MEMAHAMI GARIS EDAR
‘BENDA-BENDA’ ALAM SEMESTA
Oleh: A. Fasial Marzuki
“kullun fī falakin”- Semua (bergerak) dalam garis
edarnya. [QS Anbiyā’21:33]
“inna fī khalqis-samāwāti wal-ardhi wakhtilāfil-laili wan-nahāri
la āyātil li ‘ulil-albāb” - Sesungguhnya dalam penciptaan
langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (ayat-ayat
kebesaran Allah) bagi ulul albab
(bagi orang yang berakal). [QS Āli ‘Imrān 3:190]
MEMAHAMI ALAM SEMESTA
B
|
enda-benda yang berada di angkasa alam
semesta beredar menurut garis edar
masing-masing demikian para ahli astronomi dan kosmologi mengatakan. Semua
bergerak dalam garis edarnya. Dalam bahasa al-Qur’an menyebutkan “kullun fī falakin”- Semua (bergerak)
dalam garis edarnya, sebagaimana firman-Nya dalam Qur’an Surah Al-Anbiyā’ ayat
33 menyatakan:
wa-huwa lladhī khalaqa l-layla wa-n-nahāra wa-sh-shamsa
wa-l-qamara “kullun fī falaki(n)” y-yasbahūn, QS Anbiyā’21:33
Artinya:
Dan Dia-lah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan
bulan. Masing-masing beredar pada garis edarnya.
Dalam ayat lain Allāh Subhānahu Wa Ta’ālā (SWT)
[1] berfirman sebagaimana yang terdapat dalam Surah Yā
Sīn ayat 40:
la(a) sy-syamsu yan(m)baghī lahā antudrikal
qamara wa lallaylu sabiqun nahāri wa kullun fī falaki(n) y-yasbahūn, QS Yā Sīn 36:40.
Artinya:
Tidaklah mungkin matahari mengejar bulan dan
malampun tidak dapat mendahului siang, dan masing-masing beredar pada garis
edarnya.
Ayat tersebut menjelaskan
kondisi fisik sistem Bumi, Bulan, dan Matahari. Walau Matahari dan Bulan tampak
sama-sama di langit, sesungguhnya orbitnya berbeda. Bulan mengorbit Bumi,
sedangkan Matahari mengorbit pusat galaksi, yaitu galaksi Bima Sakti (Milky Way). Orbit yang berbeda itu
menjelaskan “tidak mungkin Matahari mengejar Bulan” sampai kapan pun. Malam dan
siang pun silih berganti secara teratur, tidak mungkin tiba-tiba malam karena
malam mendahului siang. Itu disebabkan karena keteraturan Bumi berotasi sambil
mengorbit Matahari. Bumi juga berbeda garis edarnya dengan Matahari dan Bulan.
Semuanya beredar (yasbahun) di ruang
alam semesta, tidak ada yang diam. Demikian keterangan dari Dr. T. Djamaluddin -
seorang ahli Astronomi Indonesia.
Urutan Tulisan كُلٌّ فِي فَلَكٍ
Menarik dikaji pula disini bahwa urutan dari tulisan
huruf-huruf dari ayat al-Qur’an yang mengatakan “Kullun fī Falakin” - كُلٌّ فِي فَلَكٍ dimana urutan-urutan huruf
al-Qur’an ini dimulai dari sebelah kanan dengan susunannya: k-l-f-y-f-l-k. Dari
urutan-urutan tersebut susunannya sangat menakjubkan diman huruf k sama-sama
dalam garis edarnya. Begitu pula l dan f. Yang menarik juga adalah huruf y
terletak ditengah-tengah, lihat Gambar Kullun Fii Falakin. Sungguh sangat unik seni dari susunan
huruf al-Qur’an ini dalam menggambarkannya persis sama seperti garis edar
benda-benda di alam semesta, māsyā
Allāh. [2]
Gambar Kullun Fii Falakin |
Tafsir كُلٌّ فِي فَلَكٍ
Dalam tafsir Al-Mukhtashar / Markaz
Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid,
Imam Masjidil Haram كُلٌّ
فِى فَلَكٍ يَسْبَحُونَ
- Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya. Yakni
masing-masing dari matahari, bulan, dan bintang beredar di angkasa pada
orbitnya tersendiri. Orbit adalah garis edar yang berbentuk lingkaran;
benda-benda tersebut beredar pada orbit itu seperti orang yang berenang dalam air.
Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili dalam buku
Tafsir Al-Wajiz-nya mengatakan: Allah lalu mengarahkan perhatian
manusia agar memperhatikan kekuasaan-Nya dalam menciptakan waktu malam dan siang.
Dan Dia-lah, yang telah menciptakan malam untuk istirahat, dan siang untuk
mencari penghidupan; dan Allah telah menciptakan matahari yang bersinar di
waktu siang dan bulan yang bercahaya di waktu malam. Masing-masing beredar pada
garis edarnya dengan setia, patuh dan tunduk kepada hukum alam ciptaan Allah.
Demikian takjubnya kita akan
ciptaan-Nya baik dalam bentuk fisik, sistim kerja dan manfaatnya, sampai
susunan huruf kalimatullah كُلٌّ فِي فَلَكٍ
bagi manusia, subhānallāh, [3].
“Alangkah rugi dan celakanya orang-orang yang membaca ini dan
tidak memikirkan dan merenungkan kandungan artinya”, dari Qur’an Surah Āli ‘Imrān
ayat 190-191.
Berkaitan dengan pembahasan tema
tersebut diatas, penulis teringat kepada sebuah Hadits yang diriwayatkan dari
‘Aisyah Radhiallahu Anha (RA), [4] bahwa Rasulullah Shalallāhu ‘Alaihi Wasallam (SAW) [5] berkata yang artinya:
“Wahai
‘Aisyah saya pada malam ini beribadah kepada Allah Subhānahu wa Ta’ālā”. Jawab Aisyah Radhiallahu
Anha:
“Sesungguhnya saya senang jika Rasulullah berada di sampingku. Saya senang
melayani kemauan dan kehendaknya” Tetapi baiklah! Saya tidak keberatan. Maka
bangunlah Rasulullah Shalallāhu
‘Alaihi Wasallam dari tempat tidurnya lalu mengambil
air wudu’, tidak jauh dari tempatnya itu lalu shalat.
Di waktu shalat beliau menangis
sampai-sampai air matanya membasahi kainnya, karena merenungkan ayat Al-Qur’an
yang dibacanya. Setelah shalat beliau duduk memuji-muji Allah dan kembali
menangis tersedu-sedu. Kemudian beliau mengangkat kedua belah tangannya berdo’a
dan menangis lagi dan air matanya membasahi tanah.
Setelah Bilal Radhiallahu Anhu datang untuk adzan subuh dan melihat Nabi Shalallāhu ‘Alaihi Wasallam
menangis ia bertanya: “Wahai Rasulullah! Mengapakah Rasulullah menangis,
padahal Allah telah mengampuni dosa Rasulullah baik yang terdahulu maupun yang
akan datang”. Nabi menjawab: “Apakah saya ini bukan seorang hamba yang pantas
dan layak bersyukur kepada Allah? Dan bagaimana saya tidak menangis? Pada malam
ini Allahtelah menurunkan ayat kepadaku.
Selanjutnya beliau berkata:
“Alangkah rugi dan celakanya orang-orang yang membaca ini dan tidak memikirkan
dan merenungkan kandungan artinya”, dari Qur’an Surah Āli ‘Imrān ayat 190-191:
inna fī khalqis-samāwāti wal-ardhi wakhtilāfil-laili wan-nahāri
la āyātil li ‘ulil-albāb; alladzīna yadzkurūnallāha qiyāmaw wa qu’ūdaw wa 'alā
junūbihim wa yatafakkarūna fī khalqis-samāwāti wal-ardh, rabbanā mā khalaqta hādzā
bāthilā, sub-hānaka fa qinā 'adzāban-nār, QS Āli ‘Imrān 3: 190-191
artinya:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian
malam dan siang terdapat tanda-tanda (ayat-ayat kebesaran Allah) bagi Ulul
Albab (bagi orang yang berakal); Yaitu orang - orang yang mengingat Allah
sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi sambil berkata, “Wahai Tuhan kami, tidaklah
Engkau menciptakan semua ini dengan sia-sia, Mahasuci Engkau, lindungilah kami
dari azab neraka.
