KATA PENGANTAR
T
|
ajuk diatas diambil dari draft buku Shalat Membangun Peradaban, bab 12. Ukuran buku ini tebalnya ¾”, lebarnya 6,7” dan tingginya
8”. Terdiri 372 halaman, diluar kata
pengantar 54 halaman. Gambar berwarna 15 halaman, hitam putih 18 halaman.
Terdiri dari 12 bab pembahasan.
Sebagai gambaran uraian dari tajuk “Shalat Membangun
Peradaban” ini, terdiri dari duabelas bab sebagai berikut: (1)
Mukaddimah; (2) Makna Wudhu’; (3) Makna Adzan dan Iqamat; (4) Makna
Shalat; (5) Adab Shalat; (6) Shalat Rasulullah - Cara Gerakan dan Bacaan
Shalat yang dilakukan Rasulullah saw; (7)
Adab Bathin Dalam Shalat - Memahami Makna Gerakan dari Shalat, Memahami Makna
Yang Dalam dari Bacaan Shalat; Memahami surat Al-Fatihah (8) Dzikir Rasulullah;
(9) Makna Gerakan Shalat Bagi Kesehatan; (10) Hikmah Shalat Lima Waktu; (11)
Peradaban Islam Merebak Dunia; (12) Penutup - Sungguh Shalat Membangun
Peradaban Manusia di Dunia.
Resensi draft
buku ini di hidangkan kepada pembaca blog untuk memberikan gambaran dari
secercah isi buku tersebut. Semoga
buku ini bermanfaat bagi kita semua, āmīn. Selamat
membaca. □ AFM
SHALAT MEMBANGUN PERADABAN
Oleh: A. Faisal Marzuki
“Kamu (umat
Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia (karena kamu) menyuruh
(berbuat) yang baik (ma’ruf, agent of development) dan mencegah dari
yang salah (mungkar, agent of change), dan beriman
kepada Allah.” [22]
“Dan sungguh,
telah Kami tulis di dalam Zabur (Kitab para nabi yang terdahulu), setelah
(tertulis) di dalam Adz-Dzikir (Lauh Mahfuz), bahwa bumi ini akan diwarisi oleh
hamba-hamba-Ku yang shaleh.” [23]
IBADAH SHALAT
S
|
ebelum melakukan ‘upacara ibadah’ shalat tentu
mesti berwudhu’ lebih dulu dan mengetahui makna dan adabnya, bab 2.
Mendengarsimak suara adzan dan iqamat serta mengetahui makna dan adabnya, bab
3. Berikutnya, mengenal makna dan adab shalat yang akan di kerjakan, bab 4 dan
5. Maka, dari prashalat ini saja, jiwa dan raga kita sudah merasakan betapa
agungnya nilai-nilai pelajaran yang terkandung didalam peribadatan shalat ini.
Sungguh luar biasa.
Setelah rangkaian prashalat selesai kita
kerjakan dan pahami, baru kita dapat melakukan shalat. Shalat yang baik itu
adalah shalat yang sesuai dengan cara dan adab yang Rasul saw lakukan. Shalat seperti itu menenteramkan
jiwa, hatinya damai dan menyehatkan tubuh, bab 6, 7, 8 dan 9.
Shalat fardhu adalah suatu kewajiban yang
ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman, [1] yaitu 5 waktu dalam
sehari. Waktu-waktu tersebut bersesuai dengan sunatullah dalam bentuk tenaga
alam yang dibutuhkan manusia, baik bagi kesehatan raga maupun kesehatan jiwa
manusia, bab 10. Tenaga itu sangat diperlukan manusia dalam meningkatan energi
produktifitas dan kreatifitas dalam bekerja. Dalam Kata Pengantar dan Bab 1
jelas sekali diterangkan bahwa ibadah shalat membawa implikasi positif bagi
kehidupan manusia yang berperadaban.
Kewajiban ibadah shalat merupakan perintah-Nya.
Ia tegakkan shalatnya. Dengan itu akan mendatangkan keridhaan-Nya, keberkahan-Nya,
kesejahteraan hidup di bumi, melalui peradaban yang dibangunnya. Ia lakukan
seperti itu karena manusia diciptakan untuk beribadah kepadaNya itu sebagai
khalifah-khalifah pemakmur bumi. Yaitu melalui pekerjaan yang dilakukan
bersama-sama dalam team dan pembagian tugas yang terorganisir rapih
sesuai dengan bakat dan kemampuannya masing-masing. [2] Dengan cara itulah
kesejahteraan rohani dan materi di dunia dapat dicapai, serta di akhirat kelak
berbuah Surga pula.
