PENERAPAN
PRINSIP
AMAR
MAR’UF DAN NAHI MUNGKAR
DALAM
MASYRAKAT MODEREN
A. Faisal Marzuki
“Kamu (umat
Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh
(berbuat) yang ‘ma’ruf’ - ‘agent of development’, dan mencegah dari
yang ‘mungkar’ - ‘agent of change’, dan beriman kepada
Allah.” (QS Āli ‘Imrān 3:110).
“Barangsiapa
di antara kamu melihat sesuatu yang mungkar hendaklah ia mengubahnya dengan
tangannya, kalau tidak dapat maka dengan lisannya, dan kalau tidak dapat maka
dengan hatinya, dan itulah selemah-lemah iman.” (HR Muslim).
D
|
alam kehidupan bermasyarakat ada
kaidah-kaidahnya yang perlu dipegang sebagai aturan atau prinsip dalam hidup
bermasyarakat dalam suatu negara. Apalagi hidup di jaman sekarang yang bukan
lagi di jaman purba - sekarang jaman “modern”.
Suatu negara yang potensi tanahnya yang cocok
untuk bertani (kelapa sawit, vitamin dan obat-obatan nabati, bumbu masak, dst) mesti
dikembangkan menjadi “industri pertanian”. Tanahnya yang mengandung bahan-bahan
logam (besi, alumunium, tembaga, emas, gas dan minyak, dst) mesti dibangun “industri
manufacturing”. Lautnya sebagai sumber pangan (ikan, kerang, udang dst) dan
tambang (minyak dan gas), mesti dikembangkan menjadi “industri pangan dan mineral”.
Belum lagi sebagai negara tropis yang tanaman pohonnya hidup sepanjang tahun.
Daya Sumber Alam (SDA) yang ada tersebut perlu
diolah melalui Pertanian, Industri Manufakturing dan Perdagangan. Dalam
bernegara kalau importnya lebih banyak dari pada eksportnya, namanya salah
urus. Juga menjual bahan baku yang belum diolah (nilai tambahnya “nol”
dibanding menjadi barang jadi yang ‘added
value’nya menjadi tinggi) - apalagi bahan bakunya ada di negara itu
sendiri. Perlu diketahui juga bahwa Industri Manufakturing adalah penyerap
tenaga kerja yang baik yang diperlukan sekali bagi warga negara sebagai
lapangan kerjanya, disamping usaha-usaha lainnya, sebagai efek berlipatganda
jalannya roda ekonomi suatu negara.
Hal tersebut diatas perlu dikelola dengan baik,
kalau tidak “kufur nikmat” - dosa. Sebagaimana peribahasa para cendikia
nusantara menyebutkan “Ayam Mati di Lumbung Padi” - makna tersiratnya
seharusnya tidak terjadi.
Ayam Mati di Lumbung Padi, terjadi juga. Kenapa?
Dalam kehidupan bermasyarakat ada kaidah-kaidahnya yang perlu dipegang sebagai
aturan atau prinsip dalam hidup bermasyarakat dalam suatu negara. Setiap
anggota masyarakat itu bisa menjadi maju, kalau memegang Hukum Pembangunan
kehidupan Sosial Kemasyarakatan yaitu,
“amar ma’ruf” (“agent of development”) dan “nahi munkar” (“agent of change”).
Artinya setiap ada potensi yang baik (SDA) maka
kembangkanlah, ini disebut “amar ma’ruf”
(“agent of development”). Setiap ada
kesempatan penyalah gunaan kekuasaan (Korupsi Uang dan Korupsi Kekuasaan yang
digunakan bukan untuk kemashlahatan umum/rakyat warga dari negara tersebut
jegahlah atau gantilah, ini disebut “nahi
munkar” (“agent of change”).
Menjalankan amar
ma'ruf dan nahi munkar merupakan
tanggung jawab bersama dalam membangun apa-apa yang diperlukan bagi masyarakat
dan menyelamatkan masyarakat dari apa-apa yang yang akan menjadi bencana dalam
kehidupan masyarakat. Tidak terencana dan atau terlaksananya pembangunan
masyarakat dengan baik, atau membiarkan suatu kejahatan dan kemungkaran tanpa
ada reaksi mencegahnya, berarti mengundang bencana - bukan menjadi maju.
Dalam ungkapan bahasa yang sering kita dengar
untuk peristiwa tersebut adalah “murka” Allah swt, karena sunatullah dalam bermasyarakat tidak dipenuhi oleh
masyarakat itu sendiri sebagaimana diungkapkan dalam Firman Allah ‘Azza wa Jalla yang artinya:
“Kamu (umat
Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh
(berbuat) yang ‘ma’ruf’ - ‘agent of development’, dan mencegah dari
yang ‘mungkar’ - ‘agent of change’, dan beriman kepada
Allah.” (QS Āli ‘Imrān 3:110).
Malah Siti Aisyah ra berkata, dia mendengar Rasulullah saw bersabda, “Allah menyiksa suatu negeri berpenduduk delapan
belas ribu orang, padahal mereka beribadah sebagaimana ibadah nabi-nabi.” Para
sahabat bertanya sebabnya.
“Karena, mereka tidak marah (mencegahnya) ketika
ada orang merusak nama (melanggar ketetapan sunatullah) Allah, tidak menegakkan
amar ma'ruf (selaku agent of development),
dan tidak mencegah orang-orang yang berbuat munkar (selaku agent of change)”, seperti yang diungkapkan oleh Imam Al-Ghazali
dalam kitab Ihya' Ulumuddin.
Untuk mencegah meluasnya kemungkaran, Rasulullah
saw bersabda yang artinya:
“Barangsiapa
di antara kamu melihat sesuatu yang mungkar hendaklah ia mengubahnya dengan
tangannya, kalau tidak dapat maka dengan lisannya, dan kalau tidak dapat maka
dengan hatinya, dan itulah selemah-lemah iman.” (HR Muslim).
Mencegah kemungkaran dengan hati (perasaan) yang
tidak pasif dan apatis, melainkan sabar yang proaktif - ada usaha tapi masih terbatas.
Mencegah dengan hati nurani (kesadaran yang paling dalam dan timbul dari hati bersih)
yang dibuktikan melalui sikap nonkooperatif terhadap kemungkaran, apalagi
dilakukan berjuta-juta orang akan menjadi faktor kekuatan dahsyat untuk
mengadakan perubahan.
Demikianlah salah satu makna dari prinsip
membangun di jaman yang disebut moderen ini wajib melaksanakannya seperti yang disebut amar ma’aruf, dimana
pelakunya disebut sebagai agent of
development. Selanjutnya, prinsip mencegah dan menggantinya dengan yang
lebih baik nahi munkar, dimana
pelakunya sebagai agent of change.
Sikap dan perbuatan semacam itulah wajib ditegakkan dalam hidup
bermasyarakat dalam suatu negara, sebagagaimana disebutkan dalam Qur’an Surah ke-3, Āli
‘Imrān ayat 110 dan Hadits yang diriwayatkan oleh Siti ‘Aisyah yang diungkapkan
oleh Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya'
Ulumuddin, serta Hadits Riwayat Muslim. Billāhit Taufiq wal-Hidāyah. Germantown, MD. 7 Rajab 1441 / 2 Maret
2020 M. □ AFM