Tanda Kekuasaan Allah
Sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda
(ayat-ayat kebesaran Allah) bagi Ulul
Albab (bagi orang yang berakal), QS
Āli ‘Imrān 3:190
Surah Āli ‘Imrān ayat
190 ini menjelaskan bahwa dalam penciptaan langit dan bumi serta silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi Ulul Albab. Yakni orang-orang yang
berakal. Orang-orang yang mau berpikir. Orang-orang yang mau memperhatikan alam.
Orang-orang yang kritis mengkaji sesuatu yang ingin dipahaminya.
“Al-Qur’an mengarahkan hati dan pandangan
manusia secara berulang-ulang dan intens untuk memperhatikan kitab yang terbuka
(alam semesta, ayat kauniyah) ini, yang tidak pernah berhenti
halaman-halamannya berbolak-balik,” kata Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zilalil Quran. “Maka
dalam setiap halamannya tampaklah ayat yang mengesankan dan mengkonsentrasikan
dalam fitrah yang sehat perasaan terhadap kebenaran dari disain alam ini.”
Ibnu Katsir menjelaskan, Surah Āli
‘Imrān ayat
190 ini memotivasi untuk memperhatikan ketinggian langit dan keluasan bumi,
tata letak dan semua yang ada padanya mulai gunung hingga lautan. Mulai padang
pasir hingga hutan. Mulai hewan hingga tumbuhan dan pepohonan. Juga
bintang-bintang di langit.
“Renungkanlah alam, langit dan bumi. Langit yang
melindungimu dan bumi yang terhampar tempat kamu hidup,” kata Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar. “Pergunakanlah
pikiranmu dan tiliklah pergantian antara siang dan malam. Semuanya itu penuh
dengan ayat-ayat, tanda-tanda kebesaran Allah.”
Ulul albab menurut Ibnu Katsir
adalah orang yang memiliki akal sempurna lagi memiliki kecerdasan. Sedangkan
menurut Sayyid Qutb, Ulul Albab adalah
orang-orang yang memiliki pemikiran dan pemahaman yang benar.
Orang yang memahami bahwa penciptaan langit dan
bumi serta pergantian siang dan malam merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah,
mereka itulah Ulul Albab.
Sedangkan orang-orang bodoh, meskipun ia melihat langit dan bumi serta melihat
pergantian siang dan malam setiap hari, mereka tidak sampai pada kebenaran itu.
Meskipun secara akademis dikenal pandai. Karena itulah, Amr bin Hisyam yang
oleh kaumnya diberi gelar Abul Hakam, dalam Islam diberi gelar Abu Jahal.
Ciri Ulul Albab
Yaitu orang – orang yang
mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi sambil berkata, “Wahai Tuhan
kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini dengan sia-sia, Mahasuci Engkau,
lindungilah kami dari azab neraka. [QS Āli ‘Imrān
3:191]
Siapakah Ulul
Albab yang disebutkan dalam Surah Āli ‘Imrān ayat
190? Jawabannya ada di ayat 191 dalam Surah yang sama ini menjelaskannya. Yaitu
Ulul Albab adalah orang yang banyak berdzikir dan bertafakkur.
Ia berdzikir dalam segala kondisi baik saat
berdiri, duduk ataupun berbaring. Ia juga mentafakuri
(memikirkan) penciptaan alam ini hingga sampai pada kesimpulan bahwa Allah
menciptakan alam tidak ada yang sia-sia. Maka ia pun berdo’a kepada Allah,
memohon perlindungan dari siksa neraka.
“Di sini bertemulah dua hal yang tidak
terpisahkan yakni dzikir dan pikir,” kata Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar. “Mereka tidak
pernah terputus dari berdzikir mengingat-Nya dalam semua keadaan mereka,” tulis
Ibnu Katsir saat menafsirkan Surah Āli ‘Imrān ayat
191. “Lisan, hati dan jiwa mereka semuanya selalu mengingat Allah Subhānahu wa Taālā.”
