PENGERTIAN NILAI
HIDUP BERMASYARAKAT
Oleh: A. Faisal Marzuki
Pengertian ‘nilai’ (value)
adalah, “a principle, standart, or quality regarded as worthwhile or desirable”,
yakni ‘nilai’ maknanya prinsip, standar atau kualitas yang dipandang bermanfaat dan sangat
diperlukan. ‘Nilai’ adalah “suatu keyakinan dan kepercayaan yang menjadi dasar
bagi seseorang atau sekolompok orang untuk memilih tindakannya, atau menilai
suatu yang bermakna bagi kehidupannya. [Webster 1984]
ilai adalah
standar tingkah laku, keindahan, keadilan, dan efisiensi yang mengikat manusia dalam hablum minan nās (hubungan bermuamalah, interaksi)
sesama manusia dan sepatutnya dijalankan
serta dipertahankan. Nilai adalah bagian dari potensi manusiawi selaku
individual maupun komunal, yang
berada dalam dunia rohaniah (kesadaran, consciousness), ada tapi
tidak dapat dilihat, tidak dapat diraba, dan sebagainya. Namun sangat kuat
pengaruhnya serta penting peranannya dalam setiap perbuatan dan penampilan
seseorang.
Nilai adalah
suatu pola normatif, yang menentukan tingkah laku yang diinginkan bagi suatu sistem yang ada kaitannya dengan lingkungan sekitar tanpa
membedakan fungsi sekitar bagian-bagiannya. Nilai tersebut lebih mengutamakan
berfungsinya pemeliharaan pola dari sistem sosial (hidup bermuamalah, habblum minan nās) manusia.
Dari definisi tersebut
dapat kita ketahui dan dirumuskan, bahwasanya nilai adalah suatu tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup sistem kepercayaan, dimana seseorang harus bertindak atau
menghindari suatu tindakan, atau mengenai suatu yang tidak pantas atau yang
pantas dikerjakan, dimiliki dan dipercayai. Nilai yang baik dan sudah baku
itu perlu dimasyarakatkan atau diajarkan, agar generasi berikut berjalan sesuai
dengan nilai-nilai itu.
Dalam
proses belajar mengajar dapat diartikan sebagai pendidikan yang mana ‘nilai’
dijadikan sebagai tolok ukur
dari keberhasilan yang akan dicapai, dalam hal ini kita sebut dengan pendidikan ‘nilai’.
Pendidikan ‘nilai’ adalah penanaman dan pengembangan nilai-nilai dalam diri seseorang. Suatu ‘nilai’
ini menjadi pegangan bagi seseorang yang
dalam hal ini adalah siswa atau peserta didik, ‘nilai’
ini nantinya akan diinternalisasikan, dipelihara dalam proses belajar mengajar
serta menjadi pegangan hidupnya.
Memilih ‘nilai’
secara bebas berarti bebas dari tekanan apapun. Nilai-nilai yang ditanamkan
sejak dini bukanlah suatu ‘nilai’ yang penuh bagi seseorang. Situasi tempat, lingkungan,
hukum dan peraturan dalam sekolah, bisa ‘memaksakan’ suatu nilai yang tertanam pada diri manusia yang pada
hakikatnya tidak disukainya-pada taraf ini semuanya itu bukan merupakan nilai
orang tersebut. Sehingga nilai dalam arti sepenuhnya adalah nilai yang kita
pilih secara bebas yang pilihannya dilakukan dengan ‘kesadaran’
penuh dalam ‘kepribadian yang matang (mature)’.
Khususnya nilai-nilai
ajaran
Islam dalam interaksi bersosial
kemasyarakatan dalam proses
pembelajaran yang nantinya disajikan beberapa nilai-nilai yang akan diterapkan
dan dilaksanakan secara langsung dalam proses belajar mengajar oleh pengajar
(Kiayi, Buya, Syeikh,
Ustadz, Murabbi, Guru, Pemimpin, Senior). Sehingga dari situlah realisasi dari
pada nilai itu terlaksana dengan baik, nilai-nilai ajaran Islam dalam interaksi bersosial kemasyarakatan sebagaimana
firman-Nya yang artinya sebagai berikut:
Wahai manusia! Sungguh, Kami (Allah) telah
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami
(Allah) jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling
mengenal (ta’aruf). (QS Al-Hujurāt 49:13)
Sesungguhnya Allah, ● Menyuruh (kamu): Berlaku adil; Berbuat
kebajikan; Memberi bantuan kepada kerabat.
