KATA PENGANTAR
Tulisan yang bertemakan “Potret Buruk Islam Di
Mata Barat, 10 Tesis Anti Kebencian” dari Chandra P. Anom, Jakarta yang telah
mempostingkannya kepada pengutip (AFM). Judul asli: “Feinbild Islam – Zehn Thesen gegen Hass” oleh Jürgen Todenhöfer anggota
parlemen Jerman dari partai CDU (Kristen-Demokrat). Ditulis oleh Yudi Nurul
Ihsan Mahasiswa Indonesia S3, Jerman.
Mudah-mudahan bermanfaat hendaknya bagi para
pembaca, karena kita telah mendapat gambaran persoalan Barat dan dunia Islam
dari pendapat orang Barat sendiri tentang dunia Islam yang sebenarnya. □ AFM
POTRET BURUK ISLAM DI MATA BARAT,
10 TESIS ANTI KEBENCIAN
Judul asli: “Feinbild Islam – Zehn Thesen
gegen Hass”
Oleh:
Jürgen
Todenhöfer
Anggota parlemen Jerman
Dari partai CDU
(Kristen-Demokrat)
Ditulis oleh:
Yudi Nurul
Ihsan
Mahasiswa
Indonesia S3, Jerman
PENDAHULUAN
J |
ürgen
Todenhöfer adalah seorang politikus dari partai CDU (Kristen-Demokrat) yang
pernah 18 tahun duduk di parlemen Jerman. Jürgen Todenhöfer, telah membaca
Quran. Setelah membaca, mengamati dan berpikir, Todenhöfer menulis. Hasilnya
sebuah buku dengan judul “Feinbild Islam
– Zehn Thesen gegen Hass” (“Potret Buruk Islam - 10 Tesis Anti
Kebencian”), yang terbit di akhir tahun 2011. Ringkasan buku tersebut sebagai
berikut dibawah ini.
TESIS PERTAMA
BARAT LEBIH “BRUTAL”
DARI DUNIA ISLAM
Todenhöfer, dalam tesis pertama, mengingatkan
fakta sejarah yang sering terlupa di dua abad terakhir. Barat jauh lebih brutal
daripada dunia Muslim. Jutaan warga sipil Arab tewas sejak kolonialisme
dimulai. Atas nama kolonialisasi, Prancis pernah membunuh lebih dari dua juta
penduduk sipil di Aljazair, dalam kurun waktu 130 tahun. Atas nama
kolonialisasi, Italia pernah menggunakan phosphor dan gas mustard untuk
menghabisi penduduk sipil di Libya. Atas nama kolonialisasi, Spanyol juga
pernah menggunakan senjata kimia di Marokko.
Tidak berbeda di era setelah perang dunia
kedua. Dalam invansi perang Teluk kedua, semenjak tahun 2003, UNICEF
menyebutkan, 1,5 juta penduduk sipil Irak terbunuh. Sepertiganya anak-anak.
Tidak sedikit dari korban terkontaminasi amunisi uranium. Di Baghdad hampir
setiap rumah kehilangan satu anggota keluarganya. Sebaliknya, di dua abad
terakhir, tidak satupun negara Islam menyerang, mengintervensi,
mengkolonialisasi Barat. Perbandingan jumlah korban mati di dunia Islam dibanding
Barat adalah 10:1. Problema besar dunia, di dua abad belakangan ini, bukan
kebrutalan Islam, tapi kebrutalan beberapa negara-negara Barat.
TESIS KEDUA
MEMPROMOSIKAN ANTI-TERORISME,
MELAHIRKAN TERORISME
Terorisme jelas tidak dibenarkan. Menilik secara
objektif, terorisme justru lahir dari politik anti-terorisme Barat yang keliru.
“Seorang pemuda muslim,” tulis Todenhöfer, “yang secara rutin memantau berita
di televisi, hari demi hari, tahun demi tahun, akan situasi di Irak,
Afghanistan, Pakistan, Palestina dan di tempat lain, di mana perempuan,
anak-anak dan penduduk sipil, dihabisi oleh Barat dengan brutal, justru
diprovokasi untuk menjadi seorang teroris.”
Beruntung saja, sebagian besar pemuda Islam
tidak terpancing. Mereka memilih jalan yang berbeda. Di Tunisia, Mesir, Libya,
Marokko, dan negara-negara muslim lainnya, mereka menjawab ketidak-adilan yang
menimpa mereka melalui jalan demokrasi dan teriakan kebebasan, bukan teror dan
kekerasan.
TESIS KETIGA
TERORIME: FENOMENA DUNIA,
BUKAN FENOMENA ISLAM
Pemeo favorit di setiap diskursi bertemakan
terorisme: “Tidak setiap muslim teroris, tapi seluruh teroris adalah muslim.” Selain
jauh dari benar, dengan data dan fakta, propaganda ini mudah dipatahkan.
