Monday, March 2, 2020

Penerapan Amar Maruf dan Nahi Munkar







PENERAPAN PRINSIP
AMAR MAR’UF DAN NAHI MUNGKAR
DALAM MASYRAKAT MODEREN
A. Faisal Marzuki

“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang ‘ma’ruf’ - ‘agent of development’, dan mencegah dari yang ‘mungkar’ - ‘agent of change’, dan beriman kepada Allah.” (QS Āli ‘Imrān 3:110).

“Barangsiapa di antara kamu melihat sesuatu yang mungkar hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya, kalau tidak dapat maka dengan lisannya, dan kalau tidak dapat maka dengan hatinya, dan itulah selemah-lemah iman.” (HR Muslim).


D
alam kehidupan bermasyarakat ada kaidah-kaidahnya yang perlu dipegang sebagai aturan atau prinsip dalam hidup bermasyarakat dalam suatu negara. Apalagi hidup di jaman sekarang yang bukan lagi di jaman purba - sekarang jaman “modern”.

Suatu negara yang potensi tanahnya yang cocok untuk bertani (kelapa sawit, vitamin dan obat-obatan nabati, bumbu masak, dst) mesti dikembangkan menjadi “industri pertanian”. Tanahnya yang mengandung bahan-bahan logam (besi, alumunium, tembaga, emas, gas dan minyak, dst) mesti dibangun “industri manufacturing”. Lautnya sebagai sumber pangan (ikan, kerang, udang dst) dan tambang (minyak dan gas), mesti dikembangkan menjadi “industri pangan dan mineral”. Belum lagi sebagai negara tropis yang tanaman pohonnya hidup sepanjang tahun.

Daya Sumber Alam (SDA) yang ada tersebut perlu diolah melalui Pertanian, Industri Manufakturing dan Perdagangan. Dalam bernegara kalau importnya lebih banyak dari pada eksportnya, namanya salah urus. Juga menjual bahan baku yang belum diolah (nilai tambahnya “nol” dibanding menjadi barang jadi yang ‘added value’nya menjadi tinggi) - apalagi bahan bakunya ada di negara itu sendiri. Perlu diketahui juga bahwa Industri Manufakturing adalah penyerap tenaga kerja yang baik yang diperlukan sekali bagi warga negara sebagai lapangan kerjanya, disamping usaha-usaha lainnya, sebagai efek berlipatganda jalannya roda ekonomi suatu negara.

Hal tersebut diatas perlu dikelola dengan baik, kalau tidak “kufur nikmat” - dosa.  Sebagaimana peribahasa para cendikia nusantara menyebutkan “Ayam Mati di Lumbung Padi” - makna tersiratnya seharusnya tidak terjadi.

Ayam Mati di Lumbung Padi, terjadi juga. Kenapa? Dalam kehidupan bermasyarakat ada kaidah-kaidahnya yang perlu dipegang sebagai aturan atau prinsip dalam hidup bermasyarakat dalam suatu negara. Setiap anggota masyarakat itu bisa menjadi maju, kalau memegang Hukum Pembangunan kehidupan Sosial Kemasyarakatan yaitu, amar ma’ruf” (“agent of development”) dan “nahi munkar” (“agent of change”).

Artinya setiap ada potensi yang baik (SDA) maka kembangkanlah, ini disebut “amar ma’ruf” (“agent of development”). Setiap ada kesempatan penyalah gunaan kekuasaan (Korupsi Uang dan Korupsi Kekuasaan yang digunakan bukan untuk kemashlahatan umum/rakyat warga dari negara tersebut jegahlah atau gantilah, ini disebut “nahi munkar” (“agent of change”).

Menjalankan amar ma'ruf dan nahi munkar merupakan tanggung jawab bersama dalam membangun apa-apa yang diperlukan bagi masyarakat dan menyelamatkan masyarakat dari apa-apa yang yang akan menjadi bencana dalam kehidupan masyarakat. Tidak terencana dan atau terlaksananya pembangunan masyarakat dengan baik, atau membiarkan suatu kejahatan dan kemungkaran tanpa ada reaksi mencegahnya, berarti mengundang bencana - bukan menjadi maju.

Dalam ungkapan bahasa yang sering kita dengar untuk peristiwa tersebut adalah “murka” Allah swt, karena sunatullah dalam bermasyarakat tidak dipenuhi oleh masyarakat itu sendiri sebagaimana diungkapkan dalam Firman Allah ‘Azza wa Jalla yang artinya:

“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang ‘ma’ruf’ - ‘agent of development’, dan mencegah dari yang ‘mungkar’ - ‘agent of change’, dan beriman kepada Allah.” (QS Āli ‘Imrān 3:110).

Malah Siti Aisyah ra berkata, dia mendengar Rasulullah saw bersabda, “Allah menyiksa suatu negeri berpenduduk delapan belas ribu orang, padahal mereka beribadah sebagaimana ibadah nabi-nabi.” Para sahabat bertanya sebabnya.

“Karena, mereka tidak marah (mencegahnya) ketika ada orang merusak nama (melanggar ketetapan sunatullah) Allah, tidak menegakkan amar ma'ruf (selaku agent of development), dan tidak mencegah orang-orang yang berbuat munkar (selaku agent of change)”, seperti yang diungkapkan oleh Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya' Ulumuddin.

Untuk mencegah meluasnya kemungkaran, Rasulullah saw bersabda yang artinya:

“Barangsiapa di antara kamu melihat sesuatu yang mungkar hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya, kalau tidak dapat maka dengan lisannya, dan kalau tidak dapat maka dengan hatinya, dan itulah selemah-lemah iman.” (HR Muslim).

Mencegah kemungkaran dengan hati (perasaan) yang tidak pasif dan apatis, melainkan sabar yang proaktif - ada usaha tapi masih terbatas. Mencegah dengan hati nurani (kesadaran yang paling dalam dan timbul dari hati bersih) yang dibuktikan melalui sikap nonkooperatif terhadap kemungkaran, apalagi dilakukan berjuta-juta orang akan menjadi faktor kekuatan dahsyat untuk mengadakan perubahan.

Demikianlah salah satu makna dari prinsip membangun di jaman yang disebut moderen ini wajib melaksanakannya seperti yang disebut amar ma’aruf, dimana pelakunya disebut sebagai agent of development. Selanjutnya, prinsip mencegah dan menggantinya dengan yang lebih baik nahi munkar, dimana pelakunya sebagai agent of change.

Sikap dan perbuatan semacam itulah wajib ditegakkan dalam hidup bermasyarakat dalam suatu negara, sebagagaimana disebutkan dalam Qur’an Surah ke-3, Āli ‘Imrān ayat 110 dan Hadits yang diriwayatkan oleh Siti ‘Aisyah yang diungkapkan oleh Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya' Ulumuddin, serta Hadits Riwayat Muslim. Billāhit Taufiq wal-Hidāyah. Germantown, MD. 7 Rajab 1441 / 2 Maret 2020 M. □ AFM

Blog Archive