● Dia melarang (melakukan): Perbuatan keji; Kemungkaran, dan Permusuhan.
● Dia memberi: Pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.
(QS
Surat An-Nahl 16:90)
Dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan
janganlah kamu tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. (QS Al-Mā’idah 5:2)
...orang-orang yang beriman dan mengerjakan
kebajikan, maka mereka akan mendapat pahala yang tidak ada putus-putusnya. [QS At-Tīn 95:6]
Aku (Allah) tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan agar mereka beribadah (menyembah dan mengikuti perintah-Nya)
kepada-Ku (Allah). [QS Adz-Dzāriyāt
53:56]
Lanjutan dari
beribadah kepada-Nya adalah perintah-Nya untuk memakmurkan bumi sebagaimana
firman-Nya yang artinya:
Dia (Allah) telah menciptakanmu dari bumi
dan menjadikan kamu (umat manusia) pemakmurnya. [QS Hūd 11:61]
Sebenarnya kalau saja hidup manusia itu
berdasarkan kepada adanya “iman dan dengan iman itu berbuat kebaikan” seperti
tersebut diatas maka jalan kemakmuran
dan perdamaian yang kekal akan tercapai. Bagaimana cara? Caranya adalah setiap
bangsa atau negara jika menegakkan ta’aruf
(saling mengenal); tafahum (saling
memahami); ta’awun (kerja sama); itsar (saling membela dan tidak
bertengkar), maka damailah dan makmurlah manusia di bumi ini.
Jadi nilai-nilai
Islam pada hakikatnya adalah kumpulan
dari prinsip-prinsip hidup, ajaran-ajaran tentang bagaimana seharusnya manusia
menjalankan kehidupannya di dunia ini, yang satu prinsip dengan lainnya saling
terkait membentuk satu kesatuan yang utuh tidak dapat dipisah-pisahkan.
NILAI-NILAI DALAM AJARAN ISLAM
Nilai-nilai keislaman
merupakan bagian dari nilai material yang terwujud dalam kenyataan pengalaman
rohani dan jasmani. Nilai-nilai Islam merupakan tingkatan integritas
kepribadian yang mencapai tingkat budi (mature, insan kamil). Nilai-nilai Islam bersifat mutlak
kebenarannya, universal dan suci. Kebenaran dan kebaikan agama mengatasi rasio,
perasaan, keinginan, nafsu-nafsu manusiawi dan mampu melampaui subyektifitas
golongan, ras, bangsa, dan stratifikasi sosial, firman Allah ‘Azza wa Jalla yang artinya:
Wahai orang-orang yang beriman!
Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap
dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia (yang
terdakwa) kaya atau miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatan (kebaikannya).
Maka janganlah engkau mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari
kebenaran. Jika kamu memutar balikkan (kata-kata dalam kesaksian) atau enggan
menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Maha Teliti terhadap segala apa yang kamu
kerjakan. [QS An-Nisā' 4:135]
Dan berbuat baiklah (kepada semua orang dan lingkungan hidup),
sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. [QS Al-Qashash
28:77]
Wahai Manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal (lita'ārafū) satu sama
lainnya. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang
yang paling bertaqwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti. [QS
Al-Hujurāt 49:13]
Nilai-nilai keislaman
atau agama mempunyai dua segi yaitu: “segi normatif” dan “segi operatif”. Segi
normatif menitik beratkan pada pertimbangan baik buruk, benar
salah, hak dan batil, diridhoi atau tidak. Sedangkan segi operatif mengandung
lima kategori yang menjadi prinsip standarisasi prilaku manusia, yaitu baik
buruk, setengan baik, netral, setengah buruk dan buruk. Yang kemudian
dijelaskan sebagai berikut:
1. Wajib
(baik)
Nilai yang baik yang
dilakukan manusia, berarti ada ketaatan dalam menjalankan kebaikan akan memperoleh imbalan jasa (pahala)
karena melakukan kebaikan).