Intinya, dengan ibadah shalat yang
diperintahkan-Nya itu akan membentuk akhlak-mental-karakter yang diperlukan
sebagai Khalifah - Pemakmur di muka Bumi. Khalifah itu dalam bahasa era
millennium ke-3 ini adalah mampu membangun peradaban dengan perannya sebagai Agent
of Change - Agen Perubahan. Merubah kemunkaran diganti dengan
berbuat kebaikan. Agent of Development - Agen Pembangunan. Membangun kema’rufan.
Kalau tidak berbuat ma’ruf dan mencegah munkar, maka dunia
semesta ini akan menuju chaos, porak poranda. Tentunya sebagai khalifah wajib melakukan tugas amar ma’ruf
(agent of development) dan nahi munkar (agent of change). [3]
Manusia di planet biru ini kini sudah berjumlah
7,5 miliar lebih. Kalau tidak ditata dengan baik nafsu egonya dengan nilai
moral, mental, akhlak dan karakter yang semestinya seperti mana yang baik mana
yang tidak, mana yang haq dan mana yang bathil, mana yang membangun mana yang
merusak, dunia ini benar-benar akan chaos. Bahkan kalau pencapaian
egonya dengan menggunakan senjata nuklir akan menimbulkan nightmare,
mimpi buruk yang menjadi kenyataan. Yaitu hancur lebur seluruh bangunan
peradaban (dan manusia juga) yang sudah susah payah dibangun, lihat Lampiran-5. Tentu ini sangat berlawanan
secara diametral dengan ‘konsep langit’. Yakni menjadikan manusia sebagai
Khalifah Pemakmur kehidupannya di bumi ini, artinya mesti membangun
peradaban yang diridhai-Nya.
BUAH DARI MENGERJAKAN IBADAH SHALAT
M
|
emang, dari
mengerjakan shalat yang amat bersungguh-sungguh seperti yang dilaksanakan oleh
Rasulullah saw, sangat berguna bagi pembangunan moral, mental, akhlak,
karakter mushalli dalam misinya sebagai khalifah dalam visinya
memakmurkan bumi. Kesadaran jiwa mushalli seperti itu, akan membawa
kebaikan dan kemajuan bagi dirinya dan
masyarakat di sekelilingnya (T31I).
Dengan itu Allah swt
menyebut kecintaan dan perlindungan-Nya kepada para mushalli yang
mengerjakan shalat dan selesai shalat berbuat kebajikan dalam kehidupan
sehari-harinya, sebagaimana hadits Qudsi Allah swt menyebutkan, artinya:
“Aku hanya menerima shalat dari orang yang bertawadhu’
kepada kebesaran-Ku; Tiada berlaku curang terhadap makhluk-Ku; Tiada berkekalan
mengerjakan kejahatan; Menghabiskan hari dengan menyebut-Ku; Merahmati orang
miskin, ibnu sabil dan janda; Merahmati orang yang tertimpa bencana. Orang yang
demikian itu, cahayanya semisal cahaya matahari, Aku memeliharanya dengan
kebesaran-Ku; Aku perintahkan malaikat-Ku menjaganya; Aku jadikan baginya cahaya
dalam gelap, ketenangan dalam menghadapi ketakutan. Perumpamaan dari antara
makhluk-Ku adalah sebagai Firdaus dalam surga.”
[4]
Dari firman Allah swt
ini, kita telah mendapatkan gambaran dari ciri-ciri moral, mental, akhlak
dan karakter serta pekerjaan yang dilakulan orang yang shalat.
Untuk itu perlu kita
memeliharanya secara istiqamah ibadah shalat ini termasuk menjalankan
nilai-nilai yang terkandung dalam shalat setelah selesai shalat, untuk
diaplikasikan dalam kegiatan sehari-harinya.