“Wayatafakkarūna fī khalqis samāwāti
wal ardh” menurut Ibnu Katsir maknanya adalah, mereka memahami semua
hikmah yang terkandung di dalamnya yang menunjukkan kepada kebesaran
Penciptanya, kekuasaan-Nya, pengetahuan-Nya, pilihan-Nya dan rahmat-Nya.
Maka Hasan Al Basri mengatakan, “berpikir selama
sesaat lebih baik daripada berdiri shalat semalam (tanpa mengetahui makna
dari dikerjakannya shalat).” Umar bin Abdul Aziz mengatakan, “Berbicara untuk
berdzikir kepada Allah Subhānahu
wa Ta’ālā adalah baik dan berpikir tentang nikmat-nikmat Allah lebih utama
daripada ibadah (tanpa mengetahui makna ibadah yang sebenarnya).”
Sayyid Qutb menjelaskan,
memikirkan kekuasaan Allah dalam penciptaan makhluk ini merupakan ibadah kepada
Allah dan juga bentuk dzikir kepada-Nya. Dan
ayat-ayat Allah di alam semesta ini tidak menampakkan hakikatnya yang
mengesankan kecuali kepada hati (dari orang)
yang selalu berdzikir dan beribadah (kepada-Nya).
Hasil yang kemudian diperoleh dari tafakkur ini,
adalah suasana berhubungan dengan Allah Subhānahu
wa Taālā. Sehingga ia pun berdoa: “rabbanā mā khalaqta hādzā
bāthilā, sub-hānaka fa qinā 'adzāban-nār” - Ya Tuhan kami,
tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka.
“Ucapan doa ini adalah lanjutan perasaan sesudah
dzikir dan pikir, yaitu tawakkal dan ridha, menyerah dan mengakui kelemahan
diri,” kata Buya Hamka.
Kesimpulan Surah
Āli ‘Imrān Ayat 190-191
Kesimpulan dari kandungan Surah Āli ‘Imrān Ayat
190-191 adalah: Pertama,
Penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dan siang
merupakan tanda kekuasaan Allah; Kedua,
Tanda kekuasaan Allah di alam semesta
ini hanya diketahui oleh muslim yang mempunyai kualitas Ulul Albab; Ketiga,
Ulul Albab adalah orang yang berdzikir dan berpikir. Ia selalu ingat kepada
Allah dalam segala kondisi dan ia juga mempergunakan akalnya untuk memikirkan
penciptaan alam semesta.
Tafakkur atau berpikir yang benar akan
mengantarkan pada kesimpulan bahwa Allah Subhānahu
wa Ta’ālā menciptakan sesuatu tidak ada yang sia-sia. Semuanya benar,
semuanya bermanfaat.
Tafakkur atau berpikir yang benar juga
melahirkan kedekatan kepada Allah Subhānahu
wa Ta’ālā dan memperbanyak do’a kepada-Nya.
PENUTUP
D
|
emikianlah bahwa mulai dari tulisan Arab yang
menakjubkan susunannya seperti yang terdapat dalam Surah Anbiyā’ ayat 33 dan Surah Yā Sīn ayat - “kullun
fī falakin” sampai tafsir dan isi
kandungan maknanya dari Surah Āli ‘Imrān ayat 190-191 - inna fī khalqis-samāwāti wal-ardhi wakhtilāfil-laili wan-nahāri
la āyātil li ‘ulil-albāb; alladzīna yadzkurūnallāha qiyāmaw wa qu’ūdaw wa 'alā
junūbihim wa yatafakkarūna fī khalqis-samāwāti wal-ardh, rabbanā mā khalaqta hādzā
bāthilā, sub-hānaka fa qinā 'adzāban-nār, QS Āli ‘Imrān 3: 190-191, sebagaimana yang di dikatakan oleh junjungan
kita Nabi Muhammad Shalallāhu ‘Alaihi
Wasallam “Alangkah rugi dan celakanya orang-orang yang
membaca ini dan tidak memikirkan dan merenungkan kandungan artinya”, dari
Qur’an Surah Āli ‘Imrān ayat 190-191 yang mesti kita pahami dan amalkan
dengan baik.