Sebaliknya, nilai yang baik tidak dilakukan, berarti melawan nilai kebaikan,
maka dengan melakukan kedurhakaan akan mendapat sanksi (dosa)
karena melakukan keburukan.
2.
Sunnah (setengah baik)
Nilai baik
tambahan (bonus) yang dapat dilakukan
manusia, sebagai penyempurnaan terhadap nilai yang baik atau wajib, sehingga ketaatan dalam mengerjakannya mendapat imbalan jasa (pahala, kebaikan) dan tidak dikerjakan tidak mendapatkan sangsi.
3.
Mubah (netral)
Nilai yang bersifat
netral, mengerjakan atau tidak, tidak akan berdampak imbalan jasa atau sangsi.
4. Makruh
(setengah baik)
Nilai yang sepatutnya mesti ditinggalkan. Disamping kurang baik, juga memungkinkan
untuk terjadinya kebiasaan yang buruk yang pada akhirnya akan menimbulkan
keharaman.
5. Haram (buruk)
Nilai yang buruk
dilakukan karena membawa kemudharatan dan merugikan diri pribadi maupun
ketenteraman pada umumnya, sehingga apabila subyek yang melakukan akan mendapat
sangsi, baik langsung (di dunia) atau tidak langsung (di akhirat).
Kelima nilai yang tersebut
diatas cakupannya menyangkut seluruh bidang yaitu menyangkut nilai ilahiyah
ubudiyah, ilahiyah muamalah, dan nilai etik insani yang terdiri dari nilai
sosial, rasional, individual, biofisik, ekonomi, politik dan estetik. Dan sudah
barang tentu bahwa nilai-nilai yang jelek tidak dikembangkan dan ditinggalkan.
Namun demikian sama-sama satu nilai kewajiban masih dapat didudukkan mana
kewajiban yang lebih tinggi dibandingkan kewajiban yang lainnya yang lebih
rendah hierarkinya. Hal ini dapat dikembalikan pada hierarki nilai, contohnya:
kewajiban untuk beribadah haruslah lebih tinggi dibandingkan dengan kewajiban
melakukan tugas politik, ekonomi, dan sebagainya. Catatan: Maksud dari
beribadah haruslah lebih tinggi atau didahulukan dari yang lainnya adalah dalam
mengerjakan shalat wajibnya didahulukan. Namun seselesainya shalat, dilanjutkan
lagi, karena politik adalah bagian daripada ibadah muamalah antar hubungan
manusia yang mesti dikerjakan juga,
sebagai manusia khalifah, dan ekonomi adalah bagian dari keperluan untuk
kehidupan manusia, yaitu mencari nafkah, seperti makan, minum, pakaian,
perumahan, pendidikan, transportasi, pendidikan dan kesehatan, serta zakat,
infaq dan sadakah. Disamping itu
masing-masing bidang nilai masih dapat dirinci mana yang esensial dan mana yang
instrumental. Misalnya: pakaian jilbab bagi kaum wanita, ini menyangkut dua
nilai tersebut, yaitu nilai esensial, dalam hal ini ibadah menutup aurat,
sedangkan nilai insaninya (instrumental) adalah nilai estetik, sehingga bentuk,
model,warna, cara memakai dan sebagainya dapat bervariasi sepanjang dapat menutup aurat.
Karena nilai bersifat
ideal dan tersembunyi dalam setiap kalbu manusia, maka pelaksanaan nilai
tersebut harus disertai dengan niat. Niat merupakan i’tikad seseorang yang mengerjakan sesuatu dengan penuh
kesadaran. Dalam hal ini i’tikad
tersebut diwujudkan dalam aktualisasi nilai-nilai Islam dalam proses
pembelajaran pendidikan agama Islam. Dalam proses aktualisasi nilai-nilai Islam
dalam pembelajaran tersebut, diwujudkan dalam proses sosialisasi di dalam kelas
dan diluar kelas. Pada hakikatnya nilai tersebut tidak selalu disadari oleh
manusia. Karena nilai merupakan landasan dan dasar bagi perubahan.