Allah Pencipta
Alam Semesta, lihat Lampiran-3, secara berulang-ulang memerintahkan kita
mengerjakan shalat, karena shalat itu menjadikan manusia benar-benar menjadi
manusiawi. Yaitu, manusia yang pandai bersyukur [5] kepada
Penciptanya Yang Maha Kasih-Sayang; Bermanfaat kepada sesama manusia termasuk
alam lingkungannya; Manusia yang memelihara dan menjaga ekositimnya; [6] Manusia
yang beribadat kepadanya [7] dan melakukan perbuatan baik. Dia inilah manusia
Khalifah Allah yang sejati, yakni wakil Allah yang mendapat kepercayaan sebagai
khalifah di bumi. [8] Dalam
memakmurkan bumi dengan cara menegakkan keadilan sosial; memelihara keamanan
dunia; memelihara lingkungan hidup; mensejahterakan hidup manusia; menegakkan
dan memelihara kehidupan religious, karena manusia disamping sebagai
makhluk biologis juga sebagai makhluk rohaniah yang memerlukan bimbingan religious.
Rohaniah (ruh) ini akan kembali kepada-Nya untuk menerima balasan dari segala
perbuatan dan kebebasan yang dilakukannya.
Kebebasan Manusia Sekaligus Ujiannya
Manusia di berikan kebebasan dalam hidup. Hak
kebebasan ini baik atau tidaknya bergantung kepada niat, kemashlahatannya, cara
melaksanakannya, dan tujuannya. Hak kebebasan ini merupakan ujian bagi
penggunanya. Dalam hal ini firman Allah swt menyebutkan yang artinya:
Maha
Suci Allah yang ditangan-Nya (segala) kerajaan (kekuasaan), dan Dia Mahakuasa
atas segala sesuatu. Yang menciptakan mati dan hidup (manusia), untuk menguji
kamu (atas kebebasan dan pekerjaanmu), siapa di antara kamu yang lebih baik
amalnya (pekerjaannnya). Dan Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun. [QS
Al-Mulk 67:1-2]
Syarat-Syarat Kebebasan Dan Ganjarannya
“Dan orang-orang yang
memelihara amanah dan memenuhi janjinya; Dan yang memelihara shalatnya; Itulah
orang-orang yang mempusakai; mereka mempusakai surga Firdaus; mereka kekal di
dalamnya.” [QS Al-Mu’minūn 23:8-11]
Ayat ini menegaskan
bahwa Allah swt memastikan surga bagi orang-orang yang melaksanakan
shalat yang melakukan perbuatan baik seperti memelihara amanah kekuasaan
memerintah yang diberikan; memenuhi janji apabila berjanji; memelihara
shalatnya – yaitu hubungan dengan penciptanya melalui media ibadah shalat, yang
dikerjakan dengan memenuhi adab-adabnya atau aturan-aturan seperti yang telah
diuraikan, bukan yang sebaliknya yaitu shalat tapi tidak melakukan perbuatan
baik. Shalat yang benar-benar bershalat akan menumbuh suburkan perbuatan baik
di segala bidang kehidupan dan keadaan. Mereka nanti akan mendapati Taman
Firdaus untuk selama-lamanya.
“Bacalah Kitab [9] yang
diwahyukan kepada engkau; dan tetaplah mengerjakan shalat; sesungguhnya shalat
itu menghalangi dari mengerjakan perbuatan fahsya dan munkar. [10] Sesungguhnya mengingati Allah itu amat besar manfaatnya; [11] dan Allah
itu mengetahui apa yang kamu kerjakan.” [QS Al-‘Ankabūt 29:45]
Dalam ayat itu Allah swt
secara ekplisit dan tegas menyebutkan shalat, padahal Kitab al-Qur’an selalu
menyebutkan kepada ketaatan dalam memenuhi perintahnya dan menjauhi segala
larangannya. Penekanan (double emphasis) ayat ini menunjukkan
bahwa shalat itu sangat penting kedudukannya diantara segala macam ketaatan
yang lain, karena shalat adalah mengingatkan atau mempunyai pesan untuk
sekali-kali tidak boleh melakukan perbuatan fahsya (keji, buruk) dan mungkar
(salah, pelanggaran). [12] Orang yang benar-benar melakukan shalat akan
‘mendengarkan dan taat melakukan’ (sami’na wa atha’na) pesan-Nya itu.
