KATA PENGANTAR
Seiring dengan perjalanan waktu. Hari demi hari. Minggu
demi minggu. Bulan demi bulan. Tahun demi tahun. Abad demi abad. Lantunan Adzan
masihlah sama sejak pertama sekali dikumandangkan oleh Bilal, 14 abad silam.
Mengapa Bilal? Mari simak hadits berikut ini. Dari hadits ini diketahuilah
sejarah dari Adzan dan Iqamah ini.
Dari Abdullah bin Zaid, dia berkata: "Rasulullah saw pernah menginginkan sebuah buq - terbuat dari tanduk untuk ditiup sebagai terompet tapi tidak jadi. Kemudian memerintahkan untuk dibuatkan naqus - kentungan atau kentongan, lalu dibuatkan" - sebagai pemberitahuan waktu shalat telah tiba, dulu di Indonesia menggunakan beduk yang terbuat dari kayu yang berbentuk selinder, salah satu lubangnya ditutup kulit sapi atau kambing. Permukaan kulit inilah yang dipukul guna memanggil jamaah shalat datang ke Mesjid (Langgar, Surau) dan Mesjid Jami'. Masih usia sekolah dasar penulis pernah melakukan, terutama ketika malam takbiran di Hari Raya 'Idul Fitri.
Selanjutnya, Abdullah bin Zaid pernah bermimpi,
ia berkata: “Aku melihat seorang laki-laki yang memakai dua pakaian hijau
membawa naqus”. Lalu aku bertanya
kepadanya: “Wahai hamba Allah! Apakah engkau mau menjual naqus itu?” Ia menjawab: “Apa yang ingin kamu perbuat dengan naqus ini?” Aku berkata: “Untuk Aku
pakai menyeru kepada shalat”. Lelaki tersebut berkata: “Maukah aku tunjukkan
kepadamu yang lebih baik dari itu?” Aku menjawab: “Apakah itu?”Ia berkata;
“Ucapkan olehmu; Allāhu Akbar, Allāhu Akbar, Allāhu Akbar, Allāhu Akbar.
Asyhadu alā ilāha illallāh, asyhadu alā ilaha illallāh. Asyhadu anna Muhammadar
Rasūlullāh, asyhadu anna Muhammadar Rasulullah. Hayya alash-shalāh, hayya alash-shalāh. Hayya alal falāh, hayya alal falāh. Allāhu Akbar, Allāhu Akbar. Lā ilaha illallāh." Diriwayatkan bahwa Abdullah bin Zaid keluar mendatangi Rasulullah saw untuk mengabarkan apa yang dimimpikannya. Ia berkata: "Wahai Rasulullah! Aku bermimpi melihat seorang laki-laki memakai dua pakaian berwarna hijau dan membawa naqus." Kemudian Abdullah bin Zaid menceritakan mimpinya secara lengkap kepada Rasulullah, maka Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya teman kalian telah memimpikan sesuatu, pergilah bersama Bilal ke Masjid dan sampaikanlah lafadz adzan tersebut kepadanya dan biarkan Bilal mengumandangkan lafadz itu, karena Bilal bersuara lebih nyaring daripada kalian." Abdullah bin Zaid melanjutkan, "Maka aku pun keluar bersama Bilal ke Masjid, lalu saya sampaikan kepadanya dan diapun mengumandangkan lafadz itu." Ia kembali berkata: "Maka ketika Umar bin Khaththab mendengar adzan tersebut, ia lantas keluar dan berkata: "Wahai Rasulullah! Demi Allah, aku telah memimpikan hal itu sebagaimana yang ia impikan." Hasan: Al Irwa' (246), Al Misykah (650), Ats-Tsamr Al Mustathab. [Shahih Ibnu Majah nomor 713].
Dalam riwayat lain. Telah menceritakan
kepada kami Mahmud bin Ghailan berkata, telah menceritakan kepada kami
Abdurrazaq berkata, telah mengabarkan kepada kami Ibnu Juraij berkata, telah
mengabarkan kepadaku Nafi’ bahwa Ibnu ‘Umar berkata, “Ketika Kaum Muslimin tiba
di Madinah, mereka berkumpul untuk shalat dengan cara memperkirakan waktunya,
dan tidak ada panggilan (adzan) untuk pelaksanaan shalat.