Data resmi Badan Kepolisian Eropa, Europol,
menyebutkan: Dari 249 aksi teror di tahun 2010, hanya tiga yang pelakunya
berlatar belakang Islam. Bukan 200, bukan 100 – tapi tiga! Data di tahun-tahun
sebelumnya, juga tidak kalah mengejutkan: Dari 294 aksi terror di tahun 2009, hanya
satu yang berlatar belakang Islam. Hanya satu dari 515 aksi teror di tahun
2008. Hanya empat dari 583 di tahun 2007.
TESIS KEEMPAT
HUKUM INTERNASIONAL UNTUK SEMUA
Di hadapan hukum internasional, dunia Barat selalu
mentematisir, dan merekam dengan baik, 3500 korban terorisme yang jatuh atas
nama “teror-Islam” semenjak pertengahan 1990-an (termasuk korban WTC, pada
11/9). Tapi mengapa ratusan-ribu warga sipil yang terbunuh dalam intervensi di
Irak tidak pernah ditematisir?
Lebih jauh, Todenhöfer bertanya kritis:
“Mengapa elite Barat, tidak pernah sekalipun menimbang; membawa George W. Bush
dan Tony Blair ke hadapan mahkamah internasional, atas serangan sepihaknya ke
Irak? Apakah hukum internasional hanya berlaku untuk orang-orang non-Barat?”
Perang, bukan jawaban untuk aksi-aksi terorisme. Perang, hanya manis untuk
mereka yang tidak mengenalnya. Teroris yang membunuh orang-orang tidak berdosa,
bukanlah pejuang kebebasan, bukan pahlawan, bukan pula syuhada. Mereka
mengkhianati agama mereka. Mereka adalah pembunuh.
TESIS KELIMA
MUSLIM, TOLERANSI DAN “PERANG SUCI”
Bukan Muslim, yang atas nama kolonialisasi
membunuh 50 juta nyawa di seantero Afrika dan Asia. Bukan Muslim, yang atas
nama perang dunia pertama dan kedua menghabiskan 70 juta nyawa. Bukan pula
Muslim, yang menggencarkan genosida terhadap 6 juta orang-orang Yahudi. Islam
tidak mengenal kata suci dalam kaitannya dengan perang. Jihad bermakna sungguh-sungguh di jalan
Tuhan. Tidak ada satu
tempat pun di Quran yang memaknakan jihad dengan perang suci. Karena perang tidak pernah suci, dan kesucian hanya
ada di jalan perdamaian.
TESIS KEENAM
KONTEKSTUAL QUR’AN DAN ISLAM-TERORIS
Permasalahan besar dalam perdebatan Quran di dunia
Barat, adalah setiap orang bernafsu membicarakannya, sangat-sangat sedikit yang
pernah membacanya (Kitab Sucinya secara penuh).
Sebagian besar mereka tidak lagi rasional
dan ilmiah. Hanya mengutip beberapa tekstual yang mengesankan Islam pro
“perang” tanpa pernah mau tahu konteksnya. Padahal pesan-pesan Quran yang
dikesankan seperti itu, spesifik diterima Muhammad (saw), dalam konteks perlawanan antara penduduk Mekkah dan Madinah,
waktu itu. Seperti Musa dan Isa, Muhammad tidak dilahirkan pada situasi dunia
yang sedang vakum, apalagi damai. Mereka hadir pada saat moralitas dunia
bobrok, penuh perang, perjuangan dan perlawanan. Adalah sangat lumrah beberapa
tekstual yang terkesan pro “perang” itu bisa ditemukan di Quran, semudah bisa
ditemukan di kitab Perjanjian Lama dan kitab Perjanjian Baru.
Secara semantis, diksi “islam-teroris”,
“kristen-teroris” atau “yahudi-teroris” adalah sebuah penyesatan bahasa.
Terorisme, menurut Todenhöfer, berdiri di atas instrumen setan, tidak boleh
dikaitkan dengan kesucian Tuhan dan keagamaan. Memang benar, di dalam Islam,
Kristen, atau Yahudi ada ideologi teror - tapi bukan ajaran agamanya. Ideologi
ini tidak mengantarkan mereka ke surga, tapi ke neraka.
TESIS KETUJUH
FAKTA ATAU DIBUAT-BUAT SEPERTI FAKTA (“FAKE”)?
Kalimat andalan kritikus anti-Islam di Barat: “Siapa
yang menginginkan panggilan azan terdengar di kota-kota kami, harus membiarkan
juga lonceng gereja berbunyi di kota-kota mereka!” Padahal nyatanya di Teheran,
Iran, misalnya, berdiri banyak gereja. Loncengnya berbunyi tidak jarang, dan
tidak pelan. Lebih jauh, anak-anak kristen memiliki pelajaran agamanya sendiri
(sesuatu yang lux untuk anak-anak muslim di Barat). Barat mengidentifikasi jilbab sebagai simbol
pengekangan dan ketertindasan. Dari survey resmi, wanita-wanita pemakai jilbab,
yang begitu dipedulikan Barat itu, justru berkata bukan (atas kesadaran
pribadi). Sinisme jilbab, sebagian besar justru datang dari mereka yang tidak
berjilbab dan anti-jilbab. Memaksa seseorang berjilbab, jelas menyalahi hak
asasi. Tidak jauh berbeda, dari prosesi pemaksaan untuk melepasnya.