“Sesungguhnya, Aku ini Allah, Tiada Tuhan selain Aku; Sebab itu
sembahlah Aku; dan tetaplah mengerjakan shalat untuk mengingat Aku.” [13] [QS Thāhā 20:14]
Dalam ayat ini Allah swt
menerangkan bahwa shalat itu adalah media untuk mengingat Allah yang bersamaan
dengan itu mengingat pula akan perintah yang mesti kita kerjakan, dan
larangan-Nya yang mesti kita hindari. Apa yang disukai-Nya kita kerjakan dan
apa yang tidak diridhai-Nya kita tinggalkan, artinya jangan kerjakan.
Dengan tegas pula
Allah swt mengingatkan kita untuk menyuruh seluruh keluarga kita
mengerjakan shalat:
“Dan suruhlah olehmu akan
keluargamu mengerjakan shalat dan bersabarlah kamu atasnya; Kami tiada meminta
rezeki kepada engkau, melainkan Kami yang memberi engkau rezeki; Dan akibat
baik adalah untuk orang yang bertaqwa (berhati-hati, patuh, kepada Allah swt).” [QS Thāhā 20:132]
“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu
dan keluarga dari api neraka” [QS
At-Tahrīm 66:6]
Juga dalam ayat itu
disebutkan bersabar dalam menyuruh mengerjakan shalat, karena dalam
pelaksanaannya acap kali tidak mudah mereka melakukannya, namun tetap harus
diingati terus, bahkan didoakan. Janji Allah pula jika mengerjakan ibadah
shalat Allah akan mempermudah mendapatkan rezeki bagi mereka yang shalat dan
melakukan perbuatan baik yaitu bekerja
dengan sebaik mungkin.
Wahai orang-orang yang beriman! Carilah pertolongan dengan sabar [14] dan mengerjakan shalat
Sesungguhnya Allah bersama dengan orang yang sabar. [QS al-Baqarah 2:153]
Orang yang bershalat
berarti membaikkan dirinya, membaikkan segala orang muslim sebagaimana orang
yang bershalat membaca dalam doa tasyahutnya:
Assalāmu ‘alaynā wa ‘alā ‘ibādil Lāhish shā-lihīn. Artinya: Mudah-mudahan kesejahteraan (well being, wellness)
itu, Allah limpahkan atas kami dan atas segala hamba-hamba-Nya yang shalih.
Pesan Rasulullah sawDalam Mendekati Ajalnya
Mengingat begitu
pentingnya kedudukan shalat ini, Nabi saw mengingatkan kita walau pun
diketika sakratul maut datang menjemput beliau. Dalam suatu hadits diterangkan,
bahwa: “Shalatlah akhir wasiat Nabi saw kepada umatnya, serta hal yang
menyangkut dengan perikemanusiaan (walau pun kepada hamba sahaya). Ummu Salamah
ra berkata: Adalah di antara akhir wasiat Rasulullah saw ialah: “Tetaplah kamu memelihara shalat, dan
tetaplah kamu berbuat baik kepada budak-budak sahayamu (penegakan
prinsip perikemanusiaan)”. [HR Ahmad, al-Fathur Rabbani 1:208]. Dari Ali ra
berkata: Adalah akhir pembicaraan Rasulullah saw: “Peliharalah shalat dan bertaqwalah kepada
Allah terhadap budak sahayamu (perikemanusiaan yang berperadaban).” [HR
Ahmad; Nailul Amani 1:203]
Dari pesan-pesan
Rasulullah saw terakhir ini jelas bahwa: Pertama, masalah hubungan (shilat)
dalam shalat dengan Allah swt harus tetap terpelihara dengan baik.
Artinya tetap shalat ditegakkan beserta nilai-nilai yang terkandung didalamnya
setelah selesai shalat yaitu: Shalat sebagai bagian beribadah kepada-Nya;
Shalat sebagai bagian dari agent of change dari masyarakat jahiliah
kepada masyarakat madani yang berperadaban; Shalat sebagai bagian dari comunity
development seperti sebagaimana beliau membangun masyarakat Madinah yang
plural (majemuk) [15] tetap berlaku adil dan damai berdasarkan
ketentuan-ketentuan yang disepakati berdasarkan hukum yang adil bagi semua. Dan
tetap menegakkan dan memelihara adab-adab dalam melakukan ibadah shalat sebagaimana
yang telah beliau saw kerjakan yang tentunya mesti kita teladani pula.