Suatu hari mereka memperbincangkan masalah
tersebut, di antara mereka ada yang mengusulkan lonceng seperti loncengnya kaum
Nashrani dan sebagaian lain mengusulkan untuk meniup terompet sebagaimana kaum
Yahudi. Maka ‘Umar pun berkata, "Mengapa tidak kalian suruh seseorang
untuk mengumandangkan panggilan shalat?” Rasulullah saw kemudian bersabda: "Wahai Bilal! Bangkit dan serukanlah panggilan shalat." [Shahih Bukhari nomor 569].
Dari
kedua hadits diatas jelas bahwa orang yang pertama sekali mengumandangkan adzan
adalah seorang sahabat Rasulullah saw yang bernama Bilal bin Rabah ra. Selain orang yang pertama mengumandangkan adzan yang dijelaskan dalam hadits diatas, disana ada juga penjelasan mengapa adzan sebagai panggilan untuk shalat bagi umat muslim atau panggilan tanda masuk waktu untuk mengerjakan shalat bagi seluruh muslim di seluruh muka bumi (dunia). Pada hadits pertama dijelaskan bahwa pertama kali seruan itu dimimpikan oleh sahabat Rasulullah saw bernama Abdullah bin Said yang kemudian langsung menanyakan hal tersebut kepada Rasulullah, dan 'Umar bin Khaththab juga menjelaskan bahwa ia juga pernah dimimpikan dengan hal yang serupa.
Dalam
hadits kedua, yang mana pada pertama kalinya para sahabat kebingungan
dalam hal pemanggilan atau pemberitahuan tanda masuknya waktu. Ada diantara
sahabat yang mengusulkan pemanggilan peribadatan sebagai mana yang dilakukan
oleh orang Nasrani yaitu menggunakan lonceng dan ada pula yang menganjurkan
untuk memanggil umat muslim seperti halnya dilakukan oleh umat Yahudi yaitu
dengan meniup terompet. Hingga pada akhirnya Nabi saw memerintahkan Bilal bin Rabbah untuk mengumandangkan adzan.
Demikian sejarah dimulainya adzan. Adzan
mulai disyariatkan pada tahun kedua Hijriah. Sebelumnya Rasulullah saw hanya mengucapkan ashshalātu jamia'ah (mari shalat berjamaah), ketika mau memulai shalat Rasulullah.
PENDAHULUAN
Bilal bin
Rabah
(Arab: رباح بن بلال, hidup
sekitar tahun 580 dan wafat tahun 640 Masehi. Namanya disebut juga: Bilal al-Habsyi, Bilal bin Riyah, Ibnu Rabah.
Bilal bin Rabah radiallahu anhu
(ra) adalah seorang budak berkulit
hitam dari Habsyah (sekarang Ethiopia) yang masuk Islam ketika masih budak.
Setelah majikannya mengetahui bahwa Bilal masuk Islam, maka Bilal disiksa terus
menerus setiap harinya, guna mengembalikan keyakinannya agar tidak memeluk Islam.
Tetapi Bilal tidak mau kembali kepada kekafirannya dan tetap melantunkan "Ahadun
Ahad, Ahadun Ahad..." Pada akhirnya Bilal dimerdekakan oleh Abu Bakar ra, dan menjadi salah seorang sahabat Nabi
Muhammad shalallahu ‘alaihis wasallam
(saw).
Dalam
sebuah hadits diceritakan bahwa Rasulullah saw
pernah mendengar suara terompah Bilal ra
di surga. Ketika hukum syariat adzan diperintahkan oleh Allah swt, maka orang yang
pertama kali disuruh oleh Rasullullah saw
untuk mengumandangkan adzan adalah Bilal bin Rabah ra, ia dipilih karena suaranya sangat merdu dan lantang. Ia dikenal
sebagai muadzin pertama dalam Islam. Dan Rasulullah saw telah mendengar sendal Bilal ra di Surga.
KISAH BILAL BIN RABAH SEBAGAI MUADZIN PERTAMA
K
|
Kisah Bilal ra
ini sangat emosional dan dramatis, baik kita mulai kisahnya. Semenjak
Rasulullah saw wafat, Bilal bin
Rabbah ra mengatakan bahwa dirinya
tidak akan mengumandangkan adzan lagi di Masjid Madinah Al-Munawwarah. Waktu
itu Rasulullah saw wafat. Beliau
terpukul sekali jiwanya. Ia ingat Rasul saw
lah yang mengangkat harkat dirinya ditengah-tengah zaman jahiliyah musyrikin Makkah sebagai manusia yang dimanusiakan - sebelumnya seorang budak yang diperlakukan sesuka tuannya, kini Beliau saw telah tiada.