Nilai-nilai merupakan suatu daya
pendorong dalam hidup seseorang pribadi atau kelompok. Oleh karena itu nilai
mempunyai peran penting dalam proses perubahan sosial.
Al-Qur'an sebagai
sumber pedoman bagi umat Islam, di dalamnya mengandung dan membawa nilai-nilai
yang membudayakan manusia. Hampir dua pertiga dari ayat-ayat al-Qur'an
mengandung ayat-ayat motivasi kependidikan bagi umat manusia. Dengan itu maka
pendidikan Islam adalah usaha bimbingan jasmani dan rohani pada tingkat
kehidupan individu dan sosial untuk mengembangkan fitrah manusia berdasarkan
paradigma, ajaran, kaidah, dan hukum-hukum Islam menuju terbentuknya manusia
ideal (insan kamil) yang berkepribadian muslim dan berakhlak yang terpuji.
Sehingga dimanapun dia berada (sebagai pengusaha, pedagang, pekerja, politisi,
pejabat dan pegawai pemerintah dst, dst) menjalankan dengan berintegritas,
berakhlak dan bermoral dalam bekerja dan bertanggung jawab dalam pekerjaannya.
Surat Al-Mā’ūn [1]
termasuk ayat al-Qur'an yang membahas tentang kepedulian sosial dan banyak
memberikan pesan untuk bagaimana nilai-nilai pendidikan Islam yang sangat
bermanfaat dan dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Namun kenyataannya
saat ini banyak dijumpai dikalangan masyarakat Islam yang mampu dari segi
finansial misalnya, tapi mereka enggan menolong sesama manusia. Mereka lebih
suka menghambur-hamburkan harta mereka untuk kesenangan diri. Padahal dengan
harta berlebih itu dapat lebih bermanfaat jika disedekahkan untuk orang yang
membutuhkan. Pemborosan untuk kepentingan diri sendiri dan tidak peduli dengan
keadaan lingkungan kehidupan masyarakatnya bertentangan dengan nilai-nilai
pendidikan Islam, khususnya dalam nilai sosial kemasyarakatan.
Nilai-nilai pendidikan
Islam yang terdapat dalam surat Al-Mā’ūn dapat digunakan sebagai pedoman dalam
bersikap dan berperilaku seperti yang terdapat dalam surat Al-Mā’ūn tersebut
yaitu meliputi:
(1) Nilai pendidikan
tauhid. Bagi orang yang tidak percaya kepada hari pembalasan atau hari
pertanggungan jawab (kiamat), sering tidak takut kepada penyimpangan dari
ajaran kemanusiaan dari Tuhan Pencipta dalam hubungan vertical (hablum
minAllāh), maupun hubungan horizontal (habblum minan nās) sesama manusia dan ekosistimnya,
bahwa nanti harus dipertangung jawabkan kehadirat-Nya apa yang diyakini dan apa
yang dikerjakan di dunia mesti atau mau tidak mau di hari kiamat.
(2) Nilai pendidikan
ibadah shalat, yaitu orang yang menegakkan nilai shalat dan melaksanakan
shalat. Padahal shalat adakah kunci dari hubungan manusia dengan Tuhan
Penciptanya.
(3) Akhlak, meliputi
larangan berbuat riya' (melakukan shalat untuk bisa dilihat orang, padahal
nilai yang terkandung dalam shalat tidak dilakukannya) dan orang-orang yang
enggan menolong orang yang tidak bisa mencukupi kebutuhan hidupnya (kaum fakir
miskin) dan anak yatim (yang kehilangan orang tuanya) mereka belum mampu
bekerja karena masih dibawah usia kerja. Anak yatim perlu makan dan minum,
pendidikan, pakaian, tempat tinggal. Jadi mereka perlu disantuni dalam
kebutuhan hidupnya.