Tegak (establish) yang dimaksud adalah ibadah shalat tetap dikerjakan,
serta nilai-nilai yang terkandung didalamnya tetap dilaksanakan walaupun beliau
saw telah tiada.
Kedua, nilai-nilai
kemanusiaan secara keseluruhan (termasuk kepada hamba sahaya) tetap harus
dilaksanakan dan dihormati dengan baik
sebagai bagian dari taqwa kepada Allah swt. Inilah arti berperadaban
itu. Yaitu, perbuatan-perbuatan seperti disebutkan diatas. Karena hal ini
merupakan bagian integral dari orang-orang yang dikategorikan sebagai
orang-orang beriman dan melakukan amal kebajikan (āmanū wa ‘amilush shālihāti).
[16]
Keteladan Nabi saw Di Madinah
Kebijakan-kebijakan Nabi saw selaku Imam di Madinah adalah
mendirikan masjid tempat peribadatan shalat dan pembinaan jamaah. Masjid
sebagai tempat: Sanctuary (suci, berlindung kepada-Nya, memohon
kepada-Nya); Beribadat Shalat; Kegiatan-kegiatan pembinaan jamaah dan
masyarakat seperti madrasah yaitu tempat belajar mengajar Qur’an dan ilmu-ilmu
Islam dan umum dalam basis kelompok atau kelas. Kemudian, berkembang menjadi
tempat konsultasi, perancanaan, kajian al-Qur’an dan seterusnya sampai kepada social
development (pembangunan masyarakat) agar lebih maju dan tanggap
berdasarkan nilai-nilai moral kedamaian, keselamatan dan sejahtera. Perubahan
masyarakat kearah kebaikan dan kemajuan - berperadaban.
Michael Hart [17] meyebutkan bahwa sepanjang catatan sejarah Muhammad adalah pemimpin peringkat
pertama yang sesungguhnya dan paling sukses. Dia mempengaruhi dunia, baik dalam
kapasitasnya sebagai tokoh agama (religious) dan tokoh keduniaan (secular
realms).
Bahkan dia membangun
’negara’ Madinah ’ala moderen’ layaknya seperti abad ini. Warga terdiri dari suku bangsa
Yahudi (beragama Yahudi), Anshar (Islam, penduduk asli), Muhajirin (Islam,
pendatang dari Makkah), Badui (Arab Pagan, penduduk asli) yang nomaden. Di
tambah lagi semuanya terdiri dari kelompok suku-suku kabilah, namun semua tertib
dan patuh kepada ketentuan Piagam Madinah.
Bunyi naskah Piagam (charter) Madinah itu sangat menarik,
Lampiran-1. Ia memuat pokok-pokok pikiran yang dari sudut tinjauan modern pun
mengagumkan. Dalam piagam itu lah untuk pertama kali dirumuskan ide-ide yang
kini menjadi pandangan hidup moderen di dunia, seperti kebebasan beragama, hak
setiap kelompok untuk mengatur hidup sesuai dengan keyakinannya, kemerdekaan
hubungan ekonomi antar golongan, dan lain lain. Tetapi juga ditegaskan adanya
suatu kewajiban umum, yaitu partisipasi dalam usaha pertahanan bersama
menghadapi musuh dari luar. [18] Mereka
telah bercelup sebagai satu bangsa (nation).
KEADAAN DUNIA SEKARANG
PERLU MENGENAL PARADIGMA HIDUP
M
|
emasuki abad ke-21 dunia
ditandai dengan
masih adanya kekerasan, tidak ada toleransi dan saling percaya. Maka kehadiran
ajaran Islam seperti yang dibawa Rasulullah saw dan dipraktekkan ketika
itu telah membawa kesuksesan patut diteruskan, pelihara dan kembangkan demi
kedamaian dan kesejahteraan hidup sekarang dan masa mendatang, lihat Lampiran-4
dan lampiran-6. Bagi warga muslim se tempat dan dunia sadarilah, bahwa
ajaran-ajaran kemanusiaan Islam yang adil dan beradab dalam ’ibadah’ muamalah,
wajib kita tegakkan sebagai khalifah-khalifah [19] (pemimpin,
mandataris) di bumi dalam melanjutkan nilai-nilai kemanusiaan yang bersumber
dari keteladanan Nabi Muhammad saw ketika memimpin Madinah.