Ketika
khalifah Abu Bakar ra memintanya
untuk menjadi muadzin kembali. Dengan hati pilu lagi sendu Bilal berkata:
“Biarlah aku hanya menjadi muadzin
Rasulullah saja. Rasulullah saw telah tiada, maka aku bukan muadzin siapa-siapa
lagi.” Abu Bakar ra pun tidak bisa
lagi mendesak Bilal ra untuk kembali
mengumandangkan adzan, sebab ditinggalkan wafat Rasullah saw terus mengendap dihati Bilal ra.
Dengan
kesedihannya itu lah yang medorongnya
meninggalkan kota Madinah, ia ikut pasukan Fath Islamy menuju Syam dan kemudian
tinggal di Homs, Syria.
Lama
Bilal ra tidak mengunjungi Madinah
pada suatu malam, Rasulullah saw
hadir dalam mimpi Bilal, dan menegurnya: “Ya
Bilal, wa mā hadzal jafa?” – Hai Bilal, mengapa engkau tak mengunjungiku?
Mengapa sampai seperti ini? Bilal ra
pun bangun terperanjat, segera ia mempersiapkan perjalanan ke Madinah, untuk
ziarah ke makam Rasululullah saw.
Sekian
tahun sudah ia meninggalkan Rasulullah saw.
Setiba di Madinah, Bilal bersedu sedan melepas rasa rindunya pada Rasulullah saw, pada sang kekasih. Saat itu, dua
pemuda yang telah beranjak dewasa, mendekatinya. Keduanya adalah cucu
Rasulullah saw, Hasan dan Husein.
Dengan mata sembab oleh tangis, Bilal ra
yang kian beranjak tua memeluk kedua cucu Rasulullah saw. Salah satu dari keduanya berkata kepada Bilal ra: “Paman, maukah engkau sekali saja
mengumandangkan adzan untuk kami? Kami ingin mengenang kakek kami”. Ketika itu
Umar bin Khaththab ra yang telah jadi
Khalifah ke-2 juga sedang melihat pemandangan dan kejadian itu yang mengharapkan
Bilal ra sebagai muadzin kembali, dan
beliau juga memohon kepada Bilal ra
untuk mengumandangan adzan, meski sekali saja.
Akhirnya
Bilal ra pun memenuhi permintaan itu.
Saat waktu shalat tiba, dia naik pada tempat dahulu biasa dia adzan pada masa
Rasulullah saw masih hidup. Mulailah
dia mengumandangkan adzan.
Saat lafadz Allahu
Akbar di kumandangkan akhirnya mendadak seluruh Madinah senyap, segala
aktifitas terhenti, semua terkejut, suara yang bertahun-tahun hilang, suasana
yang mengingatkan pada sosok Nan Agung, suara yang begitu dirindukan itu telah
kembali.
Ketika
Bilal ra melantunkan suara deras kata
“Asyhadu an lā ilaha illAllāhu”,
seluruh isi kota Madinah berlarian ke arah suara itu sambil mengulangi dan berseru
yang sama, bahkan para gadis dalam pingitan mereka pun keluar. Dan, saat Bilal
ra mengumandangkan “Asyhadu anna Muhammadan
Rasulullāh”, Madinah pecah oleh tangisan dan ratapan yang sangat memilukan.
Semua
menangis, teringat masa-masa indah bersama Rasulullah saw, Umar bin Khattab ra yang
paling keras tangisannya, bahkan Bilal ra
sendiri pun tak sanggup meneruskan adzannya, lidahnya tercekat oleh airmata
yang berderai.
Hari
itu Madinah mengenang masa saat masih Rasulullah saw ada diantara mereka. Hari itu adalah adzan pertama dan terakhir
bagi Bilal ra sesudah Rasulullah saw wafat. Adzan yang tidak bisa
dirampungkan Bilal ra. SubhanAllāh...
Kisah diatas ini mampu menyatukan berbagai perasaan kita. Mampu membuat kita menitikkan airmata tanda kecintaan kita
kepada Rasulullah saw sebagaimana
cinta kita kepada ummat Muhammad saw,
salah satunya Bilal bin Rabah ra dan
kita yang hidup di zaman sekarang begitu pula – ukhuwah Islamiyyah sejak dulu sampai kini
sebagai ummat yang satu, ummat Muhammad.
Itulah
pentingnya ukhuwah, karena ukhuwah sesama ummat Muhammad – ummat Muslimīn
itu merupakan penanda keimanan kita. SubhanAllāh.
Billahit Taufiq wal-Hidayah. □ AFM
Sumber:
A. Faisal Marzuki, Shalat Membangun Peradaban
Wikipedia
Dan sumber-sumber lainnya.□□