an (termasuk korban WTC, pada 11/9). Tapi mengapa ratusan-ribu warga sipil yang terbunuh dalam intervensi di Irak tidak pernah ditematisir?

   Lebih jauh, Todenhöfer bertanya kritis: “Mengapa elite Barat, tidak pernah sekalipun menimbang; membawa George W. Bush dan Tony Blair ke hadapan mahkamah internasional, atas serangan sepihaknya ke Irak? Apakah hukum internasional hanya berlaku untuk orang-orang non-Barat?” Perang, bukan jawaban untuk aksi-aksi terorisme. Perang, hanya manis untuk mereka yang tidak mengenalnya. Teroris yang membunuh orang-orang tidak berdosa, bukanlah pejuang kebebasan, bukan pahlawan, bukan pula syuhada. Mereka mengkhianati agama mereka. Mereka adalah pembunuh.

 

TESIS KELIMA

MUSLIM, TOLERANSI DAN “PERANG SUCI”


   Bukan Muslim, yang atas nama kolonialisasi membunuh 50 juta nyawa di seantero Afrika dan Asia. Bukan Muslim, yang atas nama perang dunia pertama dan kedua menghabiskan 70 juta nyawa. Bukan pula Muslim, yang menggencarkan genosida terhadap 6 juta orang-orang Yahudi. Islam tidak mengenal kata suci dalam kaitannya dengan perang. Jihad bermakna sungguh-sungguh di jalan Tuhan. Tidak ada satu tempat pun di Quran yang memaknakan jihad dengan perang suci. Karena perang tidak pernah suci, dan kesucian hanya ada di jalan perdamaian.

 

TESIS KEENAM

KONTEKSTUAL QUR’AN DAN ISLAM-TERORIS


   Permasalahan besar dalam perdebatan Quran di dunia Barat, adalah setiap orang bernafsu membicarakannya, sangat-sangat sedikit yang pernah membacanya (Kitab Sucinya secara penuh).

   Sebagian besar mereka tidak lagi rasional dan ilmiah. Hanya mengutip beberapa tekstual yang mengesankan Islam pro “perang” tanpa pernah mau tahu konteksnya. Padahal pesan-pesan Quran yang dikesankan seperti itu, spesifik diterima Muhammad (saw), dalam konteks perlawanan antara penduduk Mekkah dan Madinah, waktu itu. Seperti Musa dan Isa, Muhammad tidak dilahirkan pada situasi dunia yang sedang vakum, apalagi damai. Mereka hadir pada saat moralitas dunia bobrok, penuh perang, perjuangan dan perlawanan. Adalah sangat lumrah beberapa tekstual yang terkesan pro “perang” itu bisa ditemukan di Quran, semudah bisa ditemukan di kitab Perjanjian Lama dan kitab Perjanjian Baru.

   Secara semantis, diksi “islam-teroris”, “kristen-teroris” atau “yahudi-teroris” adalah sebuah penyesatan bahasa. Terorisme, menurut Todenhöfer, berdiri di atas instrumen setan, tidak boleh dikaitkan dengan kesucian Tuhan dan keagamaan. Memang benar, di dalam Islam, Kristen, atau Yahudi ada ideologi teror - tapi bukan ajaran agamanya. Ideologi ini tidak mengantarkan mereka ke surga, tapi ke neraka.

 

TESIS KETUJUH

FAKTA ATAU DIBUAT-BUAT SEPERTI FAKTA (“FAKE”)?