Ada pun perbenturan peradaban (clash of
civilizations) antara Barat dan Islam seperti dikatakan oleh Huntington
dalam bukunya, bukanlah berasal dari ajaran Islam, akan tetapi ada tidaknya kemauan orang yang siap
hidup bersama dengan orang atau bangsa lain dalam perbedaan.
Sebenarnya, sumber perbenturan menurut Martha
Nussbaum Ph.D., Professor of Law and Ethics University of Chicago ini adalah
pertentangan antara “kehendak menguasai” dengan “kehendak untuk hidup bersama
dalam kesetaraan”.
Disinilah letak kelemahan formulasikan Sameul P.
Huntington dalam bukunya The Clash of
Civilization and the Remaking of World Order, yaitu adanya peradaban-peradaban
manusia untuk dipertentangkan (clash) satu sama lainnya. Padahal
semestinya dicari hikmah untuk dapat menegakkan ta’aruf yakni saling
mengenal; tafahum yakni saling memaklumi; ta’awun yakni kerja
sama; itsar yakni tidak saling bertengkar, tidak saling memusuhi, tidak
saling memerangi melainkan saling peduli, caring each others.
Kalau pertentangan di millennium ke-3 ini
“ditegakkan”, maka ini sangat berbahaya bagi kehidupan umat manusia sedunia
sekarang dan akan datang. Karena apa? Karena menggunakan senjata kuman, kimia
dan nuklir! Ini, dapat mengakibatkan kiamat dunia (dooms day). Maukah
kita? [20]
KESIMPULAN
Y
|
ang sesungguh-sungguh
beribadah shalat, mempunyai kekuatan dahsyat berupa double impact yaitu
mendapat kebaikan hidup di Dunia dan kebaikan hidup di Akhirat. Di Akhirat
mendapat surga karena beriman dan melakukan kebajikan di Dunia. Adapun
kebajikan di dunia itu adalah sebagai berikut:
1) Dari ibadah shalat ini menumbuh suburkan manusia sebagai
pemakmur bumi dengan moral integritas (akhlak), [21] motivasi,
visi dan misi yang diperlukan dalam membangun peradaban;
2) Memiliki sains, teknologi, organisasi, manajerial dan kewirausahaan;
3) Memiliki Pemerintah (ulil amri) yang jujur,
adil, dan amanah berdasarkan hukum;
4) Merekat suku-suku bangsa dari berbagai ragam bahasa,
warna kulit, dan cara pandang hidup (ideologi, agama dan kepercayaan) dengan
3T1I (Ta’aruf; Tafahum; Ta’awun dan Itsar).
Dengan landasan empat
komponen paradigma kehidupan global tersebut diatas, baru bangunan peradaban
masyarakat dunia yang aman, adil, damai, dan sejahtera dengan signifikan dapat
dicapai.
Oleh karena itu para
sarjana Muslim kontemporer umumnya menerima pendapat bahwa dīnulLāh
(agama-Nya) adalah asas peradaban, menolak dīnulLāh (agama-Nya) adalah
suatu kejahiliyahan (kebiadaban).
Adapun yang di
sampaikan dalam draf buku Shalat Membangun Peradaban ini kepada jamaah pelaku
shalat adalah, berbuatlah sebagaimana Allah swt menggambarkanya sbb:
“Kamu (umat Islam) adalah umat
terbaik yang dilahirkan untuk manusia (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang
baik (ma’ruf, agent of development) dan mencegah dari yang salah (mungkar, agent of change), dan beriman kepada Allah.”