Barat menuduh perempuan-perempuan Islam
tidak berpendidikan. Fakta dari dunia Islam menjawab lain. Secara statistik,
perempuan di negara-negara mayoritas Islam, justru lebih berpendidikan
dibanding Barat: 30% Profesor di Mesir perempuan, padahal di Jerman jumlahnya
hanya sekitar 20%. Lebih dari 60% mahasiswa di Iran adalah perempuan. Di Uni
Emirat Arab, sudah semenjak tahun 2007, mahasiswa perempuan menginjak angka
yang sulit dipercaya: 77%.
TESIS KEDELAPAN
SEORANG ISLAM=SEORANG KRISTEN=
SEORANG YAHUDI
Tidak ada seorang bayi pun terlahir sebagai
seorang teroris. Barat harus memperlakukan seorang Muslim, persis seperti
seperti mereka memperlakukan seorang Kristen atau Yahudi. Tidak jarang kita
dengar politikus dan aktivis Barat, demonstratif, mengumbar kalimat penuh
kebencian terhadap Islam. Frank Graham, penasehat George W. Bush, menyebut
Islam sebagai “agama iblis dan sihir”. Politikus kanan Belanda, Geert Wilders,
menyebut Islam sebagai “agama fasis”. Thilo Sarrazin, politikus Jerman
memberikan thesis: “Secara genetis, anak-anak dari keluarga Islam, dilahirkan
di bawah tingkat kecerdasan rata-rata.
“Bayangkan sejenak, jika Frank Graham, Greet
Wilders, dan Thilo Sarrazin mengganti objek tesis-nya bukan kepada “Islam”,
tetapi menjadi “Yahudi” atau “Kristen”. Tidakkah ucapan seperti itu akan
menjadi badai kemarahan yang dahsyat? Mengapa Barat boleh mengatakan hal-hal
penuh fasistik dan rasis terhadap Islam, yang justru di kalangan orang-orang
Kristen dan Yahudi sesuatu yang tabu? Barat harus mengakhiri demonisasi Islam
dan Muslim.
TESIS KESEMBILAN
MUSLIM MELAWAN TEROR
Di tesis kesembilan, Todenhöfer mengajak umat
Islam, melalui sebuah reformasi sosial, menjejak Nabi Muhammad (saw) yang berjuang untuk sebuah Islam
yang beradab dan toleran. Untuk tatanan ekonomi dan politik yang dinamis, bukan
statis - sambil mempertahankan identitas keagamaannya. Untuk persamaan yang
penuh, pria dan wanita. Untuk kebebasan beragama yang nyata.
Tidak seperti politikus umumnya, Muhammad (saw), bukan seorang reaksioner. Dia
adalah seorang revolusioner, berani berpikir dan berani mematahkan belenggu
tradisi. Islam di masa Muhammad (saw)
bukanlah agama stagnan, apalagi regresif, tetapi pembaruan dan perubahan.
Muhammad (saw) berjuang untuk perubahan sosial, ia pahlawan orang miskin dan
orang lemah. Dia mengangkat hak-hak kaum perempuan, yang di periode sebelumnya
nyaris tidak ada. Muhammad (saw) bukan
seorang fanatik atau seorang ekstrimis. Dia hanya ingin membawa orang-orang
Arab, yang kala itu terjebak pada belenggu politeistik, untuk kembali ke sumber
aslinya yang murni, agama Ibrahim, persis seperti yang disuarakan Musa dan Isa.
Terorisme, yang berada di sekelumit dunia Islam pada hari ini adalah distorsi
ajaran Muhammad (saw). Ini adalah
kejahatan melawan Islam. Dunia Islam tidak boleh membiarkan citra baik Islam,
yang dibangun Muhammad (saw) 14 abad
yang lalu, dihancurkan seketika oleh ideologi kriminal ini. Dunia Islam perlu
memerangi ideologi terorisme ini, persis seperti Muhammad (saw) memerangi berhala-berhala dari periode pra-Islam.
TESIS KESEPULUH
POLITIK BUKAN PERANG
Kalimat bijak pernah mengajarkan: “Ketika kamu tidak bisa menaklukan musuhmu, peluk dia!" Masalah kompleks di Timur Tengah, hanya bisa diselesaikan dengan jalur politik, bukan dengan perang. Barat harus membuka pintu diskusi yang lebih lebar untuk dunia Islam. Barat harus membuka ruang bilateral dan unilateral lebih besar untuk negara-negara Arab. Kesatuan dan stabilitas yang pernah terjadi di Uni Eropa, nyatanya, tidak berdiri di atas invansi senjata, tapi di atas politik diplomatisasi yang penuh visi. Sebuah visi akan sebuah dunia, yang setiap negara di dalamnya dihargai. Sebuah penghargaan yang tanpa diskriminasi. Politik anti-diskriminasi yang dibangun di atas keadilan dan kebebasan, bukan perang, apalagi penindasan.[AFM/ SAT/6162012/1:06AM]