   Kalimat andalan kritikus anti-Islam di Barat: “Siapa yang menginginkan panggilan azan terdengar di kota-kota kami, harus membiarkan juga lonceng gereja berbunyi di kota-kota mereka!” Padahal nyatanya di Teheran, Iran, misalnya, berdiri banyak gereja. Loncengnya berbunyi tidak jarang, dan tidak pelan. Lebih jauh, anak-anak kristen memiliki pelajaran agamanya sendiri (sesuatu yang lux untuk anak-anak muslim di Barat).  Barat mengidentifikasi jilbab sebagai simbol pengekangan dan ketertindasan. Dari survey resmi, wanita-wanita pemakai jilbab, yang begitu dipedulikan Barat itu, justru berkata bukan (atas kesadaran pribadi). Sinisme jilbab, sebagian besar justru datang dari mereka yang tidak berjilbab dan anti-jilbab. Memaksa seseorang berjilbab, jelas menyalahi hak asasi. Tidak jauh berbeda, dari prosesi pemaksaan untuk melepasnya.

   Barat menuduh perempuan-perempuan Islam tidak berpendidikan. Fakta dari dunia Islam menjawab lain. Secara statistik, perempuan di negara-negara mayoritas Islam, justru lebih berpendidikan dibanding Barat: 30% Profesor di Mesir perempuan, padahal di Jerman jumlahnya hanya sekitar 20%. Lebih dari 60% mahasiswa di Iran adalah perempuan. Di Uni Emirat Arab, sudah semenjak tahun 2007, mahasiswa perempuan menginjak angka yang sulit dipercaya: 77%.

 

TESIS KEDELAPAN

 SEORANG ISLAM=SEORANG KRISTEN=

    SEORANG YAHUDI

 

   Tidak ada seorang bayi pun terlahir sebagai seorang teroris. Barat harus memperlakukan seorang Muslim, persis seperti seperti mereka memperlakukan seorang Kristen atau Yahudi. Tidak jarang kita dengar politikus dan aktivis Barat, demonstratif, mengumbar kalimat penuh kebencian terhadap Islam. Frank Graham, penasehat George W. Bush, menyebut Islam sebagai “agama iblis dan sihir”. Politikus kanan Belanda, Geert Wilders, menyebut Islam sebagai “agama fasis”. Thilo Sarrazin, politikus Jerman memberikan thesis: “Secara genetis, anak-anak dari keluarga Islam, dilahirkan di bawah tingkat kecerdasan rata-rata.

   “Bayangkan sejenak, jika Frank Graham, Greet Wilders, dan Thilo Sarrazin mengganti objek tesis-nya bukan kepada “Islam”, tetapi menjadi “Yahudi” atau “Kristen”. Tidakkah ucapan seperti itu akan menjadi badai kemarahan yang dahsyat? Mengapa Barat boleh mengatakan hal-hal penuh fasistik dan rasis terhadap Islam, yang justru di kalangan orang-orang Kristen dan Yahudi sesuatu yang tabu? Barat harus mengakhiri demonisasi Islam dan Muslim.

 

TESIS KESEMBILAN

MUSLIM MELAWAN TEROR


   Di tesis kesembilan, Todenhöfer mengajak umat Islam, melalui sebuah reformasi sosial, menjejak Nabi Muhammad (saw) yang berjuang untuk sebuah Islam yang beradab dan toleran. Untuk tatanan ekonomi dan politik yang dinamis, bukan statis - sambil mempertahankan identitas keagamaannya. Untuk persamaan yang penuh, pria dan wanita. Untuk kebebasan beragama yang nyata.

   Tidak seperti politikus umumnya, Muhammad (saw), bukan seorang reaksioner. Dia adalah seorang revolusioner, berani berpikir dan berani mematahkan belenggu tradisi. Islam di masa Muhammad (saw) bukanlah agama stagnan, apalagi regresif, tetapi pembaruan dan perubahan. Muhammad (saw) berjuang untuk perubahan sosial, ia pahlawan orang miskin dan orang lemah. Dia mengangkat hak-hak kaum perempuan, yang di periode sebelumnya nyaris tidak ada. Muhammad (saw) bukan seorang fanatik atau seorang ekstrimis. Dia hanya ingin membawa orang-orang Arab, yang kala itu terjebak pada belenggu politeistik, untuk kembali ke sumber aslinya yang murni, agama Ibrahim, persis seperti yang disuarakan Musa dan Isa. Terorisme, yang berada di sekelumit dunia Islam pada hari ini adalah distorsi ajaran Muhammad (saw). Ini adalah kejahatan melawan Islam. Dunia Islam tidak boleh membiarkan citra baik Islam, yang dibangun Muhammad (saw) 14 abad yang lalu, dihancurkan seketika oleh ideologi kriminal ini. Dunia Islam perlu memerangi ideologi terorisme ini, persis seperti Muhammad (saw) memerangi berhala-berhala dari periode pra-Islam.