[22]
“Dan sungguh, telah Kami tulis
di dalam Zabur (Kitab para nabi yang terdahulu), setelah (tertulis) di dalam
Adz-Dzikir (Lauh Mahfuz), bahwa bumi ini akan diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang
shaleh.” [23]
Maksud dari
hamba-hamba-Ku yang shaleh adalah orang-orang yang tidak melakukan fahsya
(keji, buruk) dan tidak melakukan munkar (salah, pelanggaran), melainkan
sebagai “agen perubahan” dari masyarakat (bangsa dan dunia) yang buruk ke yang
baik, dan sebagai “agen
pembangunan” masyarakat (bangsa
dan dunia) dari jahiliyah menjadi
berperadaban. Berbuat baik kepada tetangga; Mendamaikan yang
bersengketa; Membantu yang miskin dan yang kena bencana; Memberikan
(menciptakan) lapangan pekerjaan; Menegakkan shalat, termasuk nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya yaitu: Pandai bersyukur, bertaqwa kepada-Nya; Menegakkan
kebenaran; Menjaga persaudaraan sesama umat; Mempunyai sifat-sifat yang santun,
solusi, rajin, berpandangan kedepan, berkeadilan sosial, jujur, amanah,
mendahulukan kepentingan umum, serta sabar. □
PENUTUP
M
|
elakukan Shalat bagi seorang yang beriman adalah
wajib dan bernilai ibadah. Ibadah adalah salah satu sebab (bahkan diperintahkan)
kenapa manusia ini diciptakan sebagaimana firman-Nya menyebutkan: “Dan Aku tiada menciptakan Jin dan Manusia, melainkan
supaya mereka beribadat kepada-Ku.” [7]
Dia Yaumil Akhir sebelum di periksa
amalan-amalan yang lain, Allah memeriksa lebih dulu kewajiban pelaksaan ibadah
shalat ini. Ini berarti kewajiban shalat menandakan penting untuk melakukannya,
bahkan disebutkan dalam bahasa khusus yaitu “menegakkan”. Yaitu salah satunya
adalah kebiasaan yang membentuk karakter yang bernilai sebagai “agent of change” - agen perubahan fahsyā
dan mungkar menjadi baik, dan “agent of development” - agen pembangunan
(ma’ruf - dengan jalan membangun
peradaban). [3]
Nilai atau karekter shalat ini sejalan dengan
sebab atau peran manusia di bumi adalah sebagai pemakmurnya sebagaimana
firman-Nya menyebutkan: “Dia telah
menciptakanmu dari bumi (tanah) dan menjadikanmu pemakmurnya (manusia sebagai
penghuni bumi untuk menguasai, memakmurkan dan memelihara lingkungan hidup dan
ekosistimnya). [6]
Jadi korelasi antara Shalat dan Membangun
Peradaban tergambarkan sangat signifikan sekali, seperti yang telah terpaparkan
diatas. Billahit Taufiq wal-Hidayah. □
AFM
Catatan kaki:
[1] QS An-Nisā’ 4:103.
[2] Sesungguhnya
Allah mencintai orang-orang ‘yang berperang’ (bekerja) di-jalan-Nya ‘dalam barisan yang teratur’ (dalam
organisasi, manajemen), ‘mereka
seakan-akan seperti bangunan yang tersusun kokoh’ (teamwork, dengan
pembangian tugas kerja yang terencana, terorganisir, terkendali). [QS Ash-Shaff
61:4]
[3] Kamu (umat Islam) adalah umat yang terbaik
yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang ma’ruf,
(baik) dan mencegah yang mungkar (buruk), dan beriman kepada Allah. [QS Āli
‘Imrān 3:110]
Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan)
keji dan munkar. Dan (ketahuilah) mengingat Allah (shalat) itu lebih besar (keutamaanya dari ibadah yang
lain). [QS Al-‘Ankabūt 29:45]
[4] HR
al-Bazzar dari ibnu Abbas ra; Miftahul Khathabah, hal 133, at-Targrhib 1:314.
[5] Firman
Allah swt: “Sebab itu ingatlah Aku, supaya Aku ingat pula kepadamu, Dan
bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah menjadi orang yang tidak tahu berterima
kasih kepada-Ku. [QS Al-Baqarah 2:152]
Allah ingat
kepada kita, berarti memberikan bantuan dan perlindungan sepenuhnya kepada
kita. Syukur artinya mempergunakan pemberian (nikmat) Tuhan menurut semestinya
dan sebaik-baik-nya, serta menyatakan penghargaan dan rasa terima kasih kepada
yang memberikan nikmat itu.
[6] Firman
Allah swt: “Dia telah menciptakanmu dari bumi (tanah) dan menjadikanmu
pemakmurnya (manusia sebagai penghuni bumi untuk menguasai, memakmurkan dan
memelihara lingkungan hidup dan ekosistimnya). [QS Hūd 11:61]
[7] Dan Aku
tiada menciptakan Jin dan Manusia, melainkan supaya mereka beribadat kepada-Ku.