(4) Tugas sosial dalam
bekerja memerlukan moral akhlak integritas. Seperti kejujuran, keadilan, tidak
korupsi walaupun ada kesempatan, dan bertanggungjawab dalam melaksanakan tugas
sosialnya baik dalam berusaha, bekerja dan duduk di badan pemerintahan.
NILAI-NILAI YANG DITUNTUT ISLAM
Dalam filsafat, nilai dibedakan
dalam tiga macam, yaitu: a). Nilai
logika adalah nilai benar salah. b). Nilai estetika adalah nilai indah tidak indah. c). Nilai etika atau moral adalah nilai baik buruk.
Nilai moral adalah
suatu bagian dari nilai, yaitu nilai yang menangani kelakuan baik atau buruk
dari manusia. Moral selalu
berhubungan dengan nilai, tetapi tidak semua nilai adalah nilai moral. Moral
berhubungan dengan kelakuan atau tindakan manusia. Nilai moral inilah yang
lebih terkait dengan tingkah laku kehidupan kita sehari-hari. Menyebutkan adanya 3 macam nilai. Ketiga nilai itu adalah
sebagai berikut:
1) Nilai
material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia atau kebutuhan ragawi manusia.
2) Nilai vital,
yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.
3) Nilai
kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai
kerohanian meliputi:
a. Nilai kebenaran yang perlu
menggunakan akal (rasio, budi, cipta)
manusia sabagai alat bantu dalam
pemahamannya.
b. Nilai keindahan atau nilai estetis yang bersumber
pada unsur perasaan (emotion) manusia dengan nilai ini menambah
dekatkan kepada-Nya, seperti seni kaligarfi al-Qur’an, dekorasi dan
arsitektural masjid, dan seterusnya.
c. Nilai kebaikan atau nilai moral yang bersumber
pada unsur kehendak (karsa, will) manusia dalam
hubungan kemanusian antar sesama Muslim dan Ahlul Kitab lainnya serta
kepercayaan lainnya.
d. Nilai religius yang merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak serta bersumber pada
kepercayaan atau keyakinan manusia.
NILAI DILIHAT DARI SUDUT PANDANG IBADAH
Kaidah pelaksanaan
dimensi sosial kemasyarakat dalam Islam adalah “berbuat baik karena Allah”.
Ibadah dalam sosial kemasyarakatan disebut juga sebagai “ibadah ghaira
mahdhah”, artinya tidak murni semata hubungan dengan Allah, yaitu
ibadah yang di samping sebagai hubungan hamba dengan Allah juga merupakan
hubungan atau interaksi antara hamba dengan makhluk lainnya. Prinsip-prinsip
atau kaidah-kaidah dalam ibadah ini, ada empat yaitu: 1). Keberadaannya, 2).
Tatalaksananya, 3). Bersifat rasional, 4). Azas Manfaat.