TESIS KESEPULUH

 POLITIK BUKAN PERANG

    Kalimat bijak pernah mengajarkan: “Ketika kamu tidak bisa menaklukan musuhmu, peluk dia!" Masalah kompleks di Timur Tengah, hanya bisa diselesaikan dengan jalur politik, bukan dengan perang. Barat harus membuka pintu diskusi yang lebih lebar untuk dunia Islam. Barat harus membuka ruang bilateral dan unilateral lebih besar untuk negara-negara Arab. Kesatuan dan stabilitas yang pernah terjadi di Uni Eropa, nyatanya, tidak berdiri di atas invansi senjata, tapi di atas politik diplomatisasi yang penuh visi. Sebuah visi akan sebuah dunia, yang setiap negara di dalamnya dihargai. Sebuah penghargaan yang tanpa diskriminasi. Politik anti-diskriminasi yang dibangun di atas keadilan dan kebebasan, bukan perang, apalagi penindasan.[AFM/ SAT/6162012/1:06AM]

 


Monday, July 31, 2023

Memahami Makna Ilaah


MEMAHAMI MAKNA ILĀH

Oleh: Ahmad Faisal Marzuki

Aku hadapkan wajahku kepada (Allah) yang menciptakan langit dan bumi dengan penuh kepasrahan (mengikuti) agama yang benar, dan aku bukanlah yang termasuk orang-orang musyrik (dan ateis). [Al-An’am/6:79]

Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf (ta’murūna bilma’rūf - agen pembangunan,), dan mencegah dari yang mungkar / dan menggantinya dengan yang baik (wa tanhauna ‘anilmunkar - agen perubahan,), dan beriman kepada Allah. [Ali ‘Imran/3:110]


PENDAHULUAN

D

i dunia ini banyak hal yang diperlakukan manusia sebagai tuhan selain Allah atau bersama Allah meskipun sebenarnya secara objektif tidak memiliki sifat-sifat ketuhanan sedikitpun. Demikian itu karena betapa hebatnya, pasti memiliki kekurangan dan keterbatasan. Dengan itu memahami makna ilāh yang benar menjadi penting. Ilāh yang benar merupakan sandaran iman yang mesti di pegang teguh bagi kaum muslimīn wa muslimāt, mu’minīn wa mu’mināt, selaku ‘agen pembangunan’ dan ‘agen perubahan’, (Ali ‘Imran/3:110). [1]

    Orang yang meng-ilāh-kan seperti itu ia merasa bahwa sesuatu itu sempurna, hebat, dan menenteramkannya karena memberikan jaminan dan perlindungan. Karena itu, ia merindukan dan mencintainya bahkan menyembahnya dengan segenap cinta, penuh kerendahan hati, dan segala ketundukan. Sesuatu yang mendapat perlakuan demikian selanjutnya disebut Ilāh yang dalam bahasa Indonesia disebut Tuhan.

    Hal tersebut diatas tergambarkan dari pengalaman Ibrahim as. saat mencari siapa ‘tuhan’ yang senarnya ‘Tuhan’ sangat berharga bagi pengetahuan kita. Pada setiap benda yang beliau kagumi dia mengiranya sebagai ‘tuhan’, ternyata selalu ditemui kekurangan (Al-An’ām/6:76-78). [2]  Sehingga, akhirnya beliau mengambil kesimpulan bahwa semua itu bukan ‘tuhan’. ‘Tuhan’ yang benar dan berhak mendapat perlakuan seperti di atas berdasar pengamatan dan pengalamannya adalah ‘yang menciptakan segala yang ada di langit dan di bumi,’ (Al-Baqaroh/2:260 [3], Al-An’ām/6:79 [4]).