Mengingat kandungan
Surah Āli ‘Imrān Ayat 190-191 adalah: Pertama,
Penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dan siang
merupakan tanda kekuasaan Allah; Kedua,
Tanda kekuasaan Allah di alam semesta
ini hanya diketahui oleh muslim yang mempunyai kualitas Ulul Albab; Ketiga, Ulul Albab adalah orang yang berdzikir
dan berpikir. Ia selalu ingat kepada Allah dalam segala kondisi dan ia juga
mempergunakan akalnya untuk memikirkan penciptaan alam semesta.
Dalam Islam, mempelajari ayat-ayat Kauniyah (alam semesta, univers, langit dan bumi serta pergantian
malam dan siang) bukan saja untuk kepentingan intelektual menjawab
keingintahuan manusia dan menjadi dasar pengembangan teknologi yang memudahkan
aktivitas keseharian. Memahami ayat-ayat Kauniyah
yang telah dipelajari ini kemudian menjadi sains (ilmu pengetahuan), juga bisa
kita gunakan membantu menyempurnakan kualitas iman dan ibadah kita.
Semoga tulisan ini bermanfaat dan memotivasi
kita untuk senantiasa berdzikir dan berpikir yaitu berusaha mempelajari,
mengerti dan memahami serta mengamalkan apa-apa yang terkandung dalam ajaran
Islam baik ayat-ayat Qauliyah maupun Kauniyah
Ayat-ayat Qauliyah adalah
ayat-ayat yang difirmankan oleh Allah Subhānahu wa Ta’ālā di dalam Al-Qur’an,
ayat-ayat ini menyentuh berbagai aspek, termasuk tentang cara mengenal Allah.
Ayat-ayat Kauniyahnya adalah ayat atau tanda yang wujudnya ada di sekeliling kita yang
diciptakan oleh Allah. Ayat-ayat Kaniyyah ini berbentuk benda, kejadian,
peristiwa dan sebagainya yang ada di alam semesta ini. Objek dari alam semesta tersebut
hanya mampu dilaksanakan oleh Allah dengan segala sistem dan peraturan dan sunatullah-Nya
yang unik, maka ia menjadi tanda kehebatan dan keagungan Penciptanya. Billāhi Taufiq wal Hidāyah. □ AFM
CATATAN KAKI
[1] Subhānahu wa Ta’ālā,
artinya: “Engkau yang Maha Suci (Maha
Sempurna) Ya Allah lagi Maha Tinggi”
[2] Māsyā
Allāh adalah ungkapan ketakjuban pada hal-hal yang indah; dan memang hal
indah itu dicinta dan dikehendaki oleh Allah.
[3] Subhānallāh.
Imam Ali berkata," Subhanallāh
artinya mengagungkan kedudukan Allah yang Mahatinggi dan Mahamulia serta
menyucikan zat-Nya dari sifat-sifat makhluk yang diyakini orang-orang musyrik.
Ketika seorang hamba mengucapkan kalimat ini, seluruh malaikat mendo’akan
keselamatan baginya." Subhanallāh
terjemahannya ialah Maha Suci Allah. Bermakna Allāh Ta'ālā maha bersih dan suci dari segala kekurangan dan kelemahan. Allah
Ta'ālā MAHA SEMPURNA, tiada sedikit
pun kekurangan dan kelemahan.
[4] Radhiallahu
Anha (Anhu) Semoga Allah ridha
kepadanya - sebutan ini hanya digunakan bagi sahabat Nabi Shalallāhu ‘Alaihi Wasallam.
Anha bagi perempuan, Anhu bagi laki-laki
[5] Shalallāhu
‘Alaihi Wasallam, artinya: “Semoga
Allah memberikan shalawat dan salam kepadanya”. Dalam sebuah hadits menyebutkan
bahwa: “Barang
siapa yang bershalawat atasku satu kali, maka Allah akan bershalawat atasnya
sepuluh kali.” (HR Muslim) □□
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Dokumentasi
Dr. T. Djamaluddin
https://tafsirweb.com/5545-surat-al-anbiya-ayat-33.html
https://bersamadakwah.net/surat-ali-imran-ayat-190-191/
https://afaisalmarzuki.blogspot.com/2015/03/kedudukan-ulul-albab-i.html □□□