NILAI DILIHAT DARI
BEBERAPA SUDUT PANDANGAN LAINNYA
Nilai dapat juga dilihat dari berbagai sudut pandangan, antara lain dari (1) Skala Motivasi Ian
Marshal; (2) Kemapuan Jiwa Manusia; (3) Pendekatan Proses Budaya yang diuraikan
sebagai berikut:
1) Dilihat dari segi Skala Motivasi Ian Marshal
Dilihat dari segi Skala
Motivasi Ian Marshal 1997 Model Maslow dari hasil obervasinya selama 40 tahun dapat dikelompokkan menjadi 2
bagian yaitu, (A) Kebutuhan Tingkat Rendah. (B) Kebutuhan Tingkat Tinggi, lihat
Tabelnya sebagai berikut:
TABEL: Skala Motivasi Hidup Manusia
A) Kebutuhan Tingkat Rendah
A.1. Bertahan
Hidup
-8 Depersonalisasi (Sakit Jiwa)
-7 Malu
dan Rasa Bersalah (Rugi)
-6 Apati (Tak Berguna)
A.2. Rasa
Aman
-5
Keresahan (Kebingungan)
-4 Rasa
Takut (Kecemasan)
-3
Keserakahan (Keinginan)
A.3. Rasa
Memiliki
-2
Kemarahan (Ketersinggungan)
-1
Penonjolan Diri (Keakuan)
------- 0 -------
B) Kebutuhan Tingkat Tinggi
B.1. Harga
Diri
+1
Eksplorasi (Rasa Ingin Tahu)
+2
Sosialisasi dan Kooperasi (Hubungan Baik)
+3
Kekuatan Diri Dalam (Independen)
B.2. Aktualisasi
Diri
+4
Penguasaan (Keahlian)
+5
Generitas (Cinta, Kesukaan)
B.3. Pengalaman
Puncak (SQ – Spiritual Quotion)
+6
Pengabdian Yang Lebih Tinggi
(Kebajikan,
Keadilan, Universal)
+7
Jiwa Dunia (Diri, Alam, Tuhan)
+8
Pencerahan (Kasih Sayang)
Dari Skala Motivasi Hidup Manusia Ian Marshal seperti
dapat dilihat pada Tabel di atas dari motivasi Maslow menunjukkan bahwa
Pengalaman Puncak adalah Kebutuhan Tingkat Tinggi yang terdiri dari atas
kebawah adalah Pencerahan yaitu: Kesadaran yang tinggi akan Ketuhanan yang
mutlak (+8). Kebawahnya adalah Jiwa Dunia yaitu, Kesadaran yang melampaui ruang
dan waktu, memiliki paradigma yang utuh tentang Diri, Orang Lain, Alam dan
Tuhan (+7). Kebawahnya lagi adalah Pengabdian Yang Lebih Tinggi yaitu,
Kesadaran untuk melayani karena nilai-nilai kebajikan, keadilan, kebenaran,
bersifat ksatria, mengikuti panggilan jiwa (+6).
2) Dilihat dari Kemampuan jiwa manusia
Dilihat dari Kemampuan
jiwa manusia untuk menangkap dan mengembangkan, nilai dapat dibedakan
menjadi dua yakni:
a. Nilai yang statik, seperti kognisi, emosi, dan
psikomotor
b. Nilai yang bersifat dinamis, seperti motivasi
berprestasi, motivasi berafiliasi, motivasi berkuasa
3) Pendekatan proses budaya
Pendekatan proses budaya nilai
dapat dikelompokkan dalam tujuh jenis yakni:
a. Nilai ilmu pengetahuan,
b. Nilai ekonomi,
c. Nilai keindahan,
d. Nilai politik,
e. Nilai keagamaan,
f. Nilai kekeluargaan dan,
g. Nilai kejasmanian,
Pembagian nilai-nilai
ini dari segi ruang lingkup hidup manusia dalam paparan diatas sudah memadai, sebab mencakup hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan
manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan dirinya sendiri, karena itu
nilai-nilai ini juga mencakup nilai ilahiyah (ke-Tuhanan) dan nilai
insaniyah (kemanusiaan).
Demikianlah uraian tema Pengertian Nilai Hidup Bermasyarakat,
semoga bermanfaat hendaknya. Billāhi
Taufiq Wal Hidāyah. □ AFM
Catatan Kaki:
[1] Surat Al-Mā’ūn 107:1-7: (1) Tahukah kamu
(orang) yang mendustakan agama? (2) Maka itulah orang yang menghardik anak
yatim, (3) dan tidak mendorong (peduli - melaksanakan dan mengingatkan orang
untuk) memberi makan orang miskin. (4) Maka celakahlah orang yang shalat. (5)
(yaitu orang-orang yang lalai terhadap shalatnya, (6) yang berbuat riya, (7)
dan enggan (memberikan) bantuan.
Kepustakaan
●https://www.academia.edu/9238928/pengertian-dan-konsep-nilai-dalam-islam
●Skala Motivasi Ian Marshal, Microsoft Power
Point, by © Powered by AFM, Washington DC-Jakarta. □□□