PROSES PENCARIAN TUHAN

    Penafsiran Al-Qusyairi dengan nuansa sufistik dalam Lathaif al- Isyaray-nya, menjelaskan yang artinya "Tatkala Nabi Ibrahim menyaksikan bintang-bintang, matahari dan bulan lalu mengatakan 'ini Tuhanku', maka sesungguhnya ia telah melihat bekas (atsar) dan segala sesuatu yang lain melalui Allah. Ia melihat sesuatu karena Allah, dari Allah. Kemudian Nabi Ibrahim memurnikan niat dan menghadapkan wajahnya, serta berkata: Aku berniat dan bermaksud untuk Allah, aku sucikan akidahku dari sesuatu selain dari Allah, aku jaga keyakinanku dan komitmenku hanya untuk Allah, dan aku ikhlas karena Allah, maka ketika itu keyakinan Nabi Ibrahim telah dipenuhi Allah, Allah dan Allah.""

    Secara eksplisit, ayat-ayat dalam surah Al-An’ām/6:76-78 [5], surah Al-Baqaroh/2:260 [6], surah Al-An’ām/6:79 [7] menunjukkan betapa sentralnya bintang-bintang, matahari dan bulan sehingga Allah swt menjadikannya sebagai ‘pelajaran’ bagi Nabi Ibrahim as atas prosesi pencarian kediriannya dalam memahami ‘Siapa tuhan yang sebenar-benarnya Tuhan'. Bintang-bintang, matahari, dan bulan ternyata tidak hanya mengilhami ilmu sains, namun juga ilmu agama. Posisi bintang-bintang, matahari dan bulan telah menegaskan peran akal untuk mencerna dan mengolah informasi sedemikian rupa guna kepentingan ilmu pengetahuan di satu sisi dan keimanan (teologi) pada sisi yang lain.

    Al-Ghazali menjelaskan hadirnya matahari (dan benda-benda di langit lainnya) sebagai sumber cahaya yang dengan itu matahari bercahaya telah mengilhami itu, katanya adalah akal. Baginya, matahari sebagai pemantik. Justru karena akal lah manusia dapat memproses energi yang ditimbulkan bulatan panas yang menghasilkan satu kemanfaatan manusia di bumi bagi kehidupannya sehari-hari.

    Muhammad Mahdi al-Asafi dalam kitabnya, al-Hawa fi Hadits ahl al-Bait, menandaskan bahwa akal mempunyai tiga peran dalam kehidupan manusia – belajar dari kisah Nabi Ibrahim di atas, yaitu:

(1). Mengenal Allah adalah pangkal (basis) dan entry point tugas akal. Dalam bahasa Arab Al-Qur’an afalā ta’qilūn’ - maka apakah kalian tidak menggunakan akal, (Al-Anbiyā’/21:67). [8]

(2). Ketaatan mutlak kepada segala perintah Allah sehinga ia kenal dengan rububiyah Allah yang menghasilkan satu ketaatan;

(3). Taqwa kepada Allah. Ketiga fungsi ini dijalankan dengan baik oleh Nabi Ibrahim as sehingga ending (akhir)nya ia bertakwa kepada Allah swt dan semakin mantap kokoh keimanannya.

    Dengan demikian, ayat-ayat di atas menjadi ibrah (hikmah) bagi kita semua ternyata semua ciptaan Allah tak terkecuali bintang-bintang, matahari dan bulan dalam pembahasan ini mampu menjadi sumber ilmu agama yang mampu menguatkan dan memperkokoh keimanan kita kepada Allah swt. Semoga kita mampu memetik hikmah dari segala ciptaan-Nya.