[QS adz-Dzāriyāt 51:56]
[8] QS
Al-Baqarah 2:30; QS Al-An’ām 6:165; QS Al-A’rāf 7:74
[9] Membaca
berarti mengajarkan dan menyampaikan pelajaran al-Qur’an kepada masyarakat.
Juga berarti membaca untuk dipelajari dan diperhatikan isinya, supaya dijadikan
pedoman hidup dalam segala lapangan.
[10] Shalat
yang berisikan doa, puji kepada Tuhan Yang Maha Esa memberikan kesan (gurisan,
pengaruh) kesucian dan taqarrub kepada Illahi Rabbi. Karena itu manusia yang
mengerjakan shalat dalam arti yang sesungguhnya, mereka terhindar dari
perbuatan keji dan salah. Mereka selalu akan ingat kepada pesan Tuhannya.
[11] Dzikrullah
(mengingat atau menyebut Tuhan) adalah sesuatu perkara yang amat penting bagi
menjaga diri supaya tetap dalam kesucian.
[12]Firman Allah swt: ”Kemudian, Kami rendahkan ke tempat yang
paling rendah; Selain dari orang-orang yang beriman dan mengerjakan
perbuatan baik. Mereka akan memperoleh pahala yang tiada
putus-putusnya.” [QS At-Tin 95:5,6]
[13] Shalat itu
untuk mengingat Tuhan, memuja, memuji dan memohon doa kepada-Nya. Shalat ini
merupakan media yang menghubungkan antara manusia dengan Tuhannya.
[14] Sabar
artinya bukan hanya mengendalikan amarah, tetapi juga berteguh hati dalam
menghadapi kesukaran dalam melakukan sesuatu pekerjaan dan perjuangan. Shalat
itu isinya menghadapkan hati kepada Tuhan, dan menundukkan jiwa dan raga kepada
Allah semata-mata. Dengan kesabaran dan shalat itu datanglah pertolongan,
berkat kekuatan spiritual doa yang begitu besar dan kuat serta yakin. Kadang
kala segala macam penderitaan itu adalah cobaan dan ujian (latihan) stamina
keimanan dalam kehidupan. Orang-orang yang berhati teguh (sabar), mereka dapat
melalui cobaan itu dengan sebaik-baiknya, mengatasi segala kesukaran. Dengan
itu imannya akan tumbuh menjadi besar dan kuat. [QS Al-Baqarah 2:155-157]
[15] Masyarakat Madinah yang majemuk yaitu bukan hanya
orang-orang Islam saja melainkan ada orang-orang yang beragama lain. ‘Plural’
tapi bukan ‘Pluralisme’.
[16] “Selain dari orang-orang yang beriman dan mengerjakan
perbuatan baik. Mereka akan memperoleh pahala yang tiada putus-putusnya.” [QS
At-Tīn 95:6]
[17] The 100: A Ranking of the most Influential Persons in History, by
Michael H. Hart, Published by Carol Publishing Group. Lihat juga di Blog
afaisalmarzuki.blogspot.com dengan judul: Rasul Muhammad saw, Tokoh Besar Peringkat Pertama Yang Mempengaruhi Dunia.
[18] Cita-cita politik kita, dalam buku Aspirasi Umat Islam Indonesia,
Nurcholish Majid, LAPPENAS, Jakarta 1983. Hal. 11.
[19] Wahuwal ladzī ja’alakum khalāifal ardhi. Dan Dialah yang
menjadikan kamu khalifah-khalifah (para mandataris-Nya) di bumi [QS Al-An’ām
6:165]
[20]https://afaisalmarzuki.blogspot.com/2016/02/menguji-clash-of-civilizations-samuel-p.html
[21] “Sesungguhnya
aku (Muhammad) diutus untuk menyempurnakan akhlak (budi pekerti) yang baik.
[HR. Al-Bukhari]
[22] QS
Āli-’Imrān 3:110
[23] QS
al-Anbiyā’ 21:105□□□
Sumber:
Dari draft
buku Shalat Membangun Peradaban, A. Faisal Marzui, Penerbit Perpustakaan IMAAM
Center, Silver Spring, Maryland, USA. Halaman 257-272. □□□□