MAKNA ILAH YANG SEBENARNYA

    Kalimat yang sering kita ucapkan, bahkan bagian dari dzikir yang agung "lā ilāha illallāh" (dari terjemahan perkatanya: lā - tiada, ilāha - tuhan, illallā- selain Allah). Apa makna kalimat lā ilāha illallāh? Kalimat lā ilāha illallāh tidak mungkin kita pahami kecuali dengan terlebih dulu makna ilāh yang berasal dari aliha yang memiliki berbagai macam pengertian. Dengan memahaminya kita akan mengetahui motif-motif manusia mengilahkan sesuatu.

    Untuk itu itu makna ilāh yang sebenarnya, dapat kita pahami dari akar kata yang membentuknya. Ilāh terbentuk dari kata kerja aliha. Dalam bahasa Arab alihahu berarti:

Pertama: Meraka merasa tenteram kepada-Nya (sakana ilayhi), (Yūnus/10:78; Al-A’rāf/7:136).

Ketika ilāh tersebut diingat-ingatnya, ia merasa senang, dan manakala mendengar namanya disebut atau dipuji orang ia merasa tenteram sehingga ia asyik masyuk dengan-Nya dan enggan meninggalkannya.

Kedua: Merasa dilindungi oleh-Nya (istajārobihi), (Al-Jinn/72:6; Yā Sīn/36:74-75).

Dengan kekuatan, kehebatan, dan kekuasaan-Nya. Ilāh tersebut dianggap memiliki kekuatan yang tak terlihat (ghaib), tapi terasakan dan mampu melindungi  dan menolong dirinya dari kesulitan hidup.

Ketiga: Merasa selalu rindu kepada-Nya (isytāqo ilayhi), (Al-Baqaroh/2:93; Thōhā/20:91; Asy-Syu’arā’/26:71).

Terasa keberadaannya memberikan rasa tenteram dan aman sehingga ia berusaha untuk selalu dekat dengan-Nya. Ada keinginan selalu bertemu dengannya, baik terus-menerus atau tidak. Ada kegembiraan apabila bertemu dengannya.

Keempat: Merasa sangat mencintai-Nya dengan ketulusan hati dan cenderung kepada-Nya (wuli’abihi), (Al’Ankabūt/29:25; Al-Baqaroh/2: 165).

Rasa rindu menguasai diri menjadikannya mencintai ilāh tersebut, walau bagaimanapun keadaannya. Ia selalu beranggapan bahwa pujaan-Nya memiliki kelayakan untuk dicintai sepenuh hati, karena tiga hal tersebut diatas.

Bila keempat hal yang disebutkan itu diketahui, dirasakan, dan diyakini, maka ia akan:

Kelima: Menyembah (Mengabdi, Berdedikasi, Beribadah kepada)-Nya (‘abadahu).

Ia siap melaksanakan ajaran-Nya dan ilmu-Nya yang diberikan-Nya yang terdapat dalam Kitab-Nya. Bahkan menjadi ‘agen pembangunan’ (ta’murūna bilma’rūf - menyuruh berbuat yang ma’ruf) dan ‘agen perubahan’ (wa tanhauna ‘anilmunkar - mencegah dari yang mungkar / dan menggantinya dengan yang baik). [9]  Ekstrimnya, jika perlu mengorbankan apa saja karena-Nya. Kalau perlu jiwa dan raganya pun, demi kecintaaan kepada-Nya yang menenteramkan, melindungi, dan selalu ia rindukan. Sebagaimana layaknya ‘tentara atau penduduknya’ yang selalu menjaga keeksistensian negara atau tempat ia berada dari orang-orang yang memeranginya.

Berangkat dari makna bahasa di atas, ilāadalah:

Sesuatu yang diharapkan (almarghūbu), (Al-Baqaroh/2:163-1640.

Karena Dia (Allah) memiliki kekuasaan memberi manfaat dan mengabulkan permintaan orang yang berharap kepada-Nya.

Sesuatu yang ditakuti (almarhūbu), (Al-Baqaroh/2:186; Gōfir/ 40:60; Asy-Syarh 94:7-8; Al-Anbiyā’/21:90-91; Al-Baqaroh/2:40; At-Taubah/9:13; Al-Ahzāb/ 33:39).


    Karena Dia (Allah) akan murka dan menyiksa siapa yang membangkang perintah-Nya demi menjaga keteraturan dan ketertiban dalam menjalani hidup di dunia yang mesti menuruti petunjuk dan peraturan-Nya. Sebagaimana lalu lintas yang dipenuhi manusia berjalan dan atau mengendarai kendaaan di jalan raya perlu adanya rambu-rambu jalan (peraturan yang mesti dijalankan) seperti ‘rambu peringatan’, ‘rambu larangan’, ‘“rambu perintah’ dan ‘rambu petunjuk’.

 Kalau tidak mematuhinya, pasti kekacauan yang mengakibatkan kecelakaan, kerusakan harta benda, kecederaan bahkan kematian yang sia-sia bagi manusia. yang berada di lalu lintas jalan. Seperti itu pulalah yang akan terjadi dalam kehidupan ini yang mesti dihindari jika tidak menuruti petunjuk dan peraturan-Nya.

  Jadi itulah maksudnya dari “sesuati yang ditakuti (almarhūbu)” yaitu takut menjadi pelanggar, pembangkang perintah yang dibuat-Nya demi menjaga keteraturan dan ketertiban serta keselamatan dalam menjalani hidup di dunia  - bahkan kehidupan di akhirat kelak tergantung dari ‘iman dan amal perbutan’ manusia di bumi / dunia.

Sesuatu yang diikuti (almutbū’), (Adz-Dzariyāt/51:50; Ash-Shōffāt/ 37:99).

Karena petunjuk dan ajaran-Nya adalah benar dan menjamin keselamatan hidup manusia di dunia dalam rangka mencapai keselamatan hidup manusia di akhirat.

Sesuatu yang dicintai (almahbūbu), (Al-Baqaroh/2:165; Al-Anfāl/8:2; At-Taubah/9:24).

Karena rahmat dan cinta-Nya amat besar yang tak pernah henti dan tiada habis-habisnya dicurahkan kepada hamba-hamba-Nya yang ‘beriman dan beramal sholeh’ (amanū wa a’milūsh shōlihāti).

 

PENUTUP

            Dengan segala sifat-sifat-Nya yang telah dipaparjelaskan tersebut, maka Dia adalah sesuatu yang pantas disembah. Karena sifat-sifat kesempurnaan-Nya itu, maka Dia adalah sesuatu yang berhak diibadahi, didedikasi, dan dituruti segala perintah dan larangan-Nya serta ajaran-Nya. Jadi sikap kita kepada-Nya mesti loyal dan taat. Hanyalah Dia - Allah swt - memiliki sifat-sifat Mahasempurna. Dialah pencipta serta pemegang kendali dan kekuasaan langit dan bumi dan diantara keduanya di seluruh jagad raya alam semesta ini.

            Apabila ada manusia memperlakukan selain Allah sebagai Allah yang telah menciptakan manusia dan alam semesta sebagai Al-Khaliq, maka perbuatan itu adalah perbuatan tidak pantas, tidak benar, bahkan sesat yang nyata, [10] . Karena itu Allahu Ash-Shomad tidak menghendaki bila manusia mempertuhankan apa dan atau siapa pun selain-Nya.

            Ash-Shomad merupakan salah satu dari 99 nama-nama baik (Asmaul Husna) Allah swt. Ash Shomad memiliki makna bahwa Allah swt adalah dzat yang dibutuhkan oleh semua makhluk ciptaan-Nya. Hakikatnya, hanya kepada Allah-lah tempat bergantung, bersandar, dan mengadu semua makhluk-Nya yang mengharapkan pertolongan-Nya.

            Ditegaskan melalui firman-Nya dalam Al-Qur'an surah ke-16 An-Nahl ayat 53, Allah swt berfirman yang artinya, “Dan segala nikmat yang ada padamu, (datangnya) dari Allah, kemudian apabila kamu ditimpa kesengsaraan, maka kepada-Nyalah kamu meminta pertolongan.” Jadi Ash-Shomad termasuk sifat Allah swt. Artinya, “Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.” Karena Allah adalah Ash-Shomad, maka Dialah yang menjadi tempat mencari perlindungan di saat menghadapi kesulitan. Dia (Allah) kekal dan memenuhi setiap kebutuhan makhluk-Nya. ‘Semua alam ciptaan-Nya bergantung kepada-Nya.’ [11] □

 

Catatan Kaki:

[1] Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf (ta’murūna bilma’rūf - agen pembangunan,), dan mencegah dari yang mungkar - dan menggantinya dengan yang baik - (wa tanhauna ‘anilmunkar - agen perubahan,), dan beriman kepada Allah. [Ali ‘Imran/3:110]

[2] (76).  Ketika malam telah menjadi gelap, dia (Ibrahim) melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata, “Inilah Tuhanku.” Maka ketika bintang itu terbenam dia berkata, “Aku tidak suka dengan yang terbenam.” (77). Lalu ketika dia melihat bulan terbit dia berkata, “Inilah Tuhanku.” Tetapi ketika bulan itu terbenam dia berkata, “Sungguh, jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pasti aku menjadi orang orang-orang yang sesat.” (78). Kemudian ketika dia melihat matahari terbit, dia berkata, “Inilah Tuhanku ini lebih besar.” Tetapi ketika matahari terbenam, dia berkata, “Wahai kaumku! Sungguh, aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.” [Al-An’ām/6:76-78].

[3] Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, “Ya Tuhanku, perlihatkan kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati.” Allah berfirman, “Belum percayakah engkau?” Dia (Ibrahim) menjawab, “Aku percaya, tetapi agar hatiku tenang (mantap).” Dia (Allah) berfirman, “Kalau begitu ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah olehmu kemudian letakkan di atas masing-masing bukit satu bagian, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera.” Ketahuilah bahwa Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana. [Al-Baqaroh/2:260].

[4] Aku hadapkan wajahku kepada (Allah) yang menciptakan langit dan bumi dengan penuh kepasrahan (mengikuti) agama yang benar, dan aku bukanlah yang termasuk orang-orang musyrik (dan ateis / tidak percaya Tuhan). [Al-An’am/6:79].

[5] idem [2]

[6] idem [3]

[7] idem [4]

[8] “Celaka kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah! Tidakkah kamu mengerti? * [Al-Anbiyā’/21:67].

* Asal perkatanya adalah afalā ta’qilūn’? Yang artinya: “maka apakah kalian tidak menggunakan akal?” Kemudian  salinan terjemahannya menjadi “Tidakkah kamu mengerti?

[9] Allāhush-shomad - "Allah tempat meminta segala sesuatu." [Al-Ikhlāsh/ 112:2].

[10] idem [8]

[11] idem [9] □□

 

Kepustakaan:

Jasiman, Lc., Syarah Rasmul Bayan Tarbiyah, Aulia Press, Surakarta 2009.

Marzoeki Jatim, Tarich Nabi-Nabi I, Penerbit Pustaka Antara P.T., Djakarta 1964.

H. Ahmad Faisal Marzuki, B.Sc., M.Sc., Mendirikan Salat Menegakkan Peradaban, Mekar Cipta Lestari, Jakarta, 2022.

ALFATIH, Al-Qur’an Tafsir Per Kata Di Sarikan Dari Tafsir Ibnu Katsir, Terjemahan Qur’an, Pustaka ALFATIH.

https://rasmulbayantarbiyah.wordpress.com/2013/04/28/a-3-makna-ilah/

https://tafsiralquran.id/kisah-nabi-ibrahim-mencari-tuhan-melalui-matahari-dalam-al-quran/

www detik com. □□□

Blog Archive